KlinikBerita
New
Hukumonline Stream
Data PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Haruskah Penyanyi Izin ke Pencipta Lagu untuk Perform?

Share
Kekayaan Intelektual

Haruskah Penyanyi Izin ke Pencipta Lagu untuk Perform?

Haruskah Penyanyi Izin ke Pencipta Lagu untuk <i>Perform</i>?
Timoty Ezra Simanjuntak, S.H., M.H.S & P Law Office

Bacaan 10 Menit

Article Klinik

PERTANYAAN

Belum lama ini ada musisi yang melarang salah satu penyanyi membawakan lagu ciptaannya. Salah satu alasannya karena penyanyi tersebut tidak minta izin kepada pencipta lagu ketika perform. Sang penyanyi menggunakan dasar hukum Pasal 23 ayat (5) UU Hak Cipta, sedangkan pencipta lagu menggunakan Pasal 9 UU Hak Cipta. Bagaimana sebenarnya hukumnya bagi seorang penyanyi yang akan perform membawakan lagu orang lain, haruskah ia izin kepada pencipta lagu? Intisari:

Daftar Isi

    INTISARI JAWABAN

    Penyanyi yang hendak membawakan lagu ciptaan orang lain untuk keperluan komersil, tidak perlu meminta izin dari pencipta lagu sepanjang membayar imbalan berupa royalti kepada pencipta lagu tersebut melalui Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN). Apa dasar hukumnya?

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

    Lagu sebagai Ciptaan yang Dilindungi

    Sebelum menjawab pertanyaan Anda lebih lanjut, sebaiknya kita pahami terlebih dahulu pengertian dari hak cipta, pencipta dan ciptaan dalam UU Hak Cipta.

    KLINIK TERKAIT

    Pasal 1 angka 1 UU Hak Cipta menjelaskan bahwa hak cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

    Adapun, menurut Pasal 1 angka 3 UU Hak Cipta, arti dari ciptaan adalah hasil karya cipta di bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang dihasilkan atas inspirasi, kemampuan, pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau keahlian yang diekspresikan dalam bentuk nyata.

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

    Kemudian, yang dimaksud dengan pencipta berdasarkan Pasal 1 angka 2UU Hak Cipta, adalah seorang atau beberapa orang yang secara sendiri-sendiri atau bersama-sama menghasilkan suatu ciptaan yang bersifat khas dan pribadi.

    Kemudian, terkait dengan pencipta diatur lebih lanjut di dalam Pasal 31 UU Hak Cipta, yang menyatakan bahwa kecuali terbukti sebaliknya, yang dianggap sebagai pencipta, yaitu orang yang namanya:

    1. disebut dalam ciptaan;
    2. dinyatakan sebagai pencipta pada suatu ciptaan;
    3. disebutkan dalam surat pencatatan ciptaan;
    4. tercantum dalam daftar umum ciptaan sebagai pencipta.

    Terkait dengan pertanyaan Anda, dalam UU Hak Cipta diatur bahwa lagu dan/atau musik merupakan ciptaan yang dilindungi. Pernyataan tersebut selaras dengan bunyi Pasal 40 ayat (1) huruf d UU Hak Cipta yang pada pokoknya menegaskan bahwa ciptaan yang dilindungi meliputi ciptaan dalam bidang pengetahuan, seni, dan sastra, yang salah satunya adalah lagu dan/atau musik dengan atau tanpa teks.

    Hak Moral dan Hak Ekonomi dalam Hak Cipta

    Menurut Pasal 4 UU Hak Cipta, hak cipta terdiri atas hak moral dan hak ekonomi. Hak eksklusif pencipta tersebut timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan dari ketentuan peraturan perundang-undangan.[1]

    Mengutip Otto Hasibuan dalam buku berjudul Hak Cipta di Indonesia Tinjauan Khusus Hak Cipta Lagu, Neighbouring Rights, dan Collecting Society (Hal. 68 dan 71) pencipta memiliki hak moral dan hak ekonomi atas ciptaannya.[2]

    Adapun pengertian mengenai hak moral dan hak ekonomi adalah sebagai berikut:

    1. Hak Moral

    Hak moral adalah hak yang melekat pada diri pencipta yang tidak dapat dihilangkan dan dihapus tanpa alasan apapun. Antara pencipta dan ciptaannya ada sifat kemanunggalan dengan kata lain ada hubungan integral di antara keduanya.

    Sesuai dengan sifat manunggal hak cipta dengan penciptanya, dari segi moral seseorang atau badan hukum tidak diperkenankan untuk melakukan perubahan terhadap sesuatu hasil karya cipta, baik itu mengenai judul, isi, apalagi penciptanya. Hal demikian dapat dilakukan apabila mendapat izin dari pencipta atau ahli warisnya jika pencipta meninggal dunia.

    Dengan demikian, hanya pencipta atau ahli warisnya saja yang mempunyai hak untuk mengadakan perubahan pada ciptaan-ciptaanya untuk disesuaikan dengan perkembangan.

    Pasal 5 ayat (1) UU Hak Cipta menerangkan bahwa hak moral merupakan hak yang melekat secara abadi pada diri pencipta untuk:

    1. tetap mencantumkan atau tidak mencantumkan namanya pada salinan sehubungan dengan pemakaian ciptaannya untuk umum;
    2. menggunakan nama aliasnya atau samarannya;
    3. mengubah ciptaannya sesuai dengan kepatutan dalam masyarakat;
    4. mengubah judul dan anak judul ciptaan; dan
    5. mempertahankan haknya dalam hal terjadi distorsi ciptaan, mutilasi ciptaan, modifikasi ciptaan, atau hal yang bersifat merugikan kehormatan diri atau reputasinya.

    Menurut World Intellectual Property Organization, hak moral memberikan kewenangan bagi pencipta untuk mengambil tindakan tertentu demi mempertahankan dan melindungi hubungan antara pencipta dengan ciptaannya.[3]

    1. Hak Ekonomi

    Bagian besar lainnya dari hak cipta adalah hak ekonomi (economic rights). Di atas telah diuraikan bahwa hak ekonomi pada ciptaan atau karya boleh baru muncul belakangan setelah hak moral. Masalahnya, kegiatan mencipta pada masa dulu belum dipandang sebagai suatu pekerjaan. Jadi, kalau terjadi misalnya peniruan ciptaan adalah dianggap etika atau moral dibandingkan pelanggaran yang mengakibatkan kerugian ekonomis. Pemikiran yang berkembang kemudian, kegiatan mencipta dipandang sama dengan pekerjaan lain yang seyogianya menghasilkan materi. Jadi, jika hak moral merupakan refleksi kebutuhan pencipta, baik kebutuhan jasmani dan rohani.[4]

    Adapun, berdasarkan Pasal 9 ayat (1) UU Hak Cipta menerangkan bentuk-bentuk hak ekonomi pencipta atau pemegang hak cipta untuk melakukan:

    1. penerbitan ciptaan;
    2. penggandaan ciptaan dalam segala bentuknya;
    3. penerjemahan ciptaan;
    4. pengadaptasian, pengaransemenan, atau pentransformasian ciptaan;
    5. pendistribusian ciptaan atau salinannya;
    6. pertunjukan ciptaan;
    7. pengumuman ciptaan;
    8. komunikasi ciptaan; dan
    9. penyewaan ciptaan.

    Apa itu Performing Rights?

    Perlu diketahui bahwa kandungan dalam hak ekonomi itu meliputi hak untuk mengumumkan (performing rights) dan hak untuk memperbanyak (mechanical rights).[5]

    Sebagai contoh, hak cipta atas lagu dapat melahirkan hak terkait berupa performing rights apabila pencipta memberikan izin kepada artis untuk menampilkan (to perform) lagu yang bersangkutan, baik dalam suatu live show maupun dalam bentuk rekaman.[6]

    Ketika seorang pencipta menampilkan ciptaannya sendiri di depan umum (konser dan sebagainya), atau memberikan izin kepada artis lain untuk menampilkan lagu, maka pencipta sedang menjalankan performing rights.

    Dalam UU Hak Cipta, performing rights diatur dalam Pasal 1 angka 6 UU jo. Pasal 23 ayat (1) dan ayat (2) huruf a UU Hak Cipta, yang pada prinsipnya pencipta sebagai pelaku pertunjukan secara umum dapat melaksanakan sendiri, memberikan izin atau melarang pihak lain selaku pelaku pertunjukkan untuk menampilkan ciptaannya dalam bentuk live show maupun dalam bentuk rekaman.

    Pembayaran Royalti ke LMKN

    Sebelum membahas terkait dengan pembayaran royalti sebagai bentuk pelaksanaan dari performing rights, sebaiknya kita bahas terlebih dahulu terkait dengan apa yang dimaksud dengan Lembaga Manajemen Kolektif.

    Lembaga Manajemen Kolektif (“LMK”) merupakan institusi yang berbentuk badan hukum nirlaba yang diberi kuasa oleh pencipta, pemegang hak cipta dan/atau pemilik hak terkait guna mengelola hak ekonominya dalam bentuk menghimpun dan mendistribusikan royalti. Hal tersebut diatur di dalam Pasal 1 angka 22 UU Hak Ciptajo.Pasal 1 angka 10 PP 56/2021.

    Selain LMK, juga terdapat Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (“LMKN”). Berdasarkan Pasal 1 angka 11 PP 56/2021, LMKN adalah lembaga bantu pemerintah non-APBN yang dibentuk Menteri Hukum dan HAM berdasarkan UU Hak Cipta yang memiliki kewenangan untuk menarik, menghimpun, mendistribusikan royalti serta mengelola kepentingan hak ekonomi pencipta dan pemilik hak terkait di bidang lagu dan/atau musik.

    Disarikan dari artikel Yang Berwenang Menarik Royalti Lagu, LMKN atau LMK? yang berwenang menarik royalti adalah LMKN, dan bukan LMK.

    Menjawab ilustrasi kasus dalam pertanyaan Anda, maka jawabannya adalah izin tidak diperlukan sepanjang penyanyi melakukan pembayaran imbalan/royalti kepada pencipta LMKN yang nilainya ditetapkan oleh LMKN.

    Disarikan dari artikel Bisakah Pencipta Lagu Larang Seseorang Nyanyikan Lagu Ciptaannya? izin terkait dengan performing rights bukan dikeluarkan oleh pencipta lagu, melainkan oleh LMKN dengan cara cukup membayar imbalan saja. Sehingga, tidak ada konsep pelarangan dalam UU Hak Cipta, khususnya dalam konteks pertunjukan lagu. Sepanjang sudah membayar, maka tak lagi ada kewajiban minta izin.

    Hal tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 23 ayat (5) UU Hak Cipta dan penjelasannya yang menyatakan bahwa setiap orang dapat melakukan penggunaan secara komersial ciptaan dalam suatu pertunjukan tanpa meminta izin terlebih dahulu kepada pencipta dengan membayar imbalan atau royalti kepada pencipta melalui lembaga manajemen kolektif.

    Kemudian, Pasal 3 ayat (1) PP 56/2021 menyatakan bahwa setiap orang dapat melakukan penggunaan secara komersial lagu dan/atau musik dalam bentuk layanan publik yang bersifat komersial (contohnya adalah konser musik)[7] dengan membayar royalti kepada pencipta, pemegang hak cipta, dan/atau pemilik hak terkait melalui LMKN.

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

    DASAR HUKUM

    REFERENSI

    1. Cokorde Istri Dian Laksmi Dewi. Penyelesaian Sengketa Terhadap Pelanggaran Moral Dalam Kerangka Perlindungan Hak Cipta, Jurnal Yustitia, Vol. 12 No. 1, 2018;
    2. Otto Hasibuan. Hak Cipta Di Indonesia, Tinjauan Khusus Hak Cipta Lagu, Neighbouring Rights, dan Collecting Society. Bandung: Alumni, 2008;
    3. Regyna Putri Willis dkk. Hak Pencipta Atas Performing Right dalam Pengaturan Hak Cipta Indonesia dan Konvensi Internasional. Jurnal Hukum Lex Generalis. Vol. 3 No. 1, Januari 2021.

    [1] Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, Lihat Cokorde Istri Dian Laksmi Dewi. Penyelesaian Sengketa Terhadap Pelanggaran Moral Dalam Kerangka Perlindungan Hak Cipta. Jurnal Yustitia, Vol. 12 No. 1, 2018, hal. 4

    [2] Otto Hasibuan. Hak Cipta di Indonesia Tinjauan Khusus Hak Cipta Lagu, Neighbouring Rights, dan Collecting Society. Bandung, Alumni, 2014, hal. 68 dan 71

    [3] Cokorde Istri Dian Laksmi Dewi. Penyelesaian Sengketa Terhadap Pelanggaran Moral Dalam Kerangka Perlindungan Hak Cipta. Jurnal Yustitia, Vol. 12 No. 1, 2018, hal. 4

    [4] Otto Hasibuan. Hak Cipta di Indonesia Tinjauan Khusus Hak Cipta Lagu, Neighbouring Rights, dan Collecting Society, Bandung: Alumni, 2014, hal. 69

    [5] Cokorde Istri Dian Laksmi Dewi. Penyelesaian Sengketa Terhadap Pelanggaran Moral Dalam Kerangka Perlindungan Hak Cipta. Jurnal Yustitia, Vol. 12 No. 1, 2018, hal. 4

    [6] Regyna Putri Willis dkk. Hak Pencipta Atas Performing Right dalam Pengaturan Hak Cipta Indonesia dan Konvensi Internasional. Jurnal Hukum Lex Generalis. Vol. 3 No. 1, Januari 2021, hal. 60

    [7] Pasal 3 ayat (2) huruf c Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/atau Musik

    TAGS

    Punya masalah hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Powered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Semua

    TIPS HUKUM

    Lihat Semua
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda