Apabila sebagai kreditur, saya ingin memohonkan pailit terhadap debitur saya, haruskah saya melayangkan somasi terlebih dahulu kepada debitur saya tersebut?
DAFTAR ISI
INTISARI JAWABAN
Intinya, somasi adalah peringatan agar debitur melaksanakan kewajibannya sesuai dengan teguran atas kelalaian yang telah disampaikan kreditur.
Lantas, apakah somasi harus dilayangkan terlebih dahulu sebelum permohonan pailit?
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
Pengertian Somasi
Sebelum menjawab inti pertanyaan Anda, sebaiknya kita pahami terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan somasi. Somasi menurut M. Khoidin adalah peringatan agar debitur melaksanakan kewajibannya sesuai dengan teguran atas kelalaian yang telah disampaikan kreditur kepadanya. Dalam somasi, kreditur menyatakan kehendaknya bahwa perjanjian harus dilaksanakan dalam batas waktu tertentu.[1] Sedangkan menurut Joko Sriwidodo dan Kristiawanto, somasi adalah teguran dari si kreditur kepada debitur agar dapat memenuhi prestasi sesuai dengan isi perjanjian yang telah disepakati antara ke duanya.[2]
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Istilah somasi sendiri tidak dikenal dalam KUHPer, namun, dasar hukum somasi diatur dalam Pasal 1238[3]yang berbunyi sebagai berikut:
Debitur dinyatakan lalai dengan surat perintah, atau dengan akta sejenis itu, atau berdasarkan kekuatan dari perikatan sendiri, yaitu bila perikatan ini mengakibatkan debitur harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan.
Dalam pasal 1238 KUHper, dengan tegas dinyatakan, bahwa apabila suatu perikatan tidak menentukan suatu tenggat waktu untuk melaksanakan suatu prestasi yang telah disepakati, maka debitur hanya dapat dianggap lalai setelah kreditor menyatakan bahwa debitor lalai dengan suatu surat perintah. Menurut Wirjono Prodjodikoro, perintah dari Pasal 1238 KUHper berarti tegoran atau tuntutan oleh pihak yang berhak ditujukan kepada pihak berwajib dengan perantaraan juru sita supaya pihak berwajib memenuhi kewajibannya segera atau dalam tempo yang disebutkan dalam surat tegoran itu.[4]
Kemudian, Subekti juga berpendapat bahwa biasanya peringatan atau sommatie dilakukan oleh seorang juru sita dari Pengadilan, yang membuat proses verbal tentang pekerjaannya itu, atau juga cukup dengan surat tercatat atau surat kawat, asal saja jangan sampai dengan mudah dimungkiri oleh si berhutang.[5]
Meskipun Pasal 1238 KUHper mengatur bahwa pernyataan atas keadaan lalai bersifat substitutif, dimana surat somasi diperlukan dalam hal suatu perikatan tidak menentukan tenggat waktu pelaksanaan prestasi, namun, dalam praktiknya meskipun dalam suatu perikatan telah ditentukan tenggat waktu pelaksanaan suatu prestasi, pihak kreditor akan tetap mengirimkan surat somasi sebagai tanda bahwa debitor telah diperingatkan dan/atau dinyatakan lalai secara tertulis.[6]
R. Setiawan berpendapat bahwa jika dalam persetujuan ditentukan waktu tertentu bagi debitur untuk berprestasi, ini belum berarti bahwa dengan dilanggarnya waktu tersebut debitor sudah melakukan ingkar janji. Untuk itu, masih diperlukan penetapan lalai.[7]
Pada dasarnya, terdapat 3 (tiga) cara terjadinya somasi, yaitu:[8]
Debitur melaksanakan prestasi yang keliru;
Debitur tidak memenuhi prestasi pada hari yang telah dijanjikan; dan
Prestasi yang dilaksanakan oleh debitur tidak lagi berguna bagi kreditur karena kadaluwarsa.
Kemudian, isi yang harus dimuat di dalam surat somasi, antara lain:[9]
apa yang dituntut;
apa dasar tuntutan; dantanggal paling lambat untuk memenuhi prestasi.
Sedangkan, peristiwa-peristiwa yang tidak memerlukan somasi, antara lain:[10]
debitur menolak pemenuhan;
debitur mengakui kelalaian;
pemenuhan prestasi tidak mungkin dilakukan;
pemenuhan tidak berarti lagi (zinloos); dan
debitur melakukan prestasi tidak sebagaimana mestinya.
Dalam kaitannya dengan permohonan pailit, pengajuan permohonan kepailitan diatur dalam UU 37/2004.Pasal 2 ayat (1) UU37/2004mengaturbahwa:
Debitor yang mempunyai dua atau lebih Kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan Pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih kreditornya.
Berdasarkan ketentuan diatas, dapat kami simpulkan bahwa agar permohonan pailit dapat dikabulkan, terdapat beberapa unsur yang harus dipenuhi, yakni:
Debitor mempunyai 2 (dua) atau lebih kreditor;
Debitor tidak membayar lunas sedikitnya 1 (satu) utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih.
Berkaitan dengan unsur ‘debitor tidak membayar lunas sedikitnya 1 (satu) utang yang telah jatuh tempodan dapat ditagih’ menurut hemat kami, salah satu hal yang dapat membuktikan bahwa debitor memang telah lalai dalam melakukan pembayaran atas suatu utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih adalah keberadaan surat somasi yang telah dilayangkanterlebih dahulu oleh kreditor terhadap debitor.
Kesimpulannya, somasi adalah teguran dari kreditur kepada debitur agar dapat memenuhi prestasi sesuai dengan isi perjanjian yang telah disepakati. Kemudian, sebelum mengajukan permohonan pailit, sebaiknya kreditor mengajukan surat somasi terlebih dahulu kepada debitor dan menuntut agar debitor memenuhi kewajibannya. Dalam hal kreditor telah mengirimkan surat somasi kepada debitor, dan debitor tetap lalai untuk memenuhi kewajibannya, maka surat somasi tersebut dapat digunakan sebagai salah satu tanda pemenuhan unsur ‘debitor tidak membayar lunas sedikitnya 1(satu) utang yang telah jatuh tempodan dapat ditagih’. Dengan demikian, hal tersebutmenjadi salah satu unsur agar suatu permohonan pailit dapat dikabulkan.
Perkaya riset hukum Anda dengan analisis hukum terbaru dwi bahasa, serta koleksi terjemahan peraturan yang terintegrasi dalam Hukumonline Pro, pelajari lebih lanjut di sini.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
DASAR HUKUM
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan
REFERENSI
Joko Sriwidodo dan Kristiawanto. Memahami Hukum Perikatan. Yogyakarta: Penerbit Kepel Press, 2021;
M. Khoidin. Tanggung Gugat dalam Hukum Perdata. Yogyakarta: Laksbang Justitia, 2020;
Setiawan. Pokok-Pokok Hukum Perikatan. Bandung: Penerbit Binacipta, 2007
Subekti. Pokok-Pokok Hukum Perdata. Jakarta: Penerbit PT. Intermasa, Cetakan XXXI, 2003;
Wirjono Prodjodikoro. Bunga Rampai Hukum Karangan Tersebar. Jakarta: PT Ichtiar Baru, 1974.
[1] M. Khoidin. Tanggung Gugat dalam Hukum Perdata. Yogyakarta: Laksbang Justitia, 2020, hal. 43.
[2] Joko Sriwidodo dan Kristiawanto. Memahami Hukum Perikatan. Yogyakarta: Penerbit Kepel Press, 2021, hal. 20.
[3] Joko Sriwidodo dan Kristiawanto. Memahami Hukum Perikatan. Yogyakarta: Penerbit Kepel Press, 2021, hal. 20.
[4] Wirjono Prodjodikoro. Bunga Rampai Hukum Karangan Tersebar. Jakarta: PT Ichtiar Baru, 1974, hal. 120.
[5] Subekti. Pokok-Pokok Hukum Perdata. Jakarta: Penerbit PT. Intermasa, Cetakan XXXI, 2003, hal. 147.