Kutipan putusan atau petikan putusan pada dasarnya berisi amar putusan yang diputus oleh majelis hakim. Lalu, apakah petikan putusan harus memuat detail penahanan?
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.
Pro
Pusat Data
Koleksi peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan yang sistematis serta terintegrasi
Solusi
Wawasan Hukum
Klinik
Tanya jawab gratis tentang berbagai isu hukum
Berita
Informasi dan berita terkini seputar perkembangan hukum di Indonesia
Jurnal
Koleksi artikel dan jurnal hukum yang kredibel untuk referensi penelitian Anda
Event
Informasi mengenai seminar, diskusi, dan pelatihan tentang berbagai isu hukum terkini
Klinik
Berita
Login
Pro
Layanan premium berupa analisis hukum dwibahasa, pusat data peraturan dan putusan pengadilan, serta artikel premium.
Solusi
Solusi kebutuhan dan permasalahan hukum Anda melalui pemanfaatan teknologi.
Wawasan Hukum
Layanan edukasi dan informasi hukum tepercaya sesuai dengan perkembangan hukum di Indonesia.
Catalog Product
Ada Pertanyaan? Hubungi Kami
Bacaan 10 Menit
Apakah dalam kutipan putusan perkara pidana perlu dimuat detail penahanan terdakwa? Dan apa dasar hukumnya? Adakah contoh kutipan putusan? Mohon penjelasan.
Kutipan putusan atau petikan putusan pada dasarnya berisi amar putusan yang diputus oleh majelis hakim. Lalu, apakah petikan putusan harus memuat detail penahanan?
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul Pengaturan Mengenai Kutipan Putusan yang dibuat oleh Tri Jata Ayu Pramesti, S.H. dan pertama kali dipublikasikan pada 8 April 2014.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
Merujuk pada KBBI, kutipan diartikan sebagai hasil mengutip; pungutan; petikan; nukilan; sitat. Adapun kutipan putusan atau yang disebut juga dengan petikan putusan dalam perkara pidana dapat kita temukan pengaturannya dalam Pasal 226 ayat (1) KUHAP yang berbunyi:
Petikan surat putusan pengadilan diberikan kepada terdakwa atau penasihat hukumnya segera setelah putusan diucapkan.
Terkait dengan pemberian kutipan putusan ini, M. Yahya Harahap dalam bukunya yang berjudul Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP: Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali, antara lain mengatakan bahwa (hal. 393):
Di samping merujuk pada KUHAP, ketentuan mengenai kutipan putusan juga merujuk pada SEMA 1/2011 yang menyebutkan bahwa petikan putusan perkara pidana diberikan kepada terdakwa, penuntut umum dan rumah tahanan negara atau lembaga pemasyarakatan segera setelah putusan diucapkan.
Kemudian, dalam artikel Petikan Putusan Bisa Dijadikan Dasar Eksekusi, Mahkamah Agung (“MA”) menegaskan petikan putusan pengadilan sudah bisa dijadikan dasar mengeksekusi terpidana. Petikan putusan berisi amar yang diputuskan majelis. Berbekal petikan putusan pun sebenarnya jaksa sudah bisa mengeksekusi putusan yang telah berkekuatan hukum tetap.
Di samping itu, dalam artikel tersebut juga disebutkan bahwa petikan putusan pemidanaan sudah bisa jadi dasar eksekusi, sebab di dalamnya ada amar/diktum putusan, tetapi pertimbangan hukumnya belum dimuat.
Untuk mempermudah pemahaman Anda, kami berikan contoh Petikan Putusan PM Surabaya No. 05–K/PM.III-12/AU/I/2020 yang pada intinya berisi:
Dengan demikian, dapat diketahui petikan putusan tidaklah menyatakan detail penahanan, namun cukup menyebutkan amar putusan yang salah satunya menyatakan lamanya masa pidana yang harus dijalani atau dengan kata lain perintah penahanan, tetap dalam tahanan, atau pembebasan sebagaimana dimaksud Pasal 197 ayat (1) huruf k KUHAP jo. Putusan MK No. 69/PUU-X/2012.
Terkait dengan ini, M. Yahya Harahap dalam sumber buku yang sama (hal. 370) mengatakan bahwa yang perlu diingat, setiap putusan yang dijatuhkan pengadilan harus secara tegas memuat diktum atau amar yang berisi perintah yang ditentukan dalam Pasal 197 ayat (1) huruf k KUHAP tersebut. Terserah pada penilaian hakim perintah yang bagaimana yang akan dikenakan kepada terdakwa. Seandainya menurut penilaiannya terdakwa yang tidak ditahan perlu ditahan maka pada saat putusan dijatuhkan, pengadilan dengan tegas mencantumkan perintah penahanan dalam amar putusan, begitupula sebaliknya.
Merujuk pada pendapat M. Yahya Harahap, dapat disimpulkan pula bahwa yang ditekankan dalam sebuah kutipan putusan yang berisi amar putusan adalah penegasan hakim mengenai perintah ditahan atau tidak ditahannya terdakwa. Jadi, tidak diperlukan untuk menyebutkan detail penahanan.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
KLINIK TERBARU
Butuh lebih banyak artikel?