Hal-Hal Apa Saja yang Dimuat dalam Posita Gugatan?
Bacaan 10 Menit
PERTANYAAN
Hal hal apa saja yang termuat dalam posita gugatan?
Pro
Pusat Data
Koleksi peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan yang sistematis serta terintegrasi
Solusi
Wawasan Hukum
Klinik
Tanya jawab gratis tentang berbagai isu hukum
Berita
Informasi dan berita terkini seputar perkembangan hukum di Indonesia
Jurnal
Koleksi artikel dan jurnal hukum yang kredibel untuk referensi penelitian Anda
Event
Informasi mengenai seminar, diskusi, dan pelatihan tentang berbagai isu hukum terkini
Klinik
Berita
Login
Pro
Layanan premium berupa analisis hukum dwibahasa, pusat data peraturan dan putusan pengadilan, serta artikel premium.
Solusi
Solusi kebutuhan dan permasalahan hukum Anda melalui pemanfaatan teknologi.
Wawasan Hukum
Layanan edukasi dan informasi hukum tepercaya sesuai dengan perkembangan hukum di Indonesia.
Catalog Product
Ada Pertanyaan? Hubungi Kami
Bacaan 10 Menit
Hal hal apa saja yang termuat dalam posita gugatan?
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Posita gugatan merupakan bentuk jamak dari positum yang dalam bahasa Indonesia disebut sebagai dalil gugatan. M. Yahya Harahap dalam bukunya Hukum Acara Perdata antara lain mengatakan bahwa posita gugatan merupakan istilah yang akrab digunakan dalam praktik peradilan dan disebut juga sebagai fundamentum petendi (hal. 57).
Fundamentum petendi berarti dasar gugatan atau dasar tuntutan, yaitu bagian yang berisi dalil yang menggambarkan adanya hubungan yang menjadi dasar atau uraian dari suatu tuntutan. Untuk mengajukan suatu tuntutan, seseorang harus menguraikan dulu alasan-alasan atau dalil sehingga ia bisa mengajukan tuntutan seperti itu. Karenanya, fundamentum petendi berisi uraian tentang kejadian perkara atau duduk persoalan suatu kasus, demikian yang dijelaskan dalam artikel Tentang Posita, Petitum, Replik, dan Duplik.
Sebelum menjawab pertanyaan Anda tentang hal-hal apa saja yang termuat dalam suatu posita gugatan, kita perlu mengetahui dua teori mengenai perumusan posita gugatan menurut Yahya Harahap (hal. 57):
1)Â Â Â Pertama, disebut substantierings theorie yang mengajarkan bahwa dalil gugatan tidak cukup hanya merumuskan peristiwa hukum yang menjadi dasar tuntutan, tetapi juga harus menjelaskan fakta-fakta yang mendahului peristiwa hukum yang menjadi penyebab timbulnya peristiwa hukum tersebut
2)Â Â Â Kedua, teori individualisasi (individualisering theorie) yang menjelaskan bahwa peristiwa atau kejadian hukum yang dikemukakan dalam gugatan harus dengan jelas memperlihatkan hubungan hukum (rechtsverhouding) yang menjadi dasar tuntutan. Namun tidak perlu dikemukakan dasar dan sejarah terjadinya hubungan hukum, karena hal itu dapat diajukan berikutnya dalam proses pemeriksaan sidang pengadilan.
Berdasarkan pengamatan dan pengalaman praktik peradilan, kedua teori di atas digabung, tidak dipisah secara kaku dan sempit. Penggabungan dua teori itu dalam perumusan gugatan untuk menghindari terjadinya perumusan dalil gugatan yang kabur atau obscuur libel (Ibid, hal. 58).
Dengan demikian, dalam posita gugatan perlu memuat fakta-fakta yang mendahului peristiwa hukum dan penjelasan kejadian hukum yang jelas memperlihatkan hubungan hukum.
Menjawab pertanyaan Anda lebih rinci mengenai hal-hal yang dimuat dalam posita gugatan, posita gugatan yang dianggap lengkap itu memenuhi dua unsur (Ibid,hal. 58):
1)Â Â Â Dasar Hukum (Rechtelijke Grond)
·        penggugat dengan materi dan atau objek yang disengketakan, dan
·        antara penggugat degan tergugat berkaitan dengan materi atau objek sengketa
2)Â Â Â Dasar fakta (Feitelijke Grond)
·        fakta atau peristiwa yang berkaitan langsung dengan atau di sekitar hubungan hukum yang terjadi antara penggugat dengan materi atau objek perkara maupun dengan pihak tergugat
·        atau penjelasan fakta-fakta yang langsung berkaitan dengan dasar hukum atau hubungan hukum yang didalilkan penggugat
Dengan demikian, menjawab pertanyaan Anda, hal penting yang harus ada dalam posita gugatan dan dianggap terhindar dari cacat (obscuur libel) adalah surat gugatan jelas sekaligus memuat penjelasan dan penegasan dasar hukum yang menjadi dasar hubungan hukum serta dasar fakta atau peristiwa yang terjadi di sekitar hubungan hukum dimaksud.
Sebagai contoh, sebagaimana yang kami sarikan dari artikel Fundamentum Petendi adalah dalam suatu gugatan perceraian. Penggugat harus memuat keterangan dalam surat gugatan itu berupa kronologis atau urutan peristiwa sejak mulai perkawinan dilangsungkan, peristiwa hukum seperti lahirnya anak, hingga kejadian yang membuat penggugat tidak cocok dengan suami/isteri, termasuk sebab-sebab yang membuat penggugat ingin bercerai.
KLINIK TERBARU
Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!
Butuh lebih banyak artikel?