Saya ingin bertanya berkaitan UU PNS yang mengatur sikap politik PNS. Bagaimana seorang PNS menyikapi aturan tersebut? Haruskah PNS bersikap apolitis? Apa seorang PNS harus merahasiakan pilihan dia? Saya seorang CPNS berusia 20 tahun dan apakah ini membungkam hak saya? Saya mengerti bahwa UU ini dilatarbelakangi reformasi dan untuk mencegah sikap PNS yang dipaksa memilih seorang calon di masa orba (orde baru), tapi saya masih bingung cara menyikapinya. Terima kasih.
Daftar Isi
INTISARI JAWABAN
Jika berpolitik yang dimaksud adalahterlibat dalam Pemilihan Umum (“Pemilu”) dengan memilih dalam Pemilu,maka pada dasarnyasemua Warga Negara Indonesia termasuk yang berprofesi sebagai Pegawai Negeri Sipil (“PNS”) maupun Calon Pegawai Negeri Sipil (“CPNS”) memiliki hak untuk memilih dalam Pemilu.
Selain itu, seorangPNS juga harus menerapkan asas netralitas, yaitu tidak berpihak dari segala bentuk pengaruh manapun dan tidak memihak kepada kepentingan siapapun. Dalam upaya menjaga netralitas ASN dari pengaruh partai politik, asas inilah yang berhubungan dengan larangan berpolitik PNS (dalam konteks terlibat dalam partai politik).
Jika berpolitik yang Anda maksud adalah terlibat dalam partai politik, maka sebagai seorang pegawai Aparatur Sipil Negara (termasuk PNS) menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negaradilarang menjadianggota dan/atau pengurus partai politik. Jika ada PNS yang menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik, maka akan diberhentikan tidak dengan hormat.
Larangan ini juga berlaku bagi CPNS, dimana CPNS akan diberhentikan dengan hormat bila menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik.
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.
ULASAN LENGKAP
Intisari:
Jika berpolitik yang dimaksud adalahterlibat dalam Pemilihan Umum (“Pemilu”) dengan memilih dalam Pemilu,maka pada dasarnyasemua Warga Negara Indonesia termasuk yang berprofesi sebagai Pegawai Negeri Sipil (“PNS”) maupun Calon Pegawai Negeri Sipil (“CPNS”) memiliki hak untuk memilih dalam Pemilu.
Selain itu, seorangPNS juga harus menerapkan asas netralitas, yaitu tidak berpihak dari segala bentuk pengaruh manapun dan tidak memihak kepada kepentingan siapapun. Dalam upaya menjaga netralitas ASN dari pengaruh partai politik, asas inilah yang berhubungan dengan larangan berpolitik PNS (dalam konteks terlibat dalam partai politik).
Jika berpolitik yang Anda maksud adalah terlibat dalam partai politik, maka sebagai seorang pegawai Aparatur Sipil Negara (termasuk PNS) menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negaradilarang menjadianggota dan/atau pengurus partai politik. Jika ada PNS yang menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik, maka akan diberhentikan tidak dengan hormat.
Larangan ini juga berlaku bagi CPNS, dimana CPNS akan diberhentikan dengan hormat bila menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik.
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Ulasan:
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Hak untuk Memilih
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang kami akses melalui Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, politik adalah :
(pengetahuan) mengenai ketatanegaraan atau kenegaraan (seperti tentang sistem pemerintahan, dasar pemerintahan);
segala urusan dan tindakan (kebijakan, siasat, dan sebagainya) mengenai pemerintahan negara atau terhadap negara lain;
cara bertindak (dalam menghadapi atau menangani suatu masalah); kebijakan.
Kami kurang menangkap berpolitik yang Anda maksud seperti apa. Jika berpolitik yang Anda maksud adalah ikut serta dalam pemilihan umum, perlu diketahui bahwa pada dasarnya semua warga negara mempunyai hak untuk memilih dalam pemilu, termasuk Pegawai Negeri Sipil (“PNS”), maupun Anda sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil (“CPNS”). Hal tersebut diatur pada Pasal 198 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (“UU 7/2017”):
Warga Negara Indonesia yang pada hari pemungutan suara sudah genap berumur 17 (tujuh belas) tahun atau lebih, sudah kawin, atau sudah pernah kawin mempunyai hak memilih.
Warga Negara Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didaftar 1 (satu) kali oleh Penyelenggara Pemilu dalam daftar Pemilih.
Warga Negara Indonesia yang telah dicabut hak politiknya oleh pengadilan tidak mempunyai hak memilih.
Pemilihan Umum (“Pemilu”) adalah sarana kedaulatan rakyat untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, anggota Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden, dan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.[1]
Itu artinya semua Warga Negara Indonesia termasuk yang berprofesi sebagai PNS maupun CPNS memiliki hak untuk memilih dalam Pemilu. Tentunya dalam Pemilu itu tetap menghormati prinsip bebas, rahasia, jujur, dan adil.
Terkait prinsip rahasia ini, sepanjang penelusuran kami, tidak ada ketentuan yang melarang pemilih memberitahukan pilihannya dalam Pemilu kepada orang lain. Yang berkewajiban menjaga kerahasiaan adalah perusahaan pencetak surat suara serta orang yang membantu pemilih disabilitas seperti yang diatur dalam pasal-pasal berikut:
Pasal 345 ayat (2) UU 7/2017:
Perusahaan pencetak surat suara wajib menjaga kerahasiaan, keamanan, dan keutuhan surat suara.
Pasal 356 ayat (1) dan (2) UU 7/2017:
Pemilih disabilitas netra, disabilitas fisik, dan yang mempunyai halangan fisik lainnya pada saat memberikan suaranya di Tempat Pemungutan Suara dapat dibantu oleh orang lain atas permintaan Pemilih.
Orang lain yang membantu Pemilih dalam memberikan suara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib merahasiakan pilihan Pemilih.
Pasal 364 ayat (1) dan (2) UU 7/2017:
Pemilih disabilitas netra, disabilitas fisik, dan yang mempunyai halangan fisik lainnya pada saat memberikan suaranya di Tempat Pemungutan Suara Luar Negeri dapat dibantu oleh orang lain atas permintaan pemilih.
Orang lain yang membantu Pemilih dalam memberikan suara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib merahasiakan pilihan Pemilih.
Jadi menjawab pertanyan Anda, jika berpolitik yang dimaksud adalah terlibat dalam Pemilu (memilih dalam Pemilu), maka pada dasarnya semua Warga Negara Indonesia termasuk yang berprofesi sebagai PNS maupun CPNS memiliki hak untuk memilih dalam Pemilu.
Kemudian, pada dasarnya tidak ada yang melarang seseorang untuk memberitahukan orang lain pilihan politiknya. Yang dilarang bagi PNS dan CPNS adalah ikut serta dalam partai politik sebagaimana akan dijelaskan lebih lanjut di bawah ini.
Larangan PNS dan CPNS Ikut Serta Dalam Partai Politik
Selain itu, sebagai seorang PNS juga harus menerapkan asas netralitas.[2] Yang dimaksud dengan “asas netralitas” adalah setiap Pegawai Aparatur Sipil Negara (“ASN”, termasuk PNS) tidak berpihak dari segala bentuk pengaruh manapun dan tidak memihak kepada kepentingan siapapun.[3] Asas inilah yang sehubungan dengan larangan berpolitik PNS dalam konteks larangan terlibat dalam partai politik.
Jika berpolitik yang Anda maksud adalah terlibat dalam partai politik, maka sebagai seorang pegawai ASN, PNS menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (“UU 5/2014”) harus bersifat netral yang artinya, PNS tidak berpihak dari segala bentuk pengaruh manapun dan tidak memihak kepada kepentingan siapapun. Selain itu, dalam upaya menjaganetralitasnya dari pengaruh partai politik dan untuk menjamin keutuhan, kekompakan, dan persatuan ASN, serta dapat memusatkan segala perhatian, pikiran, dan tenaga pada tugas yang dibebankan, ASNdilarang menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik.[4]
Jika ada PNS yang menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik, maka akan diberhentikan tidak dengan hormat.[5]
tidak menunjukkan kecakapan dalam melaksanakan tugas;
menunjukkan sikap dan budi pekerti yang tidak baik yang dapat mengganggu lingkungan pekejaan;
dijatuhi hukuman disiplin tingkat sedang;
menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik dan telah mengajukan surat permohonan berhenti secara tertulis kepada pejabat pembina kepegawaian; atau
1 (satu) bulan setelah diterimanya keputusan pengangkatan sebagai CPNS tidak melapor dan melaksanakan tugas, kecuali bukan karena kesalahan yang bersangkutan.
Hal senada juga dijelaskan dalam artikel Ini Larangan dan Sanksi Bagi PNS yang Terlibat Politik Praktis, menurut Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB), Asman Abnur, setiap pegawai ASN tidak berpihak dari segala pengaruh manapun dan tidak memihak kepada kepentingan siapapun. Lebih lanjut Asman Abnur mengatakan bahwa PNS dilarang melakukan perbuatan yang mengarah pada keberpihakan salah satu calon atau perbuatan yang mengindikasikan terlibat dalam politik praktis/berafiliasi dengan partai politik.
Demikian halnya dengan CPNS sebagaimana telah kami jelaskan di atas, CPNS akan diberhentikan dengan hormat bila menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik.