Apakah bisa perusahaan yang sedang mengalami pailit dibeli oleh perusahaan lain yang sejenis? Jika bisa, bagaimana status hukum dan hak karyawan perusahaan yang pailit tersebut?
DAFTAR ISI
INTISARI JAWABAN
Perlu diketahui bahwa saat perusahaan pailit, karyawan perusahaan tersebut bisa memutuskan hubungan kerja secara sepihak dan sebaliknya, kurator juga memiliki hak untuk memberhentikan karyawan tersebut.
Lantas, bagaimanakah perlindungan terhadap hak-hak karyawan jika terjadi pemutusan hubungan kerja karena perusahaan pailit?
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.
Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran kedua dari artikel dengan judul sama yang dibuat oleh Kris Lihardo Aksana, S.H. dan dipublikasikan pertama kali pada Rabu, 16 Desember 2020, kemudian pertama kali dimutakhirkan oleh Bernadetha Aurelia Oktavira, S.H. pada 29 September 2022.
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
Seputar Kepailitan Perusahaan
Sebelum menjawab hak karyawan dan status hukum saat perusahaan pailit, mari kenali arti pailit terlebih dahulu. Ketentuan Pasal 1 angka 1UU KPKPU mengartikan kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan debitur pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan hakim pengawas sebagaimana diatur dalam undang-undang.
Berdasarkan ketentuan pasal tersebut, apabila seseorang dan/atau badan hukum mengalami pailit, maka dalam hal pengurusan dan pemberesan harta dilakukan oleh kurator.
Lebih lanjut,kurator adalah Balai Harta Peninggalan atau orang perseorangan yang diangkat oleh pengadilan untuk mengurus dan membereskan harta debitur pailit di bawah pengawasan hakim pengawas sesuai dengan UU KPKPU.[1]
Hal tersebut tercermin dari ketentuan Pasal 104 UU KPKPU yang menerangkan hal berikut.
Berdasarkan persetujuan panitia kreditur sementara, kurator dapat melanjutkan usaha debitur yang dinyatakan pailit walaupun terhadap putusan pernyataan pailit tersebut diajukan kasasi atau peninjauan kembali.
Apabila dalam kepailitan tidak diangkat panitia kreditur, kurator memerlukan izin hakim pengawas untuk melanjutkan usaha.
Menurut pasal tersebut, kurator tetap bisa menjalankan usaha dari debitur pailit, tentunya apabila perusahaan yang pailit tersebut masih memungkinkan untuk beroperasi dan bisa membayar utang dari para kreditur.
Menjawab pertanyaan Anda mengenai bisa tidaknya perusahaan pailit dibeli oleh perusahaan lain yang sejenis, kami asumsikan bahwa pembelian yang Anda maksud berarti akuisisi atau pengambilalihan perusahaan, yaitu perbuatan hukum yang dilakukan oleh badan hukum atau orang perseorangan untuk mengambil alih saham perseroan yang mengakibatkan beralihnya pengendalian atas perseroan tersebut.[2]
Hal tersebut tidak diatur secara spesifik dalam UU KPKPU. Akan tetapi, dalam praktiknya akuisisi sebuah perusahaan pailit oleh perusahaan lain diperbolehkan dan umum terjadi.
Hal ini biasanya terjadi dalam proses pengajuan rencana perdamaian yang diajukan kepada para kreditur. Pencapaian terbesar dalam proses kepailitan adalah perdamaian antara debitur dan para kreditur.
Dalam hal ini, perdamaian bisa dicapai apabila debitur pailit bisa membuka jalan perdamaian kepada para kreditur. Salah satu skema perdamaian yang dapat ditawarkan kepada para kreditur adalah dengan masuknya perusahaan yang bertindak selaku investor yang akan mengambil alih perusahaan pailit tersebut, dan meyakinkan para kreditur bahwa perusahaan pailit tersebut dapat melanjutkan usahanya dan bahwa piutang-piutang mereka akan dilunasi.
Status dan Hak Karyawan saat Perusahaan Pailit
Dalam hal suatu perusahaan dinyatakan pailit, karyawan bisa memutuskan hubungan kerja secara sepihak dan sebaliknya kurator juga memiliki hak untuk memberhentikan karyawan tersebut dengan tetap berpedoman pada peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan.
Hal tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal 39 ayat (1) UU KPKPU dan penjelasannya, yang masuk dalam Bagian Kedua UU KPKPU tentang Akibat Kepailitan. Bunyi pasal tersebut adalah sebagai berikut.
Pekerja yang bekerja pada Debitor dapat memutuskan hubungan kerja, dan sebaliknya Kurator dapat memberhentikannya dengan mengindahkan jangka waktu menurut persetujuan atau ketentuan perundang-undangan yang berlaku, dengan pengertian bahwa hubungan kerja tersebut dapat diputuskan dengan pemberitahuan paling singkat 45 (empat lima) hari sebelumnya.
Hal ini juga telah ditegaskan dalam Pasal 81 angka 45 Perppu Cipta Kerja yang mengubah Pasal 154A ayat (1) huruf f UU Ketenagakerjaan yang menerangkan bahwa salah satu alasan terjadinya pemutusan hubungan kerja (“PHK”) adalah karena perusahaan pailit.
Namun, penting untuk dicatat bahwa dalam hal terjadi PHK, pengusaha wajib membayar uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima.[3]
Selain itu, status upah dan hak-hak karyawan lainnya yang belum dibayarkan dalam hal perusahaan dinyatakan pailit merupakan utang yang didahulukan pembayarannya, sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 81 angka 36 Perppu Cipta Kerjayang mengubahPasal 95 UU Ketenagakerjaan dengan ketentuan sebagai berikut.
Dalam hal perusahaan dinyatakan pailit atau dilikuidasi berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan, upah dan hak lainnya yang belum diterima oleh pekerja/buruh merupakan utang yang didahulukan pembayarannya.
Upah pekerja/buruh didahulukan pembayarannya sebelum pembayaran kepada semua kreditur.
Hak lainnya dari pekerja/buruh didahulukan pembayarannya atas semua kreditur kecuali para kreditur pemegang hak jaminan kebendaan.