Saya mau bertanya, apakah karyawan toko memiliki hak yang sama seperti pekerja/buruh? Baik dari upah maupun dari hari libur dan hak pekerja bila toko memberhentikan karyawannya? Sebab banyak karyawan toko yang kerap diperlakukan semena-mena oleh bosnya. Baik dari segi upah maupun hari libur dan bila karyawan diberhentikan. Kemudian karyawan toko itu haknya apa saja?
Daftar Isi
INTISARI JAWABAN
Karyawan toko dapat disamakan dengan pekerja/buruh sebagaimana dimaksud di dalam UU Ketenagakerjaan yaitu setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain. Karyawan toko juga berhak atas upah, hari libur, dan hak sesuai ketentuan jika di-PHK.
Namun demikian, apabila toko yang Anda maksud termasuk usaha mikro dan kecil, maka terdapat pengecualian mengenai ketentuan pengupahan terhadap pekerjanya. Bagaimana aturannya?
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.
ULASAN LENGKAP
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalanselengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
Untuk menjawab pertanyaan Anda mengenai apakah karyawan toko memiliki hak yang sama dengan pekerja/buruh, kami akan menjelaskan terlebih dahulu kriteria pekerja/buruh dan pengusaha yang tunduk pada ketentuan dalam UU Ketenagakerjaan.
Yang dimaksud dengan pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.[1]
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Pemberi kerja adalah orang perseorangan, pengusaha, badan hukum, atau badan-badan lainnya yang mempekerjakan tenaga kerja dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.[2]
orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri;
orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya;
orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud huruf a dan b yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia.
setiap bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang perseorangan, milik persekutuan, atau milik badan hukum, baik milik swasta maupun milik negara yang mempekerjakan pekerja/buruh dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain;
usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lain yang mempunyai pengurus dan mempekerjakan orang lain dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.
Kami asumsikan bahwa toko yang Anda maksud termasuk dalam usaha mikro dan kecil. Adapun yang dimaksud dengan usaha mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memiliki modal maksimal Rp1 miliar tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha atau memiliki hasil penjualan tahunan maksimal Rp2 miliar.[5]
Sedangkan usaha kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang merupakan anak perusahaan/bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memiliki modal usaha lebih dari Rp1 miliar sampai dengan maksimal Rp5 miliar tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha atau memiliki hasil penjualan lebih dari Rp2 miliar sampai dengan maksimal Rp15 miliar.[6]
Berdasarkan penjelasan di atas, maka pemilik toko dikategorikan sebagai pengusaha (usaha mikro dan kecil) dan karyawan toko sebagai pekerja. Di antara pengusaha dan pekerja tercipta hubungan kerja yaitu hubungan antara pengusaha sebagai pemberi kerja dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja yang memuat unsur pekerjaan, upah, dan perintah.[7]
Dengan demikian, UU Ketenagakerjaan yang sebagian telah diubah, dicabut, dan dimuat aturan baru oleh Perppu Cipta Kerjaberlaku bagi pekerja dan pengusaha usaha mikro dan kecil.
Adapun, yang dimaksud dengan perjanjian kerja adalah suatu perjanjian antara pekerja dan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja hak dan kewajiban kedua belah pihak.[8] Suatu perjanjian kerja dibuat berdasarkan:[9]
kesepakatan kedua belah pihak;
kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum;
adanya pekerjaan yang diperjanjikan; dan
pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Perlu diperhatikan bahwa perjanjian kerja ini dibuat secara tertulis atau lisan. Pada prinsipnya memang perjanjian kerja dibuat secara tertulis, namun melihat kondisi masyarakat yang beragam, maka dimungkinkan perjanjian kerja dibuat secara lisan.[10]
Hak Karyawan Toko atas Upah
Dalam hubungan kerja, harus ada pekerjaan tertentu sesuai perjanjian serta menimbulkan hak dan kewajiban antara pemberi kerja dan pekerja, salah satunya upah. Pemberi kerja wajib membayar upah dan pekerja berhak atas upah dari pekerjaan yang dilakukannya.
Terkait dengan upah, pada prinsipnya, pengusaha dilarang membayarkan upah pekerja lebih rendah dari upah minimum.[11] Namun, hal tersebut dikesampingkan bagi usaha mikro dan kecil sebagaimana diatur di dalam Pasal 81 angka 31 Perppu Cipta Kerja yang memuat baru Pasal 90B ayat (1) UU Ketenagakerjaan yang berbunyi:
Ketentuan upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88C ayat (1) dan ayat (2) dikecualikan bagi Usaha Mikro dan Kecil.
Yang dimaksud dengan ketentuan upah minimum di atas adalah upah minimum provinsi dan upah minimum kabupaten yang ditetapkan oleh gubernur.[12]
Adapun upah pada usaha mikro dan kecil ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara pengusaha dengan pekerja/buruh di perusahaan. Kesepakatan upah tersebut minimal sebesar persentase tertentu dari rata-rata konsumsi masyarakat berdasarkan data yang bersumber dari lembaga yang berwenang di bidang statistik.[13]
Lebih lanjut, Pasal 36 ayat (2) PP Pengupahandiatur bahwa kesepakatan upah antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan ketentuan:
paling sedikit sebesar 50% dari rata-rata konsumsi masyarakat di tingkat provinsi; dan
nilai upah yang disepakati paling sedikit 25% di atas garis kemiskinan di tingkat provinsi.
Hak Karyawan Toko atas Hari Libur
Adapun terkait dengan hari libur, karyawan toko berhak untuk tetap mendapatkan hari libur sebagaimana diatur di dalam Pasal 85 UU Ketenagakerjaan sebagai berikut:
Pekerja/buruh tidak wajib bekerja pada hari-hari libur resmi;
Pengusaha dapat mempekerjakan pekerja/buruh untuk bekerja pada hari-hari libur resmi apabila jenis dan sifat pekerjaan tersebut harus dilaksanakan atau dijalankan secara terus-menerus atau pada keadaan lain berdasarkan kesepakatan antara pekerja/buruh dengan pengusaha;
Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh yang melakukan pekerjaan pada hari libur resmi wajib membayar upah kerja lembur.
Selain ketentuan hari libur di atas, setiap pekerja juga berhak untuk mendapatkan waktu istirahat atau libur minimal 1 hari kerja untuk 6 hari kerja dalam 1 minggu dan berhak mendapatkan upah penuh.[14]
Pekerja yang diberhentikan atau dilakukan pemutusah hubungan kerja (PHK) oleh pengusaha (pemilik toko) memiliki hak sebagaimana diatur di dalam Pasal 81 angka 47 Perppu Cipta Kerja yang mengubah Pasal 156 ayat (1) UU Ketenagakerjaan, yang berbunyi:
Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja, pengusaha wajib membayar uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima.
[12] Pasal 81 angka 28 Perppu Cipta Kerja yang memuat baru Pasal 88C ayat (1) dan (2) UU Ketenagakerjaan
[13] Pasal 81 angka 31 Perppu Cipta Kerja yang memuat baru Pasal 90B ayat (2) dan (3) UU Ketenagakerjaan
[14] Pasal 81 angka 25 Perppu Cipta Kerja yang mengubah Pasal 79 ayat (2) huruf b UU Ketenagakerjaan dan Pasal 81 angka 26 Perppu Cipta Kerja yang mengubah Pasal 84 UU Ketenagakerjaan