Apa saja yang perlu diperhatikan dalam hal menerima jaminan pembayaran utang berupa gadai saham PT go public yang sudah tercatat di bursa efek? Jika debitur wanprestasi, lalu bagaimana eksekusi gadai saham?
DAFTAR ISI
INTISARI JAWABAN
Saham termasuk benda bergerak dan dapat diagunkan dengan gadai kecuali ditentukan lain dalam anggaran dasar perusahaan.
Khusus gadai saham perseroan terbatas terbuka, dilakukan dengan mekanisme tertentu. Lantas bagaimana mekanisme pelaksanaannya?
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.
ULASAN LENGKAP
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul Gadai Saham PT Go Public yang dibuat oleh Shanti Rachmadsyah, S.H.dan pertama kali dipublikasikan pada Selasa, 21 September 2010.
Sebelumnya patut Anda catat bahwa saham merupakan benda bergerak. Hal ini tertuang secara tegas dalam Pasal 60 ayat (1) UU PT yang menjelaskan bahwa:
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Saham merupakan benda bergerak dan memberikan hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 kepada pemiliknya.
Kemudian dalam Pasal 60 ayat (2) UU PT diatur saham dapat diagunkan dengan gadai atau jaminan fidusia sepanjang tidak ditentukan lain dalam anggaran dasar. Dengan demikian, secara hukum, saham dapat dijadikan jaminan baik dengan gadai atau jaminan fidusia.
Adapun menurut R. Subekti, jaminan yang ideal adalah jaminan yang memenuhi syarat:[1]
Yang dapat secara mudah membantu perolehan kredit itu oleh pihak yang memerlukan.
Yang tidak melemahkan potensi si pencari kredit untuk melakukan/meneruskan usahanya.
Yang memberikan kepastian kepada si pemberi kredit dalam arti bahwa barang jaminan setiap waktu tersedia untuk dieksekusi yaitu bila perlu dapat mudah diuangkan untuk melunasi utang si penerima kredit.
Gadai merupakan hak yang bersifat accessoir (tambahan), sehingga kedudukannya tergantung pada perjanjian pokoknya. Karenanya, perjanjian gadai tidak dapat berdiri sendiri tanpa perjanjian pokok, dalam hal ini contohnya perjanjian utang piutang.[2]
Gadai sendiri merupakan salah satu bentuk jaminan kebendaan, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1150 KUH Perdata, yang berbunyi:
Gadai adalah suatu hak yang diperoleh seorang berpiutang atas suatu barang bergerak, yang dijelaskan diserahkan kepadanya oleh seorang berutang atau oleh seorang lain atas namanya, dan yang memberikan kekuasaan kepada si berpiutang itu untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan dari pada orang-orang berpiutang lainnya; dengan kekecualian biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkan setelah barang itu digadaikan, biaya-biaya mana harus didahulukan.
Ketentuan tersebut memberikan hak didahulukan kepada pemegang hak gadai terhadap kreditur-kreditur lain atas piutangnya (droit de preference), artinya gadai juga memberikan kewenangan kepada kreditur pemegang gadai untuk mengambil pelunasan terlebih dahulu dari hasil penjualan melalui pelelangan umum atas barang-barang yang digadaikan setelah dikurangi biaya-biaya lelang dan biaya lainnya yang terkait dengan proses lelang.[3]
Prosedur Saham dalam Bursa yang Digadaikan
Berkaitan dengan saham yang diperdagangkan dan tercatat di bursa, Pasal 22 angka 17 UU 4/2023 yang mengubah Pasal 61 UU 8/1995 mengatur:
Efek dalam Penitipan Kolektif dapat dipinjamkan atau dijaminkan dengan memperhatikan prinsip kehati-hatian dan manajemen risiko.
Penitipan kolektif sendiri dilakukan melalui Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian,[4] dalam hal ini Kustodian Sentral Efek Indonesia (“KSEI”), sebagai pihak yang diberikan tanggung jawab untuk mencatat efek yang telah dititipkan oleh pemegang rekening efek.
Sejalan dengan ketentuan tersebut, dalam Lampiran Keputusan Direksi PT KSEI No. KEP-0013/DIR/KSEI/0612 dijelaskan bahwa pemegang rekening dapat mengagunkan efek dalam rekening efeknya sebagai agunan utang, dengan mengajukan permohonan agunan efek secara tertulis kepada KSEI.
Selanjutnya KSEI akan menerbitkan surat konfirmasi sebagai tanda bukti pencatatan agunan efek kepada pemegang rekening yang mengajukan pencatatan agunan dan penerima agunan.
Untuk pencatatan agunan efek untuk kepentingan debitur termasuk penerbitan surat konfirmasi sebagai tanda bukti pencatatan agunan efek kepada pemberi agunan dan penerima agunan, dilakukan oleh pemegang rekening efek selaku debitur.
Lebih lanjut, pemegang rekening harus mengajukan permohonan pembekuan/pemblokiran sejumlah efek yang diagunkan dalam sub rekening efek atas nama pemberi agunan kepada KSEI, disertai dengan salinan dokumen-dokumen pengajuan pencatatan agunan efek dari nasabah.
Eksekusi Saham yang Digadaikan
Adapun terkait eksekusi saham yang digadaikan, sepanjang penelusuran kami belum ada aturan khusus mengenai hal ini. Oleh karena itu, kreditur dapat melakukan eksekusi saham berdasarkan Pasal 1155 KUH Perdata dengan melelangnya di pasar modal melalui perantara dua orang makelar yang ahli dalam perdagangan barang-barang tersebut, atau berdasarkan Pasal 1156 KUH Perdata yaitu dengan mengajukan permohonan kepada pengadilan.
Terdapat beberapa contoh kasus eksekusi gadai saham perseroan terbuka, sebagaimana yang diputus dalam Putusan MA No. 240 PK/Pdt/2006 dan Putusan MA No. 115 PK/Pdt/2007 terkait pengalihan saham yang digadaikan, di mana keduanya memiliki putusan yang berbanding terbalik, sementara kedua perkara tersebut memiliki substansi permasalahan yang sama dan hanya berbeda subjeknya.[5]
Dalam Putusan MA No. 240 PK/Pdt/2006, tergugat diputus telah melakukan perbuatan melawan hukum atas dilakukannya eksekusi gadai saham. Sebab pemberitahuan perpanjangan jangka waktu gadai saham merupakan permintaan perpanjangan secara sepihak karena tidak pernah disetujui, sehingga tidak mengikat. [6]
Sedangkan pada Putusan MA No. 115 PK/Pdt/2007 menyatakan eksekusi gadai saham adalah tepat dan sah demi hukum. Perpanjangan waktu gadai tidak memerlukan persetujuan pemberi gadai, melainkan dapat dilakukan hanya dengan pemberitahuan oleh pemegang gadai kepada penerima gadai.[7]
Hal tersebut dari perjanjian gadai saham yang berbunyiperjanjian gadai ini tunduk pada pengakhiran sebelum berakhirnya jangka waktunya atau suatu perpanjangan jangka waktu yang dengan ini diadakan atas pilihan dari penerima gadai pada setiap saat setelah disampaikannya pemberitahuan kepada pemberi gadai.[8]
Lebih lanjut, pada Putusan MA No. 240 PK/Pdt/2006, hak untuk melakukan eksekusi gadai ada pada pihak pemegang gadai selama perjanjian gadai itu masih berlaku, sehingga dengan berakhirnya masa berlaku perpanjangan gadai dalam perkara tersebut, maka hak untuk mengeksekusi demi hukum berakhir juga. Sedangkan pada Putusan MA No. 115 PK/Pdt/2007 berpendapat bahwa perjanjian gadai saham akan berlaku terus dengan sistem diperpanjangan selama utang belum lunas.[9]
Terakhir, pada Putusan MA No. 240 PK/Pdt/2006 berpendapat bahwa eksekusi gadai saham tidak dapat dilakukan dengan penjualan di bawah tangan karena bertentangan dengan ketentuan Pasal 1155 KUH Perdata yang mengatur bahwa eksekusi barang gadai wajib dilakukan dengan dijual di muka umum atau dengan cara lelang, agar debitur tidak dirugikan. Sebaliknya pada Putusan MA No. 115 PK/Pdt/2007 berpendapat bahwa ketentuan mengenai eksekusi barang gadai wajib dilakukan dengan dijual di muka umum atau dengan cara lelang dapat disimpangi.[10]