Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Pariwisata
Sebelum masuk ke pariwisata halal, kita terlebih dahulu harus mengetahui yang dimaksud dengan pariwisata.
Pasal 1 angka 3Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan (“UU 10/2009”) mendefiniskan pariwisata sebagai berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, Pemerintah, dan Pemerintah Daerah.
Sedangkan yang dimaksud dengan wisata adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi, pengembangan pribadi, atau mempelajari keunikan daya tarik wisata yang dikunjungi dalam jangka waktu sementara.[1]
Kepariwisataan berfungsi memenuhi kebutuhan jasmani, rohani, dan intelektual setiap wisatawan dengan rekreasi dan perjalanan serta meningkatkan pendapatan negara untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat.[2]
Pariwisata Halal sebagai Bentuk Rencana Kepariwisataan NTB
Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah mengatur dan mengelola urusan kepariwisataan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.[3]
Pembangunan kepariwisataan dilakukan berdasarkan asas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 UU 10/2009 (antara lain asas manfaat, kekeluargaan, kelesetarian, dan demokratis) yang diwujudkan melalui pelaksanaan rencana pembangunan kepariwisataan dengan memperhatikan keanekaragaman, keunikan, dan kekhasan budaya dan alam, serta kebutuhan manusia untuk berwisata.[4]
Pembangunan kepariwisataan dilakukan berdasarkan rencana induk pembangunan kepariwisataan yang terdiri atas rencana induk pembangunan kepariwisataan nasional, rencana induk pembangunan kepariwisataan provinsi, dan rencana induk pembangunan kepariwisataan kabupaten/kota. Rencana induk pembangunan kepariwisataan nasional diatur dengan Peraturan Pemerintah. Sedangkan rencana induk pembangunan kepariwisataan provinsi diatur dengan Peraturan Daerah provinsi dan pembangunan kepariwisataan diatur dengan Peraturan Daerah kabupaten/kota.[6]
Itu artinya, sebuah daerah dalam membangun kepariwisataannya dapat dilakukan melalui rencana induk pembangunan kepariwisataan dan diatur dalam peraturan daerahnya masing-masing.
Pariwisata halal adalah kegiatan kunjungan wisata dengan destinasi dan industri pariwisata yang menyiapkan fasilitas produk, pelayanan, dan pengelolaan pariwisata yang memenuhi syari'ah.[8] Pariwisata halal merupakan konsep yang mengintegrasikan nilai-nilai syariah ke dalam kegiatan pariwisata dengan menyediakan fasilitas dan pelayanan yang sesuai dengan ketentuan syariah.[9]
Dalam Perda Provinsi NTB 2/2016 ada 2 (dua) jenis industri pariwisata, yaitu industri pariwisata konvensional dan industri pariwisata halal.
Industri Pariwisata Konvensional
Industri pariwisata konvensional adalah usaha-usaha wisata yang menjual jasa dan produk kepariwisataan yang tidak berpatokan pada prinsip-prinsip syari’ah.[10]
Industri pariwisata konvensional wajib menyediakan:[11]
arah kiblat di kamar hotel;
informasi masjid terdekat;
tempat ibadah bagi wisatawan dan karyawan muslim;
keterangan tentang produk halal/tidak halal;
tempat berwudhu yang terpisah antara laki-laki dan perempuan;
sarana pendukung untuk melaksanakan sholat; dan
tempat urinoir yang terpisah antara laki-laki dan perempuan dan memudahkan untuk bersuci.
Industri Pariwisata Halal
Sedangkan industri pariwisata halal adalah usaha-usaha wisata yang menjual jasa dan produk kepariwisataan yang berpatokan pada prinsip-prinsip syari’ah sebagaimana yang ditetapkan oleh Dewan Syariah Nasional Majenis Ulama Indonesia (“DSN-MUI”).[12]
DSN-MUI adalah bagian dari struktur kelembagaan MUI yang bertindak sebagai lembaga sertifikasi di bidang usaha pariwisata syariah.[13]
Akomodasi adalah segala bentuk hotel bintang dan nonbintang.[15]
Usaha penyediaan akomodasi adalah usaha yang menyediakan pelayanan penginapan yang dapat dilengkapi dengan pelayanan pariwisata lainnya dapat berupa; hotel, vila, pondok wisata, bumi perkemahan, persinggahan karavan, dan akomodasi lainnya yang digunakan untuk tujuan pariwisata.[16]
Pada akomodasi, pengaplikasian pariwisata halal harus memiliki akomodasi sesuai standar syariah (setelah memperoleh sertifikasi dari DSN-MUI yang memenuhi penilaian kesesuaian kriteria Usaha Hotel Syariah)[17], meliputi aspek:[18]
produk;
pelayanan; dan
pengelolaan.
Tetapi dalam hal standar syariah belum terpenuhi, maka akomodasi paling sedikit memenuhi hal-hal sebagai berikut:[19]
tersedia fasilitas yang layak untuk bersuci;
tersedia fasilitas yang memudahkan untuk beribadah;
tersedia makanan dan minuman halal;
fasilitas dan suasana yang aman, nyaman dan kondusif untuk keluarga dan bisnis; dan
terjaga kebersihan sanitasi dan lingkungan
Biro perjalanan;
Biro perjalan wisata merupakan usaha jasa pramuwisata yakni usaha yang menyediakan dan/atau mengoordinasikan tenaga pemandu wisata untuk memenuhi kebutuhan wisatawan dan/atau kebutuhan biro perjalan wisata.[20]
Setiap pengelola biro perjalanan pariwisata halal wajib:[21]
memahami pengelolaan destinasi Pariwisata Halal;
menyediakan informasi tentang paket Pariwisata Halal dan perilaku wisatawan (code of conduct) pada destinasi pariwisata halal; dan
menyelenggarakan paket perjalanan wisata yang sesuai dengan kriteria Pariwisata Halal berdasarkan Prosedur Operasional Standar (SOP) yang mengacu ketentuan DSN-MUI.
Setiap pramuwisata pada biro perjalanan pariwisata halal harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:[22]
memahami dan mampu melaksanakan nilai-nilai syariah dalam menjalankan tugas;
berakhlak baik, komunikatif, ramah, jujur dan bertanggung jawab;
berpenampilan sopan sesuai dengan nilai dan etika Islami; dan
memberikan nilai-nilai Islami selama dalam perjalanan wisata.
Restoran (Penyedia Makanan dan Minuman);
Restoran merupakan salah satu penyedia makanan dan minuman dalam pariwisata halal. penyedia makanan dan minuman dalam pariwisata halal meliputi restoran, bar (kedai), kafe, dan jasa boga.[23] Penyedia makanan dan minuman bersertifikasi halal wajib menjamin kehalalan makanan/minuman yang disajikan, mulai dari penyediaan bahan baku sampai proses penyajian yang dibuktikan dengan sertifikat halal, sesuai standard yang ditetapkan DSN-MUI.[24]
Dalam hal sertifikat halal belum terpenuhi, setiap penyedia makanan dan minuman harus mencantumkan tulisan halal/nonhalal pada setiap jenis makanan/minuman dan terjaga lingkungan yang sehat dan bersih.[25]
SPA;
Usaha SPA atau usaha salus per aquan adalah usaha perawatan yang memberikan layanan dengan metode kombinasi terapi air, terapi aroma, pijat, rempah-rempah, layanan makanan dan minuman sehat, dan olah aktivitas fisik dengan tujuan menyeimbangkan jiwa dan raga dengan tetap memperhatikan tradisi dan budaya bangsa Indonesia.[26]
Setiap pengusaha SPA, sauna dan griya pijat (massage) halal menyediakan:[27]
ruangan perawatan untuk pria dan wanita yang terpisah;
terapi pikiran (mind therapy) dan terapi olah fisik tidak mengarah pada pelanggaran syari’ah;
terapis pria khusus untuk pria dan terapis wanita khusus untuk wanita; dan
sarana yang memudahkan untuk sholat.
Setiap pengusaha SPA, sauna dan griya pijat halal wajib menggunakan produk berlogo halal resmi, antara lain:[28]
bahan rempah;
lulur;
masker;
aroma terapi; dan
bahan-bahan perawatan wajah, rambut, tangan dan kuku.
Pengelolaan industri pariwisata halal mengikuti ketentuan yang ditetapkan oleh DSN-MUI.[29]