Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Definisi Makar
Makar merupakan kata yang digunakan untuk menterjemahkan kata
aanslag dalam
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”) Belanda yaitu
Wetboek van Strafrecht (WvS).
Makar menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia yang kami akses melalui Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia adalah:
akal busuk; tipu muslihat;
perbuatan (usaha) dengan maksud hendak menyerang atau membunuh orang dan sebagainya;
perbuatan (usaha) menjatuhkan pemerintah yang sah.
Makar atau aanslag dalam KUHP didefinisikan sebagai penyerangan.
Perbuatan yang Tergolong Makar
Makar atau aanslag di antaranya diatur dalam Pasal 104, Pasal 105, dan Pasal 107 KUHP, yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 104 KUHP
Makar (aanslag) yang dilakukan dengan niat hendak membunuh Presiden atau wakil Presiden atau dengan maksud hendak merampas kemerdekaannya atau hendak menjadikan mereka itu tiada cakap memerintah, dihukum mati atau penjara seumur hidup atau penjara sementara paling lama dua puluh tahun.
Pasal 106 KUHP
Makar (aanslag) yang dilakukan dengan niat hendak menaklukkan daerah negara sama sekali atau sebahagiannya ke bawah pemerintahan asing atau dengan maksud hendak memisahkan sebagian dari daerah itu, dihukum penjara seumur hidup atau penjara sementara selama-lamanya dua puluh tahun.
Pasal 107 KUHP
Makar (aanslag) yang dilakukan dengan niat menggulingkan pemerintahan (omwenteling), dihukum penjara paling lama lima belas tahun.
Pemimpin dan pengatur makar dimaksudkan dalam ayat pertama, dihukum penjara seumur hidup atau penjara sementara selama-lamanya dua puluh tahun.
Menjawab pertanyaan Anda mengenai apakah menghasut orang lain untuk menggulingkan pemerintahan dapat dipidana karena makar? Kapan seseorang dapat dikatakan melakukan makar? Bentuk tindak pidana yang tepat dalam konteks untuk menggulingkan pemerintahan kita dapat merujuk pada Pasal 107 KUHP. Perlu diketahui bahwa bentuk perbuatan tersebut (menggulingkan pemerintahan yang Anda maksud) tidak dapat serta-merta langsung dikatakan telah melakukan aanslag atau makar, perlu pembuktian pemenuhan unsur-unsur pidananya.
Dalam kasus Anda, seseorang dapat dikatakan makar apabila:
Adanya Perbuatan-Perbuatan Pelaksanaan
R. Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal (hal. 109) menjelaskan bahwa tentang aanslag (makar, penyerangan) dapat merujuk catatan pada Pasal 87 dan Pasal 104 KUHP.
Lebih lanjut R. Soesilo (hal. 97) menjelaskan bahwa perbutan-perbuatan persiapan tidak masuk dalam pengertian makar. Yang masuk dalam pengertian aanslag hanyalah perbuatan-perbuatan pelaksanaan. Pengertian tentang perbuatan persiapan dan perbuatan pelaksanaan sebagaimana diatur dalam Pasal 53 KUHP (percobaan tindak pidana).
Soesilo (hal. 108) menjelaskan aanslag itu biasanya dilakukan dengan perbuatan kekerasan. Apabila orang baru melakukan perbuatan persiapan (voorbereidings-handeling) saja ia belum dapat dihukum. Supaya dapat dihukum ia harus sudah memulai melalukan perbuatan pelaksanaan (uitvoerinfshandeling). Untuk aanslag ini tidak perlu harus ada perencanaan lebih dahulu, sudah cukup apabila unsur sengaja telah ada.
Dengan Kekerasan (Penyerangan Fisik)
Mengenai penyerangan, maksud dari penyerangan ini adalah untuk menggulingkan (omwenteling) pemerintahan. Yang dimaksud dengan menggulingkan pemerintahan yaitu merusak atau mengganti dengan cara yang tidak sah susunan pemerintahan yang berdasarkan pada Undang-Undang Dasar sebagaimana lebih lanjut diatur dalam Pasal 88 bis KUHP, demikan yang dikatakan oleh R. Soesilo perihal Pasal 107 KUHP (hal. 109).
Jadi, aanslag atau makar dalam rumusan delik ini adalah penggantian pemerintahan dengan cara yang tidak sah yang tidak berdasarkan saluran yang ditetapkan dalam undang-undang. Oleh karena itu, tindak pidana makar dalam kasus Anda baru dapat dikenakan pidana apabila memenuhi syarat yang diatur dalam catatan pada Pasal 87 KUHP dan Pasal 104 KUHP. Pasal 87 KUHP menegaskan bahwa tindak pidana makar baru dianggap terjadi apabila telah dimulainya perbuatan-perbuatan pelaksanaan dari si pembuat makar (penyerangan). Selain itu suatu perbuatan dapat dikatakan sebagai makar atau aanslag apabila dilakukan dengan kekerasan.
Pidana Penghasutan
Jadi berdasarkan penjelasan di atas perbuatan menghasut sebagaimana yang Anda sebutkan tidak dapat dikatakan sebagai aanslag atau makar. Tapi menurut hemat kami, perbuatan menghasut tersebut dapat dijerat dengan Pasal 160 KUHP, yakni:
Barang siapa di muka umum dengan lisan atau dengan tulisan menghasut supaya melakukan sesuatu perbuatan yang dapat dihukum, melawan pada kekuasaan umum dengan kekerasan atau supaya jangan mau menurut peraturan undang-undang atau perintah yang sah yang diberikan menurut peraturan undang-undang, dihukum penjara paling lama enam tahun atau denda paling banyak Rp 4,5 juta.[1]
R. Soesilo (hal. 137) menjelaskan bahwa orang hanya dapat dihukum apabila hasutan itu dilakukan di tempat umum, tempat yang didatangi publik atau di mana publik dapat mendengar. Maksud hasutan itu harus ditujukan supaya:
dilakukan sesuatu peristiwa pidana (pelanggaran atau kejahatan) - semua perbuatan yang diancam dengan hukuman;
melawan pada kekuasaan umum dengan kekerasan - yang diartikan dengan kekuasaan umum yaitu semua orang yang ditugaskan menjalankan kekuasaan pemerintah, di mana termasuk semua bagian dari organisasi pemerintah pusat atau daerah;
jangan mau menurut peraturan undang-undangan – yang diartikan dengan peraturan undang-undang yaitu semua peraturan yang dibuat oleh kekuasaan legislatif, baik dari pemerintah pusat maupun daerah;
jangan mau menurut perintah yang sah yang diberikan menurut undang-undang. Perintah itu harus sah dan diberikan menurut undang-undang, jadi kalau diberikan oleh pembesar yang tidak berhak untuk memberikan perintah itu, maka tidak termasuk dalam pasal ini.
Hal senada juga disampaikan oleh Arsil, peneliti senior di Lembaga Kajian dan Advokasi Independensi Peradilan (LeIP), perbuatan menghasut orang lain untuk melakukan makar dengan maksud menggulingkan pemerintah yang sah dapat dikenakan Pasal 160 KUHP. Penghasutan tersebut untuk menghasut melawan penguasa yang sah dengan kekerasan dan tindak pidana lainnya, jadi termasuk menghasut untuk melakukan penyerangan. Kalau penyerangannya sendiri tujuannya untuk menggulingkan pemerintah yang sah berarti menghasut untuk menggulingkan pemerintah. Lebih lanjut Arsil menjelaskan bahwa si penghasut tidak bisa dikenakan pasal-pasal tentang makar terlebih pasal makar dengan maksud menggulingkan pemerintah yang sah sebagaimana diatur dalam Pasal 107 KUHP, kalau dia sendiri tidak terlibat dalam penyerangannya. Perlu dicatat bahwa Pasal 160 KUHP ini sudah diuji materil ke Mahkamah Konstitusi (MK). Oleh MK pasal ini dinyatakan konstitusional sepanjang dibaca sebagai delik materil. Artinya dalam konteks penghasutan, si penghasut dapat dipidana apabila perbuatan yang diharapkan terjadi oleh penghasut tersebut benar-benar terjadi.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
Referensi:
R. Soesilo. 1991. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. Bogor: Politeia.
Catatan:
Kami telah melakukan wawancara dengan Arsil, peneliti senior di Lembaga Kajian dan Advokasi Independensi Peradilan (LeIP) via WhatsApp pukul 12.22 WIB.