Di manakah alamat Pusat Mediasi Nasional dan/atau Indonesian Institute for Conflict Transformation? Apakah orang yang telah memiliki izin sebagai Mediator dapat menjadi Pengacara di Pengadilan atas salah satu orang/pihak yang dimediasikan tersebut, apabila tidak terjadi perdamaian? Apakah bertentangan orang yang telah mendapatkan izin advokat menurut Undang-Undang Advokat tetapi juga mempunyai izin sebagai Mediator? Atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.
1.Informasi mengenai alamat The Indonesian Mediation Center atau Pusat Mediasi Nasional dapat Anda lihat pada situs resmi Pusat Mediasi Nasional yaitu www.pmn.or.id, yang mencantumkan alamatnya sebagai berikut:
-Komplek Wijaya Graha Puri Blok F 64 – 65, Jl. Wijaya II, Kebayoran Baru Jakarta 12160 Indonesia
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Sedangkan, Indonesian Institute for Conflict Transformation beralamat di:
-Jl. Tulodong B-6, Senayan, Kebayoran Baru Jakarta 12190 Indonesia
2.Pasal 24 Peraturan Mahkamah Agung No. 01 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan (“PERMA 01/2008”) menyatakan:
(2) Mahkamah Agung menetapkan pedoman perilaku mediator.
Berdasarkan ketentuan tersebut seorang mediator wajib menaati Pedoman Perilaku Mediator yang ditetapkan oleh Mahkamah Agung. Pada 11 Februari 2010, Ketua Mahkamah Agung telah menetapkan Pedoman Perilaku Mediator yang dalam Pasal 6 ayat (3) menyatakan:
“Seorang mediator yang berpotensi sebagai advokat dan rekan pada firma hukum yang sama dilarang menjadi penasehat hukum salah satu pihak dalam sengketa yang sedang ditangani baik selama maupun sesudah proses mediasi.“
Oleh karena itu, mendasarkan pada ketentuan tersebut seorang mediator dilarang untuk menjadi penasihat hukum (advokat) dari salah satu pihak yang bersengketa dalam mediasi.
3.Tidak ada suatu ketentuan dalam UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat (“UU Advokat”) yang melarang seorang advokat untuk juga memiliki sertifikat akreditasi sebagai mediator.
Selain itu, jika melihat pada ketentuan Pasal 8 ayat (1) PERMA 01/2008 yang menyatakan:
“Para pihak berhak memilih mediator di antara pilihan-pilihan berikut:
a.Hakim bukan pemeriksa perkara pada pengadilan yang bersangkutan;
b.Advokat atau akademisi hukum;
c.Profesi bukan hukum yang dianggap para pihak menguasai atau berpengalamandalam pokok sengketa;
d.Hakim majelis pemeriksa perkara;
e.Gabungan antara mediator yang disebut dalam butir a dan d, atau gabungan butir bdan d, atau gabungan butir c dan d.”
Dengan demikian, seorang advokat juga diperbolehkan untuk menjadi seorang mediator, namun tidak dalam perkara yang sama(Lihat Pasal 6 ayat [3] Pedoman Perilaku Mediator). Karena itu, menurut hemat kami, selama ketentuan Pasal 6 ayat (3) Pedoman Perilaku Mediator tidak dilanggar, tidak akan ada konflik kepentingan yang ditimbulkan dari seorang advokat yang juga adalah mediator.