Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Perjanjian dalam Pekerjaan Outsourcing
Secara umum, jika bekerja pada perusahaan melalui sistem outsourcing, berarti ada dua perjanjian yang wajib dibuat dalam posisi tersebut.
Perjanjian pertama adalah perjanjian tertulis antara perusahaan outsourcing dengan perusahaan Anda bekerja mengenai perjanjian penyediaan jasa pekerja/buruh.
Pekerja/buruh dari perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh tidak boleh digunakan oleh pemberi kerja untuk melaksanakan kegiatan pokok atau kegiatan yang berhubungan langsung dengan proses produksi, kecuali untuk kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi.
Perusahaan outsourcing adalah perusahaan penyedia tenaga kerja dan perusahaan lainnya adalah pemakai pekerja saja. Perusahaan outsourcing menerima pembayaran dari perusahaan pemakai.
Pembayaran tersebut akan dipakai juga sebagian untuk membayar pekerja outsourcing, sesuai dengan perjanjian kerja masing-masing.
Perjanjian yang kedua adalah perjanjian tertulis antara perusahaan outsourcing dengan para pekerja mengenai syarat-syarat kerja. Artinya, walaupun pekerja bekerja di perusahaan pemakai, yang membayar gajinya adalah perusahaan outsourcing.
Lazimnya dalam hubungan kerja, yang membayar gaji adalah pihak yang memberi pekerjaan. Namun dalam hal ini ada kekhususan, yaitu pekerja bekerja di suatu perusahaaan, namun yang membayarnya adalah perusahaan awal yang merekrutnya menjadi pekerja.
Hubungan kerja dalam pelaksanaan pekerjaan
outsourcing diatur dalam
perjanjian kerja secara tertulis antara perusahaan lain (perusahaan penyedia) dan pekerja/buruh yang dipekerjakannya. Hubungan ini dapat didasarkan pada perjanjian kerja waktu tidak tertentu (“PKWTT”) atau perjanjian kerja waktu tertentu (“PKWT”) yang memenuhi persyaratan dalam
Pasal 59 UU Ketenagakerjaan.
[1]
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 27/PUU-IX/2011 kemudian menyatakan bahwa frasa PKWT dalam ketentuan di atas bertentangan dengan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang dalam perjanjian kerja tersebut tidak disyaratkan adanya pengalihan perlindungan hak-hak pekerja/buruh yang objek kerjanya tetap ada, walaupun terjadi pergantian perusahaan yang melaksanakan sebagian pekerjaan borongan dari perusahaan lain atau perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh.
Apabila Anda memenuhi syarat PKWT, sesuai juga dengan Pasal 57 ayat (1) UU Ketenagakerjaan, perjanjian kerja tersebut wajib dibuat secara tertulis, berbahasa Indonesia, dan menggunakan huruf latin.
Pun demikian jika perjanjian kerja outsourcing berupa PKWTT, yang pada dasarnya harus tertulis. Dengan demikian, si pekerja akan terlindung dari penipuan.
Jika Akta Kelahiran Ditahan
Menurut hemat kami, status Anda yang telah bekerja melalui sistem outsourcing walau belum menandatangani perjanjian tertulis adalah hal yang fatal dan bertentangan dengan hukum.
Karena Anda belum menandatangani perjanjian apapun, Anda berhak meminta kembali jaminan Anda yang ditahan tersebut. Anda juga berhak menolak jika ada permintaan uang untuk membayar ganti rugi.
Pertama-tama, hendaklah masalah tersebut Anda selesaikan dengan cara musyawarah. Selain dapat memperoleh kembali akta kelahiran Anda, bukan tidak mungkin suatu saat perusahaan yang sama dapat membantu Anda menemukan pekerjaan lain.
Jika perusahaan tetap bersikukuh untuk menolak mengembalikan akta kelahiran Anda dan tetap meminta uang, ada dua langkah yang dapat Anda tempuh.
Pertama, melaporkan pelanggaran ketenagakerjaan oleh perusahaan kepada Dinas Tenaga Kerja setempat. Sebagai perusahaan outsourcing, mereka telah mempekerjakan pekerja tanpa adanya perjanjian tertulis sebagaimana disyaratkan Pasal 66 ayat (2) huruf b UU Ketenagakerjaan.
Kedua, melaporkan perusahaan kepada pihak kepolisian. Anda dapat membuat laporan atas dugaan
tindak pidana pemerasan, sebagaimana diatur dalam
Pasal 368 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, yang berbunyi:
Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa seorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memberikan barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya membuat hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena pemerasan, dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.
Dalam hal ini, perusahaan telah memaksa Anda untuk menyerahkan uang sebesar Rp2,5 juta sebagai ganti pengembalian akta kelahiran. Padahal hal itu tidak ada dalam perjanjian, karena perjanjian kerja tertulis belum ada.
Demikian jawaban kami, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
Putusan:
[1] Pasal 66 ayat (2) huruf b UU Ketenagakerjaan