KlinikBerita
New
Hukumonline Stream
Data PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Bunyi Pasal 344 KUHP tentang Eutanasia

Share
Pidana

Bunyi Pasal 344 KUHP tentang Eutanasia

Bunyi Pasal 344 KUHP tentang Eutanasia
Renata Christha Auli, S.H.Si Pokrol

Bacaan 10 Menit

Article Klinik

PERTANYAAN

Apa bunyi Pasal 344 KUHP? Apakah benar Pasal 344 KUHP mengatur tentang euthanasia? Jika benar, apa bunyi Pasal 344 KUHP?

Daftar Isi

    INTISARI JAWABAN

    Euthanasia berasal dari kata eu yang artinya baik, dan thanatos yang artinya mati. Eutanasia dapat diartikan sebagai good death, easy death, dan sering juga disebut mercy killing. Dalam Pasal 344 KUHP lama dan Pasal 461 UU 1/2023 tentang KUHP baru, kedua ketentuan ini mengatur tindak pidana yang dikenal dengan eutanasia aktif.

    Lantas, apa ancaman pidana bagi orang yang melakukan eutanasia aktif?

     

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

     

    KLINIK TERKAIT

    Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama dan UU 1/2023 tentang KUHP yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 2023.

     

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

     

    Apa itu Eutanasia?

    Pada dasarnya, euthanasia atau eutanasia berasal dari kata eu yang artinya baik, dan thanatos yang artinya mati. Eutanasia dapat diartikan sebagai good death, easy death, dan sering juga disebut mercy killing.[1]

    Secara umum, eutanasia adalah tindakan mengakhiri hidup seseorang atas dasar kasihan karena menderita penyakit, kecideraan, atau ketidakberdayaan yang tidak mempunyai harapan lagi untuk sembuh. Eutanasia jenis ini mirip dengan tujuan perawatan paliatif, yaitu untuk mengurangi penderitaan.

    Sedangkan dilihat dari cara melakukannya, dikenal dua macam eutanasia, yaitu eutanasia aktif jika dokter malakukan positive act yang secara langsung menyebabkan kematian, dan eutanasia pasif jika dokter melakukan negative act yang artinya tidak melakukan apa-apa yang secara tidak langsung menyebabkan kematian.

    Adapun dilihat dari orang yang membuat keputusan, eutanasia dibagi menjadi voluntary euthanasia, jika yang membuat keputusan adalah orang yang sakit dan involuntary euthanasia, jika yang membuat keputusan adalah orang lain seperti pihak keluarga atau dokter karena pasien mengalami keadaan tidak sadar (koma medis).[2]

     

    Isi Pasal 344 KUHP

    Menjawab pertanyaan Anda, dalam ketentuan hukum pidana di Indonesia tidak dikenal istilah eutanasia. Walau demikian, Pasal 344 KUHP lama yang saat artikel ini diterbitkan masih berlaku, mengatur hal berikut:

    Barang siapa merampas nyawa orang lain atas permintaan orang itu sendiri yang jelas dinyatakan dengan kesungguhan hati, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.

     

    Unsur Pasal 344 KUHP

    Dari bunyi Pasal 344 KUHP, pasal tersebut melarang adanya eutanasia aktif yaitu suatu tindakan yang positif dari dokter untuk mempercepat terjadinya kematian. Untuk dapat memenuhi unsur yang terdapat dalam Pasal 344 KUHP ini tidaklah mudah karena unsur “permintaan sendiri yang jelas dinyatakan dengan kesungguhan hati” dengan kondisi pasien yang lama dalam keadaaan in a persistent vegetative state, sehingga ia tidak dapat berkomunikasi.[3]

    Lebih lanjut, dalam pasal tersebut kalimat “permintaan sendiri yang jelas dinyatakan dengan kesungguhan hati” harus disebutkan dengan nyata dan sungguh-sungguh, jika tidak, maka orang itu dikenakan pasal pembunuhan biasa, dan haruslah mendapatkan perhatian karena unsur inilah yang akan menentukan apakah orang yang melakukannya dapat dipidana berdasarkan Pasal 344 KUHP atau tidak. Agar unsur ini tidak disalahgunakan, maka dalam menentukan benar tidaknya seseorang telah melakukan pembunuhan karena kasihan, unsur permintaan yang tegas dan unsur sungguh-sungguh harus dapat dibuktikan baik dengan adanya saksi ataupun oleh alat-alat bukti lainnya.[4]

    Kemudian, menurut Kode Etik Kedokteran Indonesia dalam Pasal 11 menegaskan, bahwa “Setiap dokter wajib senantiasa mengingat kewajiban dirinya melindungi hidup makhluk insani”. Jadi, apapun alasan dokter maupun ahli medis, tidak boleh melakukan tindakan eutanasia. Karena tugas utama dokter adalah untuk menyelamatkan jiwa manusia dan bukan untuk mengakhirinya.

     

    Bunyi Pasal 461 UU 1/2023

    Selain diatur dalam KUHP lama, pasal eutanasia aktif juga diatur dalam Pasal 461 UU 1/2023 tentang KUHP baru yang berlaku 3 tahun sejak tanggal diundangkan,[5] yaitu tahun 2026, sebagai berikut:

    Setiap Orang yang merampas nyawa orang lain atas permintaan orang itu sendiri yang jelas dinyatakan dengan kesungguhan hati, dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun.

     

    Penjelasan Pasal 461 UU 1/2023

    Kemudian, berdasarkan Penjelasan Pasal 461 UU 1/2023, ketentuan ini mengatur tindak pidana yang dikenal dengan eutanasia aktif. Meskipun eutanasia aktif dilakukan atas permintaan orang yang bersangkutan yang dinyatakan dengan kesungguhan hati, namun perbuatan tersebut tetap diancam dengan pidana. Hal ini berdasarkan suatu pertimbangan karena perbuatan tersebut dinilai bertentangan dengan moral agama.

    Di samping itu juga untuk mencegah kemungkinan yang tidak dikehendaki, misalnya, oleh pelaku tindak pidana justru diciptakan suatu keadaan yang sedemikian rupa sehingga timbul permintaan untuk merampas nyawa dari yang bersangkutan. Ancaman pidana di sini tidak ditujukan terhadap kehidupan seseorang, melainkan ditujukan terhadap penghormatan kehidupan manusia pada umumnya, meskipun dalam kondisi orang tersebut sangat menderita, baik jasmani maupun rohani. Jadi motif pelaku tidak relevan untuk dipertimbangkan dalam tindak pidana.

     

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

     

    DASAR HUKUM

     

    REFERENSI

    1. Henny Saida Flora. Euthanasia dalam Hukum Pidana Indonesia dan Hukum Kesehatan. Jurnal Hukum Kesehatan Indonesia, Vol. 2, No. 2, 2022;
    2. Sutarno. Pengaturan Peraturan Perundangan tentang Eutanasia dan Pelayanan Paliatif dalam Menghadapi Kematian Alamiah di Indonesia. Surabaya: Scopindo Media Pustaka, 2021;
    3. Kode Etik Kedokteran Indonesia, yang diakses pada 16 Agustus 2024, pukul 12.24 WIB.

    [1] Sutarno. Pengaturan Peraturan Perundangan tentang Eutanasia dan Pelayanan Paliatif dalam Menghadapi Kematian Alamiah di Indonesia. Surabaya: Scopindo Media Pustaka, 2021, hal. 6

    [2] Sutarno. Pengaturan Peraturan Perundangan tentang Eutanasia dan Pelayanan Paliatif dalam Menghadapi Kematian Alamiah di Indonesia. Surabaya: Scopindo Media Pustaka, 2021, hal. 8

    [3] Henny Saida Flora. Euthanasia dalam Hukum Pidana Indonesia dan Hukum Kesehatan. Jurnal Hukum Kesehatan Indonesia, Vol. 2, No. 2, 2022, hal. 94-95

    [4] Henny Saida Flora. Euthanasia dalam Hukum Pidana Indonesia dan Hukum Kesehatan. Jurnal Hukum Kesehatan Indonesia, Vol. 2, No. 2, 2022, hal. 89

    [5] Pasal 624 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana  (“UU 1/2023”)

    TAGS

    Punya masalah hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Powered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Semua

    TIPS HUKUM

    Lihat Semua
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda