KlinikBerita
New
Hukumonline Stream
Data PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Bunyi Pasal 285 KUHP tentang Perkosaan

Share
Pidana

Bunyi Pasal 285 KUHP tentang Perkosaan

Bunyi Pasal 285 KUHP tentang Perkosaan
Renata Christha Auli, S.H.Si Pokrol

Bacaan 10 Menit

Article Klinik

PERTANYAAN

Apa bunyi Pasal 285 KUHP? Apakah benar Pasal 285 KUHP mengatur tentang perkosaan? Jika benar, apa bunyi Pasal 285 KUHP?

Daftar Isi

    INTISARI JAWABAN

    Perkosaan (rape) berasal dari bahasa latin rapere yang berarti mencuri, memaksa, merampas. Pada intinya, perkosaan adalah tindak pidana yang menyerang integritas tubuh. Di KUHP lama, perkosaan diatur dalam Pasal 285 KUHP, dan di UU 1/2023 tentang KUHP baru, perkosaan diatur dalam Pasal 473. Apa sanksi pidana bagi pelaku perkosaan?

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

    Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama dan UU 1/2023 tentang KUHP yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 2023.

    KLINIK TERKAIT

    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

    Apa itu Perkosaan?

    Perkosaan (rape) berasal dari bahasa Latin rapere yang berarti mencuri, memaksa, merampas.[1] Menurut Soetandyo Wignjosoebroto sebagaimana dikutip oleh Dinar Mahardika dan Erwin Aditya Pratama dalam buku Perlindungan Hukum Terhadap Korban Perkosaan dalam Perspektif Psikologi Hukum, perkosaan adalah suatu usaha melampiaskan hawa nafsu seksual oleh seorang laki-laki terhadap seorang perempuan dengan cara menurut moral dan/atau hukum yang berlaku adalah melanggar hukum (hal. 36).

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

    Sehingga dapat disimpulkan, perkosaan adalah tindak pidana yang menyerang integritas tubuh,[2] yang sering kali dilakukan oleh seorang laki-laki terhadap seorang perempuan.

    Lantas, apakah benar Pasal 285 KUHP mengatur tentang perkosaan? Jika benar, apa bunyi Pasal 285 KUHP?

    Bunyi Pasal 285 KUHP

    Tindak pidana perkosaan diatur dalam Pasal 285 KUHP lama yang saat artikel ini diterbitkan masih berlaku, sebagai berikut:

    Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita bersetubuh dengan dia di luar perkawinan, diancam karena melakukan perkosaan dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.

    Unsur Pasal 285 KUHP

    Dari bunyi Pasal 285 KUHP di atas, perkosaan didefinisikan bila dilakukan hanya di luar perkawinan. Selain itu, kata-kata “bersetubuh” memiliki arti bahwa secara hukum perkosaan terjadi pada saat sudah terjadi penetrasi, sehingga, pada saat belum terjadi penetrasi peristiwa tersebut tidak dapat dikatakan perkosaan tetapi masuk dalam kategori pencabulan.[3]

    Tindak pidana perkosaan yang diatur dalam Pasal 285 KUHP memiliki unsur:[4]

    1. barang siapa;
    2. dengan kekerasan;
    3. dengan ancaman akan memakai kekerasan;
    4. memaksa seorang wanita mengadakan hubungan kelamin diluar perkawinan;
    5. dengan dirinya/pelaku.

    Bunyi Pasal 473 UU 1/2023

    Selain diatur dalam KUHP lama, tindak pidana perkosaan juga diatur dalam Pasal 473 UU 1/2023 tentang KUHP baru yang berlaku 3 tahun sejak tanggal diundangkan,[5] yaitu tahun 2026.

    Jika dalam Pasal 285 KUHP secara spesifik diatur bahwa korban adalah wanita, dalam Pasal 473 UU 1/2023, korban tidak hanya wanita saja, melainkan bisa berupa pria, suami, istri, atau anak. Berikut adalah bunyi Pasal 473 UU 1/2023:

    1. Setiap Orang yang dengan Kekerasan atau Ancaman Kekerasan memaksa seseorang bersetubuh dengannya, dipidana karena melakukan perkosaan, dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun.
    2. Termasuk Tindak Pidana perkosaan dan dipidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi perbuatan:
    1. persetubuhan dengan seseorang dengan persetujuannya, karena orang tersebut percaya bahwa orang itu merupakan suami/istrinya yang sah;
    2. persetubuhan dengan Anak;
    3. persetubuhan dengan seseorang, padahal diketahui bahwa orang lain tersebut dalam keadaan pingsan atau tidak berdaya; atau
    4. persetubuhan dengan penyandang disabilitas mental dan/atau disabilitas intelektual dengan memberi atau menjanjikan uang atau Barang, menyalahgunakan wibawa yang timbul dari hubungan keadaan, atau dengan penyesatan menggerakkannya untuk melakukan atau membiarkan dilakukan persetubuhan dengannya, padahal tentang keadaan disabilitas itu diketahui.

     

    1. Dianggap juga melakukan Tindak Pidana perkosaan, jika dalam keadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dengan cara:
    1. memasukkan alat kelamin ke dalam anus atau mulut orang lain;
    2. memasukkan alat kelamin orang lain ke dalam anus atau mulutnya sendiri; atau
    3. memasukkan bagian tubuhnya yang bukan alat kelamin atau suatu benda ke dalam alat kelamin atau anus orang lain.

     

    1. Dalam hal Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) huruf c, ayat (2) huruf d, dan ayat (3) dilakukan terhadap Anak, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit kategori IV dan paling banyak kategori VII.
    2. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berlaku juga bagi Setiap Orang yang memaksa Anak untuk melakukan Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) huruf c, ayat (2) huruf d, dan ayat (3) dengan orang lain.
    3. Dalam hal Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam ikatan perkawinan, tidak dilakukan penuntutan kecuali atas pengaduan Korban.
    4. Jika salah satu Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (3) mengakibatkan Luka Berat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.
    5. Jika salah satu Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (3) mengakibatkan matinya orang, pidananya dapat ditambah 1/3 (satu per tiga) dari ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
    6. Jika Korban sebagaimana dimaksud pada ayat (4) adalah Anak kandung, Anak tiri, atau Anak dibawah perwaliannya, pidananya dapat ditambah 1/3 (satu per tiga) dari ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (4).
    7. Dalam hal Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (9) dilakukan secara bersama-sama dan bersekutu, atau dilakukan terhadap seseorang dalam keadaan bahaya, keadaan darurat, situasi konflik, bencana, atau perang, pidananya dapat ditambah 1/3 (satu per tiga).
    8. Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (10) merupakan Tindak Pidana kekerasan seksual.

    Adapun yang dimaksud dalam Pasal 473 ayat (4) UU 1/2023, pidana denda paling sedikit kategori IV adalah Rp200 juta,[6] dan paling banyak kategori VII yaitu Rp5 miliar.[7]

    Kemudian, pada dasarnya perbuatan dalam Pasal 473 UU 1/2023 ini dimaksudkan untuk atau sebagai bagian dari kegiatan/kekerasan seksual.[8] Kemudian, korban yang dimaksud dalam Pasal 473 ayat (6) UU 1/2023 adalah suami atau istri.[9]

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

    DASAR HUKUM

    REFERENSI

    1. Anugrah Rizki Akbari. Reformasi Pengaturan Tindak Pidana Perkosaan. Depok: MaPPI FH UI, 2016;
    2. Dinar Mahardika dan Erwin Aditya Pratama. Perlindungan Hukum Terhadap Korban Perkosaan dalam Perspektif Psikologi Hukum. Yogyakarta: Tanah Air Beta, 2020.

    [1] Dinar Mahardika dan Erwin Aditya Pratama. Perlindungan Hukum Terhadap Korban Perkosaan dalam Perspektif Psikologi Hukum. Yogyakarta: Tanah Air Beta, 2020, hal. 35

    [2] Anugrah Rizki Akbari. Reformasi Pengaturan Tindak Pidana Perkosaan. Depok: MaPPI FH UI, 2016, hal. 111

    [3] Dinar Mahardika dan Erwin Aditya Pratama. Perlindungan Hukum Terhadap Korban Perkosaan dalam Perspektif Psikologi Hukum. Yogyakarta: Tanah Air Beta, 2020, hal. 35

    [4] Dinar Mahardika dan Erwin Aditya Pratama. Perlindungan Hukum Terhadap Korban Perkosaan dalam Perspektif Psikologi Hukum. Yogyakarta: Tanah Air Beta, 2020, hal. 35-36

    [5] Pasal 624 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana  (“UU 1/2023”)

    [6] Pasal 79 ayat (1) huruf d UU 1/2023

    [7] Pasal 79 ayat (1) huruf g UU 1/2023

    [8] Penjelasan Pasal 473 UU 1/2023

    [9] Penjelasan Pasal 473 ayat (6) UU 1/2023

    TAGS

    Punya masalah hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Powered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Semua

    TIPS HUKUM

    Lihat Semua
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda