Pasal 1243 KUH Perdata tentang apa? Apakah Pasal 1243 KUH Perdata mengatur tentang wanprestasi? Jika benar, bagaimana bunyi Pasal 1243 KUH Perdata? Lalu, apa itu gugatan wanprestasi?
Daftar Isi
INTISARI JAWABAN
Wanprestasi adalah keadaan dimana debitur tidak memenuhi kewajiban yang telah ditetapkan dalam perikatan, baik perikatan yang timbul karena perjanjian maupun perikatan yang timbul karena undang-undang. Dalam KUH Perdata, wanprestasi diatur dalam Pasal 1243. Apa bunyi pasal tersebut selengkapnya?
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.
ULASAN LENGKAP
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
Pada dasarnya, wanprestasi adalah keadaan dimana debitur tidak memenuhi kewajiban yang telah ditetapkan dalah perikatan, baik perikatan yang timbul karena perjanjian maupun perikatan yang timbul karena undang-undang.[1]
Wanprestasi dapat Anda temukan dalam Pasal 1243 KUH Perdata yang selengkapnya berbunyi sebagai berikut:
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Penggantian biaya, kerugian dan bunga karena tak dipenuhinya suatu perikatan mulai diwajibkan, bila debitur, walaupun telah dinyatakan lalai, tetap lalai untuk memenuhi perikatan itu, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dilakukannya hanya dapat diberikan atau dilakukannya dalam waktu yang melampaui waktu yang telah ditentukan.
Unsur Pasal 1243 KUH Perdata
Selanjutnya, berdasarkan isi Pasal 1243 KUH Perdata, setidaknya terdapat 3 unsur wanprestasi, yaitu:
ada perjanjian;
ada pihak yang ingkar janji atau melanggar perjanjian; dan
telah dinyatakan lalai, namun tetap tidak melaksanakan isi perjanjian.
Lalu, sebagaimana dijelaskan dalam artikel Perbedaan Wanprestasi dan Perbuatan Melawan Hukum, hal yang dapat menyebabkan timbulnya wanprestasi adalah karena adanya cidera janji dalam perjanjian yang menyebabkan salah satu pihak ingkar akan janjinya atau melanggar janji. Maka, pihak yang cidera janji harus bertanggung jawab terhadap pihak yang dirugikan.
Kemudian, menurut Subekti dalam bukunya yang berjudul Hukum Perjanjian, debitur dapat dikatakan melakukan wanprestasi jika (hal. 45):
tidak memenuhi prestasi yang telah diperjanjikan;
memenuhi prestasi dengan tidak sebagaimana mestinya;
memenuhi prestasi tidak sesuai dengan jangka waktu yang diperjanjikan; dan
melakukan hal yang dilarang menurut kontrak yang telah disepakati.
Lantas, apa konsekuensi yuridis jika debitur melakukan wanprestasi?
Konsekuensi Yuridis Wanprestasi
Konsekuensi yuridis wanprestasi adalah kreditur dapat memilih beberapa kemungkinan tuntutan kepada debitur antara lain:[2]
Pembatalan perjanjian, yaitu dengan adanya pembatalan perjanjian akan membawa kedua belah pihak kembali pada keadaan sebelum perjanjian diadakan.
Pembatalan perjanjian disertai tuntutan ganti rugi yang timbul karena debitur melakukan wanprestasi. Berdasarkan Pasal 1246 KUH Perdata, ganti kerugian terdiri dari 3 unsur:
Biaya, yaitu segala pengeluaran atau ongkos-ongkos yang nyata-nyata telah dikeluarkan;
Rugi, yaitu kerugian karena kerusakan barang-barang kepunyaan kreditur yang diakibatkan oleh kelalaian debitur;
Bunga, yaitu keuntungan yang seharusnya diperoleh atau diharapkan oleh kreditur apabila debitur tidak lalai.
Pemenuhan kontrak, dimana kreditur hanya meminta pemenuhan prestasi saja dari debitur.
Pemenuhan kontrak disertai tuntutan ganti rugi, yaitu selain menuntut pemenuhan prestasi, kreditur juga menuntut ganti rugi oleh debitur.
Menjawab pertanyaan Anda mengenai gugatan wanprestasi, pada dasarnya gugatan wanprestasi adalah gugatan yang pada pokok perkaranya mengenai wanprestasi dimana harus adanya kegagalan debitur dalam memenuhi kewajiban sesuai dengan perikatan yang disepakati. Adapun alasan mengapa debitur tidak dapat memenuhi kewajibannya, pertama karena kesalahan debitur atas kesengajaan atau kelalaiannya, serta disebabkan keadaan yang memaksa atau force majeure.[3]
Menurut teori klasik, tujuan gugatan wanprestasi adalah untuk mendapatkan penguat pada posisi seandainya perjanjian itu terpenuhi, dengan demikian ganti rugi tersebut adalah berupa kehilangan keuntungan yang diharapkan atau disebut dengan istilah expectation loss atau winstderving.[4]
Kemudian, formulasi dari surat gugatan wanprestasi perlu diperhatikan dalam pembuatan rumusan gugatan sebagai persyaratan formil.[5]Â Agar tidak ada cacat formil, berikut adalah hal yang perlu diperhatikan dalam surat gugatan wanprestasi:[6]
surat gugatan diajukan ke pengadilan negeri berdasarkan kompetensi relatifnya sesuai dengan Pasal 118 HIR mengenai kewenangan relatif;
penandatanganan surat gugatan oleh penggugat ataupun kuasanya;
Abdul Kadir Muhammad. Hukum Perdata Indonesia. Bandung: Citra Aditya Bakti, 2014;
Abdul Kadir Muhammad. Hukum Perikatan. Bandung: Citra Aditya Bakti. 1992;
Agoes Parera. Perlindungan Hukum Bagi Pemegang Polis Akibat Wanprestasi: Terkait dengan Perjanjian Baku dalam Polis Asuransi Jiwa. Yogyakarta: Penerbit Andi, 2022;
Khairan Nisa Mendrofa (et.al). Tinjauan Yuridis Gugatan Wanprestasi yang Tidak Dapat Diterima oleh Pengadilan (Studi Kasus Putusan Nomor 9/PDT.G/2018/PN.GST). Jurnal Hukum dan Kemasyarakatan Al-Hikmah, Vol. 2, No. 2, 2021;
M. Yahya Harahap. Hukum Acara Perdata. Jakarta: Sinar Grafika, 2018;
Niru Anita Sinaga dan Nurlely Darwis. Wanprestasi dan Akibatnya Dalam Pelaksanaan Perjanjian. Jurnal Mitra Manajemen, Vol. 7, No. 2, 2015;
Subekti. Hukum Perjanjian. Jakarta: Intermassa, 1996.
[1] Abdul Kadir Muhammad. Hukum Perikatan. Bandung: Citra Aditya Bakti. 1992, hal. 26
[2] Niru Anita Sinaga dan Nurlely Darwis. Wanprestasi dan Akibatnya Dalam Pelaksanaan Perjanjian. Jurnal Mitra Manajemen, Vol. 7, No. 2, 2015, hal. 52-53
[3] Abdul Kadir Muhammad. Hukum Perdata Indonesia. Bandung: Citra Aditya Bakti, 2014, hal. 241
[4] Agoes Parera. Perlindungan Hukum Bagi Pemegang Polis Akibat Wanprestasi: Terkait dengan Perjanjian Baku dalam Polis Asuransi Jiwa. Yogyakarta: Penerbit Andi, 2022, hal. 175
[5] M. Yahya Harahap. Hukum Acara Perdata. Jakarta: Sinar Grafika, 2018, hal. 51
[6] Khairan Nisa Mendrofa (et.al). Tinjauan Yuridis Gugatan Wanprestasi yang Tidak Dapat Diterima oleh Pengadilan (Studi Kasus Putusan Nomor 9/PDT.G/2018/PN.GST). Jurnal Hukum dan Kemasyarakatan Al-Hikmah, Vol. 2, No. 2, 2021, hal. 252