Logo hukumonline
KlinikBerita
New
Hukumonline Stream
Data PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Bolehkah Kegiatan Usaha Hulu dan Hilir Migas Secara Bersamaan?

Share
Bisnis

Bolehkah Kegiatan Usaha Hulu dan Hilir Migas Secara Bersamaan?

Bolehkah Kegiatan Usaha Hulu dan Hilir Migas Secara Bersamaan?
Muhammad Raihan Nugraha, S.H.Si Pokrol

Bacaan 11 Menit

Article Klinik

PERTANYAAN

Saya pernah membaca bahwa kegiatan usaha migas terbagi menjadi dua, yaitu kegiatan usaha hulu dan kegiatan usaha hilir. Pertanyaan saya, apa perbedaan keduanya dan dapatkah badan usaha melakukan kegiatan usaha hulu dan hilir secara bersamaan?

Daftar Isi

    INTISARI JAWABAN

    Kegiatan usaha minyak dan gas bumi pada dasarnya dibagi menjadi dua, yaitu kegiatan usaha hulu dan kegiatan usaha hilir. Kegiatan usaha hulu adalah kegiatan usaha yang berintikan atau bertumpu pada kegiatan usaha eksplorasi dan eksploitasi. Sedangkan, kegiatan usaha hilir adalah kegiatan usaha yang berintikan atau bertumpu pada kegiatan usaha pengolahan, pengangkutan, penyimpanan, dan/atau niaga.

    Lantas, bolehkah suatu badan usaha atau bentuk usaha melakukan kegiatan usaha hulu sekaligus kegiatan usaha hilir minyak dan gas secara bersamaan?

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

    Kegiatan Usaha Minyak dan Gas Bumi

    KLINIK TERKAIT

    Memahami Cost Recovery dan Gross Split dalam Kontrak Migas

    15 Feb, 2021

    Memahami <i>Cost Recovery</i> dan <i>Gross Split</i> dalam Kontrak Migas

    Dalam menjawab pertanyaan Anda, perlu diketahui terlebih dahulu bahwa pengaturan mengenai kegiatan usaha minyak dan gas bumi diatur dalam UU 22/2001 dan perubahannya serta aturan pelaksanaannya. Terbentuknya undang-undang tersebut merupakan amanat konstitusi yaitu Pasal 33 ayat (2) dan (3) UUD 1945, yang berbunyi:

    Pasal 33 ayat (2) UUD 1945

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

    Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.

    Pasal 33 ayat (3) UUD 1945

    Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

    Kemudian, yang dimaksud dengan minyak bumi adalah hasil proses alami berupa hidrokarbon yang dalam kondisi tekanan dan temperatur atmosfer berupa fasa cair atau padat, termasuk aspal, lilin mineral atau ozokerit, dan bitumen yang diperoleh dari proses penambangan, tetapi tidak termasuk batubara atau endapan hidrokarbon lain yang berbentuk padat yang diperoleh dari kegiatan yang tidak berkaitan dengan kegiatan usaha minyak dan gas bumi.[1]

    Sedangkan yang dimaksud dengan gas bumi adalah proses alami berupa hidrokarbon yang dalam kondisi tekanan dan temperatur atmosfer berupa fasa gas yang diperoleh dari proses penambangan minyak dan gas bumi.[2]

    Tujuan dari penyelenggaraan kegiatan usaha minyak dan gas bumi sendiri, antara lain:[3]

    1. Menjamin efektivitas pelaksanaan dan pengendalian kegiatan usaha eksplorasi dan eksploitasi secara berdaya guna, berhasil guna, serta berdaya saing tinggi dan berkelanjutan atas minyak dan gas bumi milik negara yang strategis dan tidak terbarukan melalui mekanisme yang terbuka dan transparan;
    2. Menjamin efektivitas pelaksanaan dan pengendalian usaha pengolahan, pengangkutan, penyimpanan, dan niaga secara akuntabel yang diselenggarakan melalui mekanisme persaingan usaha yang wajar, sehat, dan transparan;
    3. Menjamin efisiensi dan efektivitas tersedianya minyak bumi dan gas bumi, baik sebagai sumber energi maupun sebagai bahan baku, untuk kebutuhan dalam negeri;
    4. Mendukung dan menumbuh kembangkan kemampuan nasional untuk lebih mampu bersaing di tingkat nasional, regional, dan internasional;
    5. Meningkatkan pendapatan negara untuk memberikan kontribusi yang sebesar-besarnya bagi perekonomian nasional dan mengembangkan serta memperkuat posisi industri dan perdagangan Indonesia;
    6. Menciptakan lapangan kerja, meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat yang adil dan merata, serta tetap menjaga kelestarian.

    Kegiatan usaha minyak dan gas bumi sendiri dibagi menjadi dua, yaitu kegiatan usaha hulu dan kegiatan usaha hilir.[4] Lantas, apa perbedaan kegiatan usaha hulu dan kegiatan usaha hilir minyak dan gas?

    Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi

    Perlu diketahui bahwa secara khusus kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi diatur pada PP 35/2004. Berdasarkan ketentuan Pasal 40 angka 1 Perppu Cipta Kerja yang mengubah Pasal 1 angka 7 UU 22/2001, yang dimaksud dengan kegiatan usaha hulu adalah kegiatan usaha yang berintikan atau bertumpu pada kegiatan usaha eksplorasi dan eksploitasi. Adapun, ketentuan mengenai eksplorasi dan eksploitasi adalah sebagai berikut:

    1. Eksplorasi

    Kegiatan yang bertujuan memperoleh informasi mengenai kondisi geologi untuk menemukan dan memperoleh perkiraan cadangan minyak dan gas bumi di wilayah kerja yang ditentukan.[5]

    Tahapan ini sendiri terdiri dari 3 kegiatan utama, yaitu survei, eksplorasi pengeboran, dan penilaian nilai perekonomian dari cadangan migas sebagai berikut:[6]

    1. Survei, merupakan serangkaian kegiatan untuk melakukan pencarian formasi bebatuan yang potensial menyimpan cadangan hidrokarbon;
    2. Pengeboran eksplorasi, kegiatan untuk mengkonfirmasi beberapa aspek yakni, menentukan jumlah cadangan hidrokarbon;
    3. Penilaian keekonomian, merupakan tahapan untuk menilai keekonomian cadangan hidrokarbon yang terdapat pada wilayah eksplorasi.
    1. Eksploitasi

    Rangkaian kegiatan yang bertujuan untuk menghasilkan minyak dan gas bumi dari wilayah kerja yang ditentukan yang terdiri atas pengeboran dan penyelesaian sumur, pembangunan sarana pengangkutan, penyimpanan, dan pengolahan untuk pemisahan dan pemurnian minyak dan gas bumi di lapangan serta kegiatan lain yang mendukungnya.

    Kegiatan usaha hulu ini dilaksanakan oleh badan usaha atau bentuk usaha tetap berdasarkan kontrak kerja sama,[7] yaitu kontrak bagi hasil atau bentuk kontrak kerja sama lain dalam kegiatan eksplorasi dan eksploitasi yang lebih menguntungkan negara dan hasilnya dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.[8]

    Adapun badan usaha atau bentuk usaha tetap yang ditetapkan untuk melakukan eksplorasi dan eksploitasi pada suatu wilayah kerja berdasarkan kontrak kerja sama disebut sebagai kontraktor.[9]

    Perlu diketahui bahwa penandatanganan kontrak kerja sama ini dilakukan antara kontraktor dengan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Minyak dan Gas (“SKK Migas”).[10] Berdasarkan Pasal 1 angka 10 Permen ESDM 2/2022, yang dimaksud SKK Migas adalah satuan kerja khusus yang melaksanakan penyelenggaraan pengelolaan kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi di bawah pembinaan, koordinasi dan pengawasan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral.

    Sebagai informasi, kontraktor dalam melaksanakan kegiatan usaha hulu wajib mengalokasikan dana untuk kegiatan pasca operasi.[11] Kewajiban ini dilakukan sejak dimulainya masa eksplorasi dan dilaksanakan melalui rencana kerja dan anggaran.[12]

    Kegiatan Usaha Hilir Minyak dan Gas

    Kegiatan usaha hilir merupakan kegiatan usaha minyak dan gas selain eksplorasi dan eksploitasi. Secara spesifik kegiatan usaha hilir minyak dan gas diatur dalam PP 36/2004.

    Berdasarkan ketentuan Pasal 40 angka 1 Perppu Cipta Kerja yang mengubah Pasal 1 angka 10 UU 22/2001, yang dimaksud dengan kegiatan usaha hilir adalah kegiatan usaha yang berintikan atau bertumpu pada kegiatan usaha pengolahan, pengangkutan, penyimpanan, dan/atau niaga.

    Kegiatan usaha hilir ini dilaksanakan oleh badan usaha yang telah memiliki izin usaha yang dikeluarkan oleh menteri dan diselenggarakan melalui mekanisme persaingan usaha yang wajar.[13] Adapun, yang dimaksud dengan izin usaha adalah izin yang diberikan kepada badan usaha untuk melaksanakan pengolahan, pengangkutan, penyimpanan, dan/atau niaga dengan tujuan memperoleh keuntungan dan/atau laba.[14]

    Kegiatan usaha hilir sendiri pada dasarnya terdiri atas:[15]

    1. Pengolahan, yaitu kegiatan memurnikan, memperoleh bagian-bagian, mempertinggi mutu, dan mempertinggi nilai tambah minyak bumi dan/atau gas bumi, tetapi tidak termasuk pengolahan lapangan;[16]
    2. Pengangkutan, yaitu kegiatan pemindahan minyak bumi, gas bumi, dan atau hasil olahannya dari wilayah kerja atau dari tempat penampungan dan pengolahan, termasuk pengangkutan gas bumi melalui pipa transmisi dan distribusi;[17]
    3. Penyimpanan, yaitu kegiatan penerimaan, pengumpulan, penampungan, dan pengeluaran minyak bumi dan/atau gas bumi;[18] dan
    4. Niaga, yaitu kegiatan pembelian, penjualan, ekspor, dan/atau impor minyak bumi dan/atau hasil olahannya, termasuk niaga gas bumi melalui pipa.[19]

    Melakukan Kegiatan Usaha Hulu dan Hilir Minyak dan Gas Bersamaan

    Lantas, bolehkah suatu badan usaha melakukan kegiatan usaha hulu dan hilir minyak gas secara bersamaan? Menjawab pertanyaan Anda, perlu diperhatikan terlebih dahulu mengenai ketentuan Pasal 10 UU 22/2001, yang berbunyi:

    (1) Badan usaha atau bentuk usaha tetap yang melakukan kegiatan usaha hulu dilarang melakukan kegiatan usaha hilir.

    (2) Badan usaha yang melakukan kegiatan usaha hilir tidak dapat melakukan kegiatan usaha hulu.

    Lalu dijelaskan dalam Penjelasan Pasal 10 ayat (1) UU 22/2001 bahwa kegiatan usaha hulu adalah kegiatan pengambilan sumber daya alam yang tak terbarukan yang merupakan kekayaan negara, maka dalam kegiatan ini negara harus memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat.

    Sedangkan kegiatan usaha hilir merupakan kegiatan yang bersifat usaha bisnis pada umumnya, di mana biaya produksi dan kerugian yang mungkin timbul tidak dapat dibebankan (dikonsolidasikan) pada biaya kegiatan usaha hulu. Tidak dimungkinkannya konsolidasi biaya dari kegiatan usaha hulu dan kegiatan usaha hilir dimaksudkan juga agar pembagian penerimaan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (6) UU 22/2001 menjadi jelas.[20]

    Dalam hal badan usaha melakukan kegiatan usaha hulu dan kegiatan usaha hilir secara bersamaan harus membentuk badan hukum yang terpisah, antara lain secara holding company.[21]

    Dapat disimpulkan bahwa, pada dasarnya badan usaha atau bentuk usaha tetap tidak dapat melakukan kegiatan usaha hulu dan kegiatan usaha hilir secara bersamaan. Hal ini dikecualikan jika badan usaha membentuk badan hukum yang terpisah, antara lain secara holding company.

    Dinamisnya perkembangan regulasi seringkali menjadi tantangan Anda dalam memenuhi kewajiban hukum perusahaan. Selalu perbarui kewajiban hukum terkini dengan platform pemantauan kepatuhan hukum dari Hukumonline yang berbasis Artificial Intelligence, Regulatory Compliance System (RCS). Klik di sini untuk mempelajari lebih lanjut.

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

    Dasar Hukum

    1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
    2. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi;
    3. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja;
    4. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang;
    5. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi;
    6. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi;
    7. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi;
    8. Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2009 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi;
    9. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi;
    10. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 2 Tahun 2022 tentang Organisasi dan Tata Kerja Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi.

    Putusan:

    Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 36/PUU-X/2012.

    Referensi:

    Wahyudin Sunarya dan Giri Ahmad Taufik. Pengantar Hukum Minyak dan Gas Indonesia. Kantor Hukum Wibowo & Rekan: Depok, 2017.

    [1] Pasal 40 angka 1 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (“Perppu Cipta Kerja”) yang mengubah Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (“UU 22/2001”)

    [2] Pasal 40 angka 1 Perppu Cipta Kerja yang mengubah Pasal 1 angka 2 UU 22/2001

    [3] Pasal 3 UU 22/2001

    [4] Pasal 40 angka 3 Perppu Cipta Kerja yang mengubah Pasal 5 ayat (2) UU 22/2001

    [5] Pasal 40 angka 1 Perppu Cipta Kerja yang mengubah Pasal 1 angka 8 UU 22/2001

    [6] Wahyudin Sunarya dan Giri Ahmad Taufik. Pengantar Hukum Minyak dan Gas Indonesia. Kantor Hukum Wibowo & Rekan: Depok, 2017, hal. 10-13

    [7] Pasal 11 ayat (1) UU 22/2001 jo. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 36/PUU-X/2012

    [8] Pasal 40 angka 1 Perppu Cipta Kerja yang mengubah Pasal 1 angka 19 UU 22/2001

    [9] Pasal 1 angka 6 Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi

    [10] Pasal Pasal 4 huruf b Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 2 Tahun 2022 tentang Organisasi Tata Kerja Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi

    [11] Pasal 36 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (“PP 35/2004”)

    [12] Pasal 36 ayat (2) PP 35/2004

    [13] Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi

    [14] Pasal 40 angka 1 Perppu Cipta Kerja yang mengubah Pasal 1 angka 20 UU 22/2001

    [15] Pasal 40 angka 3 Perppu Cipta Kerja yang mengubah Pasal 5 ayat (4) UU 22/2001

    [16] Pasal 40 angka 1 Perppu Cipta Kerja yang mengubah Pasal 1 angka 11 UU 22/2001

    [17] Pasal 40 angka 1 Perppu Cipta Kerja yang mengubah Pasal 1 angka 12 UU 22/2001

    [18] Pasal 40 angka 1 Perppu Cipta Kerja yang mengubah Pasal 1 angka 13 UU 22/2001

    [19] Pasal 40 angka 1 Perppu Cipta Kerja yang mengubah Pasal 1 angka 14 UU 22/2001

    [20] Penjelasan Pasal 10 ayat (1) UU 22/2001

    [21] Penjelasan Pasal 10 ayat (1) UU 22/2001

    TAGS

    Punya masalah hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Powered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Semua

    TIPS HUKUM

    Lihat Semua
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?