Dasar hukum pemberian sponsorship lingkungan kementerian/lembaga/badan?
Apakah kementerian/lembaga/badan dapat menerima sponsorship berupa uang atau barang/jasa dalam melaksanakan kegiatan?
Jika dapat menerima, seperti apa bentuk pelaporannya?
Daftar Isi
INTISARI JAWABAN
Pada dasarnya hingga saat ini belum ada regulasi yang mengatur secara komprehensif tentang dana sponsorship khususnya yang menyangkut dukungan terhadap kegiatan pemerintah. Sehingga, dana sponsor seringkali diartikan sebagai dana hibah yang tidak mengikat. Lantas, bagaimana ketentuan yang ada saat ini terkait dengan sponsorship dari swasta ke lembaga negara?
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalanselengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Sebelum menjawab pertanyaan Anda, kami asumsikan bahwa yang Anda maksud dengan sponsorship adalah program promosi dengan memberikan dukungan secara finansial oleh perusahaan swasta. Program tersebut berdasarkan kesepakatan dengan pihak lain dan adanya timbal balik atau imbalan dari pihak penerima. Misalnya perusahaan memberikan sponsorship kepada seseorang berupa sejumlah dana dan pihak penerima sebagai timbal balik atau imbalannya mempromosikan brand/produk dari perusahaan tersebut.
Selain itu, terkait dengan lembaga/badan yang Anda sebutkan, kami asumsikan bahwa lembaga tersebut adalah lembaga negara dan badan adalah badan publik.
Sebagaimana dijelaskan dalam artikel Dana Sponsorship dalam Pusaran Tindak Pidana Korupsidalam konteks hukum positif, hingga saat ini belum ada regulasi yang mengatur pengertian tentang dana sponsor khususnya yang menyangkut dukungan terhadap kegiatan pemerintah. Sehingga, dana sponsor seringkali diartikan sebagai dana hibah yang tidak mengikat.
Sponsorship di Lingkungan Kementerian
Salah satu contoh ketentuan mengenai sponsorship di lingkungan kementerian dapat Anda temukan dalam Permenkes 58/2016. Sponsorship dalam Permenkes 58/2016 diartikan sebagai pemberian dukungan dalam segala bentuk bantuan dan/atau kegiatan dalam rangka peningkatan pengetahuan yang dilakukan, diorganisir, atau disponsori oleh perusahaan/industri farmasi, alat kesehatan, alat laboratorium kesehatan dan/atau perusahaan/industri lainnya yang dapat dipertanggungjawabkan secara transparan dan akuntabel.[1]
Dana sponsorship dapat diberikan kepada tenaga kesehatan, institusi, organisasi fasilitas pelayanan kesehatan dan/atau organisasi profesi sebagai penyelenggara.[2]
Salah satu syarat pemberian sponsorship oleh perusahaan/industri farmasi, alat kesehatan, alat laboratorium kesehatan dan/atau perusahaan/industri lainnya yaitu harus dilakukan secara terbuka dan tidak boleh ada konflik kepentingan dengan maksud agar tidak mempengaruhi independensi seperti penulisan resep, anjuran penggunaan barang atau terkait produk sponsorship.[3]
Adapun terkait dengan laporan sponsorship, harus dilakukan oleh penerima sponsorship maksimal 30 hari kerja setelah menerima sponsorship kepada Komisi Pemberantasan Korupsi.[4]
Sokongan Dana dari Pihak Swasta ke Lembaga Negara
Selain Permenkes 58/2016, sepanjang penelusuran kami belum ada nomenklatur peraturan perundang-undangan yang secara tegas dan tersurat mengatur tentang sponsorship.
Namun demikian, terkait dengan sokongan dana, pihak swasta dapat saja memberikan hibah kepada lembaga negara. Salah satu contohnya dapat Anda baca dalam artikel Bisakah CSR untuk Bangun Rumah Sakit Kepolisian?
Dalam artikel tersebut dijelaskan bahwa pihak swasta dapat memberikan bantuan dalam bentuk hibah dan sumbangan tidak mengikat dari dana CSR/TJSL kepada lembaga negara yaitu kepolisian untuk renovasi kantor dan membangun rumah sakit bhayangkara.
Dalam konteks pemerintah pusat, PP 10/2011menentukan bahwa hibah pemerintah adalah setiap penerimaan negara dalam bentuk devisa, devisa yang dirupiahkan, rupiah, barang, jasa dan/atau surat berharga yang diperoleh dari pemberi hibah yang tidak dibayar kembali, yang berasal dari dalam negeri atau luar negeri.[5]
Adapun sumber hibah pemerintah dari dalam negeri yaitu lembaga keuangan dalam negeri, lembaga non keuangan dalam negeri, pemerintah daerah, perusahaan asing yang berdomisili dan melakukan kegiatan di wilayah Indonesia, lembaga lainnya, dan perorangan.[6]
Sementara hibah daerah diartikan sebagai pemberian dengan pengalihan hak atas sesuatu dari pemerintah atau pihak lain kepada pemerintah daerah atau sebaliknya yang secara spesifik telah ditetapkan peruntukannya dan dilakukan melalui perjanjian.[7]
Hibah dapat dilakukan kepada pemerintah daerah yang berasal dari pemerintah, badan, lembaga, atau organisasi dalam negeri, dan/atau kelompok masyarakat atau perorangan dalam negeri.[8]
Hibah kepada pemerintah daerah ini menjadi salah satu sumber penerimaan daerah untuk mendanai penyelenggaraan urusan yang menjadi wewenang pemerintah daerah dan diprioritaskan untuk penyelenggaraan pelayanan publik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.[9]
Berdasarkan uraian di atas, menjawab pertanyaan Anda, dapat kami sampaikan bahwa bentuk sponsorship yang memungkinkan dilakukan adalah dengan mekanisme hibah baik dalam bentuk barang ataupun jasa. Namun demikian perlu Anda perhatikan bahwa ketentuan hibah kepada lembaga negara tersebut tergantung masing-masing lembaga negara. Sehingga perlu Anda cermati ketentuan terkait kementerian/lembaga negara/badan publik manakah hibah tersebut akan diberikan.
Dinamisnya perkembangan regulasi seringkali menjadi tantangan Anda dalam memenuhi kewajiban hukum perusahaan. Selalu perbarui kewajiban hukum terkini dengan platform pemantauan kepatuhan hukum dari Hukumonline yang berbasis Artificial Intelligence, Regulatory Compliance System (RCS). Klik di sini untuk mempelajari lebih lanjut.