Belum lama, salah satu terdakwa kasus korupsi inisial SYL telah diputus oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor dengan hukuman 10 tahun penjara. Sebagai masyarakat awam, saya skeptis hukuman 10 tahun itu akan akan genap dijalani 10 tahun karena pasti dipotong berbagai jenis remisi. Pertanyaan saya, apakah remisi bisa dicabut khusus untuk kasus korupsi?
DAFTAR ISI
INTISARI JAWABAN
Remisi sebenarnya merupakan hak setiap narapidana yang telah memenuhi persyaratan tanpa terkecuali, termasuk narapidana tindak pidana korupsi. Adapun, yang dimaksud dengan remisi adalah pengurangan masa menjalani pidana yang diberikan kepada narapidana yang memenuhi syarat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dalam konteks tindak pidana korupsi, adakah kemungkinan hak remisi bagi koruptor dicabut?
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.
ULASAN LENGKAP
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihatPernyataan Penyangkalanselengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung denganKonsultan Mitra Justika.
Aturan Pemberian Remisi dalam Kasus Tindak Pidana Korupsi
Apakah kasus korupsi bisa mendapatkan remisi? Ya, benar. Remisi sebenarnya merupakan hak setiap narapidana yang telah memenuhi persyaratan tanpa terkecuali.[1] yang dimaksud dengan “tanpa terkecuali” tersebut berlaku sama bagi narapidana untuk mendapatkan haknya dan tidak mendasarkan pada tindak pidana yang telah dilakukan, kecuali dicabut berdasarkan putusan pengadilan.[2]
Adapun, yang dimaksud dengan remisi adalah pengurangan masa menjalani pidana yang diberikan kepada narapidana yang memenuhi syarat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.[3]
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Jenis remisi pada dasarnya ada dua, yaitu remisi umum dan remisi khusus. Remisi umum diberikan pada saat hari peringatan Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia tanggal 17 Agustus. Sementara, remisi khusus diberikan pada saat hari besar keagamaan yang dianut narapidana.[4]
Selain remisi umum dan remisi khusus, terdapat juga remisi kemanusiaan yang diberikan sebesar remisi umum yang diperoleh pada tahun terakhir,[5] serta remisi tambahan yaitu sebesar 1/2 atau 1/3 dari remisi umum yang diperoleh pada tahun berjalan.[6]
Adapun, mengenai jenis-jenis remisi, besaran remisi, dan syarat-syarat yang harus dipenuhi narapidana untuk mendapatkan remisi dapat Anda baca selengkapnya dalam artikel Syarat Remisi dan Besarannya bagi Narapidana.
Secara umum, untuk bisa mendapatkan remisi, syarat yang harus dipenuhi narapidana adalah:[7]
berkelakuan baik yang dibuktikan dengan:
tidak sedang menjalani hukuman disiplin dalam kurun waktu 6 bulan terakhir; dan
telah mengikuti program pembinaan yang diselenggarakan oleh LAPAS dengan predikat baik.
Khusus untuk pemberian remisi bagi koruptor, selain memenuhi syarat sebagaimana disebutkan di atas, juga harus memenuhi syarat:[10]
bersedia bekerja sama dengan penegak hukum untuk membantu membongkar perkara tindak pidana yang dilakukannya; dan
telah membayar lunas denda dan uang pengganti sesuai dengan putusan pengadilan.
Namun, syarat bersedia bekerja sama dengan penegak hukum untuk membantu membongkar perkara tindak pidana korupsi, menurut Putusan MA No. 28 P/HUM/2021 (hal. 139 – 140) tidak lagi menjadi suatu kewajiban. Sehingga, normanya menjadi “pemberian remisi bagi narapidana tidak harus memenuhi persyaratan bekerja sama dengan penegak hukum untuk membantu membongkar perkara tindak pidana yang dilakukannya, bagi narapidana yang dipidana karena melakukan tindak pidana korupsi.”
Apakah Remisi Bisa Dicabut untuk Narapidana Koruptor?
Menjawab pertanyaan Anda apakah remisi bisa dicabut khusus untuk kasus korupsi? Kami mengasumsikan bahwa yang Anda maksud pencabutan remisi adalah tindakan tidak memberikan hak atas remisi kepada koruptor. Apabila demikian, maka jawabannya bisa dengan setidaknya 3 cara, yaitu melalui pencabutan keputusan pemberian remisi, pembatalan usulan remisi oleh Kepala LAPAS, dan melalui putusan pengadilan.
Menurut Pasal 135 Permenkumham 03/2018, pencabutan keputusan pemberian remisi yang ditetapkan terhadap narapidana dapat dilakukan dalam kondisi:
terdapat kekeliruan dalam penghitungan masa menjalani pidana;
terdapat kesalahan dalam perhitungan besaran remisi; dan/atau
terdapat kesalahan penerapan peraturan perundang-undangan dalam penetapan remisi.
Selain pencabutan, Kepala LAPAS juga dapat membatalkan usul pemberian remisi terhadap narapidana apabila narapidana yang bersangkutan melakukan:[11]
tindak pidana; dan/atau
pelanggaran tata tertib di dalam LAPAS dan tercatat dalam buku register F.
Lebih lanjut, jika merujuk pada Penjelasan Pasal 10 ayat (1) UU Pemasyarakatan, hak untuk mendapatkan remisi pada dasarnya berlaku bagi semua narapidana, kecuali jika dicabut berdasarkan putusan pengadilan. Artinya, pencabutan remisi juga dapat dilakukan melalui putusan pengadilan.
Pencabutan remisi melalui putusan pengadilan tersebut sepanjang penelusuran kami dijelaskan di dalam Pasal 18 ayat (1) huruf d UU Tipikor bahwa salah satu pidana tambahan dalam kasus tindak pidana korupsi adalah pencabutan seluruh atau sebagian hak-hak tertentu atau penghapusan seluruh atau sebagian keuntungan tertentu, yang telah diberikan atau dapat diberikan oleh pemerintah kepada terpidana.
Dalam hal ini, remisi merupakan hak narapidana yang diberikan oleh pemerintah yaitu Menteri Hukum dan HAM kepada narapidana yang memenuhi syarat.[12] Sehingga, kami berpendapat bahwa pencabutan hak untuk mendapatkan remisi kepada koruptor dapat dilakukan sebagai bentuk pidana tambahan melalui putusan pengadilan sebagaimana diatur di dalam UU Tipikor.
Perkaya riset hukum Anda dengan analisis hukum terbaru dwibahasa, serta koleksi terjemahan peraturan yang terintegrasi dalam Hukumonline Pro, pelajari lebih lanjut di sini.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
DASAR HUKUM
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan
Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan
Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan
Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan
Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 03 Tahun 2018 tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Remisi, Asimilasi, Cuti Mengunjungi Keluarga, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat
Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 7 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 03 Tahun 2018 tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Remisi, Asimilasi, Cuti Mengunjungi Keluarga, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat
Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Nomor 16 Tahun 2023 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 03 Tahun 2018 tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Remisi, Asimilasi, Cuti Mengunjungi Keluarga, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat