Logo hukumonline
KlinikBerita
New
Hukumonline Stream
Data PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Bisakah Menggadaikan SK Pengangkatan Anggota DPRD?

Share
Perdata

Bisakah Menggadaikan SK Pengangkatan Anggota DPRD?

Bisakah Menggadaikan SK Pengangkatan Anggota DPRD?
Muhammad Raihan Nugraha, S.H.Si Pokrol

Bacaan 6 Menit

Article Klinik

PERTANYAAN

Beberapa waktu lalu sempat ramai mengenai anggota DPRD di beberapa provinsi maupun kabupaten/kota yang menggadaikan SK pengangkatannya ke bank untuk meminjam uang. Memangnya, bagaimana aturan menggadaikan SK pengangkatan anggota DPRD? Bagaimana kedudukan SK pengangkatan anggota DPRD sebagai objek jaminan?

Daftar Isi

    INTISARI JAWABAN

    Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (“DPRD”) adalah dewan perwakilan rakyat daerah sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945. Keanggotaan anggota DPRD diresmikan dengan keputusan menteri bagi anggota DPRD provinsi dan keputusan gubernur sebagai wakil pemerintah pusat bagi DPRD kabupaten/kota.

    Setelah dilakukan peresmian keanggotaan DPRD, bolehkah anggota DPRD menggadaikan surat keputusan pengangkatan anggota DPRD?

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

    Keanggotaan DPRD

    KLINIK TERKAIT

    Bisakah Barang Agunan Bank Diletakkan Sita Jaminan?

    27 Jun, 2024

    Bisakah Barang Agunan Bank Diletakkan Sita Jaminan?

    Berdasarkan Pasal 1 angka 4 UU 17/2014, yang dimaksud Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (“DPRD”) adalah dewan perwakilan rakyat daerah sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945.

    Adapun Pasal 18 ayat (3) UUD 1945, berbunyi:

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

    Pemerintah daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota memiliki dewan perwakilan rakyat daerah yang anggotanya dipilih melalui pemilihan umum

    Sebagaimana sudah disebutkan pada pertanyaan Anda, DPRD sendiri terdiri dari DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/Kota.

    DPRD provinsi merupakan lembaga perwakilan rakyat daerah yang berkedudukan sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah provinsi.[1] Sedangkan DPRD kabupaten/kota merupakan lembaga perwakilan rakyat daerah yang berkedudukan sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah kabupaten/kota.[2]

    Masa jabatan anggota DPRD sendiri berdurasi selama 5 tahun terhitung sejak pengucapan sumpah/janji dan berakhir pada saat anggota DPRD yang baru mengucapkan sumpah/janji.[3]

    Lalu, keanggotaan DPRD diresmikan dengan:[4]

    1. Keputusan menteri bagi anggota DPRD provinsi; dan
    2. Keputusan gubernur sebagai wakil pemerintah pusat bagi DPRD kabupaten/kota.

    Keputusan peresmian keanggotaan DPRD didasarkan pada laporan Komisi Pemilihan Umum (KPU) provinsi atau kabupaten/kota.[5]

    Menyambung pada pertanyaan Anda, setelah keanggotaan DPRD diresmikan dengan keputusan menteri atau dengan keputusan gubernur, apakah anggota DPRD dapat menggadaikan surat keputusan (“SK”) pengangkatan tersebut?

    Bisakah Menggadaikan SK Pengangkatan Anggota DPRD?

    Kami mengasumsikan bahwa yang Anda maksud dengan menggadaikan SK pengangkatan anggota DPRD adalah menjadikan SK tersebut sebagai jaminan utang seperti gadai. Sepanjang penelusuran kami, tidak terdapat ketentuan yang secara tegas melarang anggota DPRD menggadaikan SK pengangkatannya. Oleh karena itu, menurut hemat kami menggadaikan atau menjadikan SK pengangkatan anggota DPRD sebagai jaminan utang adalah diperbolehkan.

    Namun, bagaimana kedudukan SK pengangkatan anggota DPRD sebagai objek jaminan? Bisakah SK pengangkatan anggota DPRD jadi jaminan utang? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, perlu diketahui bahwa lembaga-lembaga jaminan dapat digolongkan dalam beberapa jenis. Contohnya jaminan yang bersifat kebendaan dan hak perorangan.

    Baca juga: 5 Jenis dan Contoh Jaminan Kebendaan

    Menurut Sri Soedewi Masjchoen Sofwan pada bukunya Hukum Jaminan di Indonesia Pokok-Pokok Hukum Jaminan dan Jaminan Perorangan (hal. 46-47) menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan jaminan yang bersifat kebendaan ialah jaminan yang berupa hak mutlak atas sesuatu benda, dengan ciri-ciri mempunyai hubungan langsung atas benda tertentu dari debitur, dapat dipertahankan terhadap siapapun, selalu mengikuti bendanya (droit de suite), dan dapat diperalihkan (contohnya seperti hipotik, gadai dan lain-lain).

    Selain itu, terdapat juga jaminan yang bersifat perorangan, yaitu jaminan yang menimbulkan hubungan langsung pada perorangan tertentu, hanya dapat dipertahankan terhadap debitur tertentu, terhadap harta kekayaan debitur umumnya. Contohnya: borgtocht.

    Akan tetapi, selain terdapat penggolongan lembaga jaminan seperti jaminan yang bersifat kebendaan dan hak perorangan, ada juga hak-hak yang bersifat memberikan jaminan yang lain. Salah satunya adalah hak retensi. Berdasarkan dari buku yang sama, adanya hak-hak jaminan yang lain seperti hak retensi kreditur akan merasa terjamin dalam pemenuhan piutangnya (hal. 59).

    Hak retensi ini tidak memiliki aturan umum, melainkan diatur dalam pasal-pasal KUH Perdata secara tercerai berai seperti pada Pasal 567, 575, 576, 579, 834, 715, 725, 1159, 1759, 1616, 1729, 1812 KUHP Perdata (hal. 61).

    Adapun yang dimaksud dengan hak retensi adalah hak untuk menahan sesuatu benda, sampai suatu piutang yang bertalian dengan itu dilunasi. Hak retensi ini, layaknya hak jaminan lainnya mempunyai ciri bersifat accesoir yang artinya ada atau tidaknya hak ini bergantung pada perjanjian pokok (hal. 62).

    Hak retensi tidak mengandung hak eksekusi, akan tetapi hanya mengandung hak untuk menolak terhadap tuntutan untuk penyerahan barang saja. Selain itu, tidak mempunyai hak untuk didahulukan pemenuhannya terhadap utang si debitur, jadi pemegang hak retensi hanya berkedudukan sebagai kreditur konkuren saja (hal. 64).

    Dengan demikian, menjawab pertanyaan Anda, menurut hemat kami SK pengangkatan anggota DPRD tidak dapat menjadi objek jaminan seperti gadai. Hal ini karena SK pengangkatan anggota DPRD tidak memiliki sifat kebendaan. Dalam gadai, hak kebendaan akan memberikan jaminan bagi pemegang gadai bahwa di kemudian hari piutangnya pasti dibayar dari hasil penjualan benda jaminan.[6] Namun, SK pengangkatan anggota DPRD tidak memiliki nilai ekonomis. Oleh karena itu, jika debitur lalai akan utangnya, kreditur tidak bisa menjual SK pengangkatan anggota DPRD untuk membayar utang si debitur.

    Akan tetapi, SK pengangkatan anggota DPRD dapat dijaminkan dengan menggunakan hak retensi, dengan menahan SK pengangkatan anggota DPRD sampai piutang yang bertalian dengan SK tersebut dilunasi. Hak retensi ini sebagaimana dijelaskan sebelumnya, tidak memberikan hak untuk didahulukan pemenuhan atas piutang yang bertalian dengan bendanya.

    Menurut hemat kami, penguasaan terhadap SK pengangkatan anggota DPRD tersebut akan memberikan penekanan secara psikologis kepada debitur untuk melakukan pemenuhan hak yang dimiliki oleh si kreditur dan juga memberikan rasa terjamin bagi kreditur dalam pemenuhan piutangnya.

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

    Dasar Hukum:

    1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
    2. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;
    3. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 Tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah;
    4. Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 17 Tahun 2014 Tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah;
    5. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua atas Undang-undang Nomor 17 Tahun 2014 Tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah;
    6. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2019 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-undang Nomor 17 Tahun 2014 Tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah;
    7. Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Kabupaten, dan Kota.

    Referensi:

    1. Ahmad Musadad. Hukum Jaminan Perspektif Hukum Positif dan Hukum Islam. Malang: Literasi Nusantara Abadi, 2020;
    2. Sri Soedewi Masjchoen Sofwan. Hukum Jaminan di Indonesia Pokok-Pokok Hukum Jaminan dan Jaminan Perorangan. Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional, Departemen Kehakiman, 1980.

    [1] Pasal 315 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 Tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (“UU 17/2014”)

    [2] Pasal 364 UU 17/2014

    [3] Pasal 27 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Kabupaten, dan Kota (“PP 12/2018”)

    [4] Pasal 28 ayat (1) PP 12/2018

    [5] Pasal 28 ayat (2) PP 12/2018

    [6] Ahmad Musadad. Hukum Jaminan Perspektif Hukum Positif dan Hukum Islam. Malang: Literasi Nusantara Abadi, 2020. Hal. 91

    TAGS

    Punya masalah hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Powered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Semua

    TIPS HUKUM

    Lihat Semua
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?