Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan Debitor Pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini.
Kurator adalah Balai Harta Peninggalan atau orang perseorangan yang diangkat oleh Pengadilan untuk mengurus dan membereskan harta Debitor Pailit di bawah pengawasan Hakim Pengawas sesuai dengan UU KPKPU.[1]
Selanjutnya mengenai akibat kepailitan, Pasal 21 UU KPKPU menyebutkan:
Kepailitan meliputi seluruh kekayaan Debitor pada saat putusan pernyataan pailit diucapkan serta segala sesuatu yang diperoleh selama kepailitan.
Berdasarkan hal tersebut, maka perusahaan pailit berada dalam keadaan sita umum kepailitan.
Apakah perusahaan yang pailit masih dapat melaksanakan kegiatan usahanya? Untuk menjawab hal tersebut, kami mengacu pada ketentuan Pasal 104 UU KPKPU:
Berdasarkan persetujuan panitia kreditor sementara, Kuratordapat melanjutkan usaha Debitor yang dinyatakan pailit walaupun terhadap putusan pernyataan pailit tersebut diajukan kasasi atau peninjauan kembali.
Apabila dalam kepailitan tidak diangkat panitia kreditor, Kurator memerlukan izin Hakim Pengawas untuk melanjutkan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Artinya, perusahaan yang dinyatakan pailit dimungkinkan untuk tetap dapat melanjutkan kegiatan usahanya, hanya saja dalam hal ini Kurator yang berwenang menjalankannya. Penjelasan selengkapnya mengenai akibat kepailitan dapat Anda simak dalam artikel Akibat Kepailitan Perusahaan Induk Terhadap Perusahaan Cabang.
Dapatkah Dilakukan Perubahan Anggaran Dasar Setelah Perusahaan Pailit?
besarnya jumlah modal dasar, modal ditempatkan, dan modal disetor;
jumlah saham, klasifikasi saham apabila ada berikut jumlah saham untuk tiap klasifikasi, hak-hak yang melekat pada setiap saham, dan nilai nominal setiap saham;
nama jabatan dan jumlah anggota Direksi dan Dewan Komisaris;
penetapan tempat dan tata cara penyelenggaraan RUPS;
tata cara pengangkatan, penggantian, pemberhentian anggota Direksi dan Dewan Komisaris;
tata cara penggunaan laba dan pembagian dividen.
Perubahan AD ditetapkan oleh Rapat Umum Pemegang Saham (“RUPS”). Acara mengenai perubahan anggaran dasar wajib dicantumkan dengan jelas dalam panggilan RUPS.[2]
Perubahan anggaran dasar tertentu harus mendapat persetujuan Menteri Hukum dan HAM (“Menteri”). Perubahan anggaran dasar tertentu meliputi:[3]
nama Perseroan dan/atau tempat kedudukan Perseroan;
maksud dan tujuan serta kegiatan usaha Perseroan;
jangka waktu berdirinya Perseroan;
besarnya modal dasar;
pengurangan modal ditempatkan dan disetor; dan/atau
status Perseroan yang tertutup menjadi Perseroan Terbuka atau sebaliknya.
Perubahan anggaran dasar selain yang diatur di atas, cukup diberitahukan kepada Menteri. Perubahan anggaran dasar dimuat atau dinyatakan dalam akta notaris dalam bahasa Indonesia. Perubahan anggaran dasar yang tidak dimuat dalam akta berita acara rapat yang dibuat notaris harus dinyatakan dalam akta notaris paling lambat 30 hari terhitung sejak tanggal keputusan RUPS.[4]
Sehubungan dengan pertanyaan Anda, mengenai perubahan AD terhadap perusahaan yang pailit diatur dalam Pasal 20 UUPT yang berbunyi:
Perubahan anggaran dasar Perseroan yang telah dinyatakan pailit tidak dapat dilakukan, kecuali dengan persetujuan kurator.
Persetujuan kurator sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampirkan dalam permohonan persetujuan atau pemberitahuan perubahan anggaran dasar kepada Menteri
Persetujuan kurator dilaksanakan sebelum pengambilan keputusan perubahan anggaran dasar. Hal tersebut dimaksudkan untuk menghindari kemungkinan adanya penolakan oleh kurator sehingga berakibat keputusan perubahan anggaran dasar menjadi batal.[5]
Hal serupa juga dikatakan oleh Yahya Harahap dalam bukunya Perseroan Terbatas (hal. 199), pada prinsipnya, AD perseroan yang telah dinyatakan pailit, tidak dapat dilakukan perubahan. Akan tetapi, atas persetujuan kurator dapat dilakukan perubahan AD, dengan cara:
Persetujuan kurator dilampirkan dalam permohonan persetujuan atau pemberitahuan perubahan AD kepada Menteri;
Persetujuan kurator, dilaksanakan sebelum pengambilan keputusan RUPS atas perubahan AD. Syarat ini menurut Penjelasan Pasal 20 ayat (1) UUPT dimaksudkan untuk menghindari kemungkinan adanya penolakan kurator setelah RUPS mengambil keputusan, sehingga berakibat keputusan perubahan AD menjadi batal.
Berdasarkan penjelasan di atas, perubahan AD perseroan yang telah dinyatakan pailit, tidak mutlak dilarang. Perubahan AD boleh dilakukan dengan syarat harus mendapat persetujuan lebih dulu dari kurator sebelum RUPS mengambil keputusan.[6]