Ulasan:
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul Putusan-putusan MK yang Mengubah Aturan Ketenagakerjaan yang dibuat oleh Ilman Hadi, S.H. yang pertama kali dipublikasikan pada Senin, 29 Oktober 2012.
Sifat Putusan Mahkamah Konstitusi (MK)
MK hanya memberikan tafsir atas isi ketentuan pasal atau ayat UU Ketenagakerjaan yang dimohonkan pengujiannya.
Tafsir Aturan UU Ketenagakerjaan oleh MK
Di bawah ini kami sajikan informasi mengenai berbagai putusan MK berkaitan dengan pengujian UU Ketenagakerjaan terhadap UUD 1945 di mana permohonan pemohon dikabulkan:
Pasal 158 UU Ketenagakerjaan;
Pasal 159 UU Ketenagakerjaan;
Pasal 160 ayat (1) UU Ketenagakerjaan sepanjang mengenai anak kalimat “… bukan atas pengaduan pengusaha …”;
Pasal 170 UU Ketenagakerjaan sepanjang mengenai anak kalimat “… kecuali Pasal 158 ayat (1), …”;
Pasal 171 UU Ketenagakerjaan sepanjang menyangkut anak kalimat “… Pasal 158 ayat (1) …”;
Pasal 186 UU Ketenagakerjaan sepanjang mengenai anak kalimat “… Pasal 137 dan Pasal 138 ayat (1) …”.
Pasal 120 ayat (1) dan ayat (2) UU Ketenagakerjaan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat;
Pasal 120 ayat (3) UU Ketenagakerjaan tidak bertentangan dengan UUD 1945 dan memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang:
frasa, “Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) atau ayat (2) tidak terpenuhi, maka …”, dihapuskan sehingga berbunyi “para serikat pekerja/serikat buruh membentuk tim perunding yang keanggotaannya ditentukan secara proporsional berdasarkan jumlah anggota masing masing serikat pekerja/serikat buruh” dan
ketentuan tersebut dimaknai, “dalam hal di satu perusahaan terdapat lebih dari satu serikat pekerja/serikat buruh, maka jumlah serikat pekerja/serikat buruh yang berhak mewakili dalam melakukan perundingan dengan pengusaha dalam suatu perusahaan adalah maksimal tiga serikat pekerja/serikat buruh atau gabungan serikat pekerja/serikat buruh yang jumlah anggotanya minimal 10% (sepuluh perseratus) dari seluruh pekerja/buruh yang ada dalam perusahaan”.
Ketiga,
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 37/PUU-IX/2011 yang menyatakan bahwa frasa ”belum ditetapkan” pada
Pasal 155 ayat (2) UU Ketenagakerjaan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai belum berkekuatan hukum tetap (hal. 38 – 39).
frasa “…perjanjian kerja waktu tertentu” dalam Pasal 65 ayat (7) UU Ketenagakerjaan; dan
frasa “…perjanjian kerja untuk waktu tertentu” dalam Pasal 66 ayat (2) huruf b UU Ketenagakerjaan,
bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang dalam perjanjian kerja tersebut tidak disyaratkan adanya pengalihan perlindungan hak-hak bagi pekerja/buruh yang objek kerjanya tetap ada, walaupun terjadi pergantian perusahaan yang melaksanakan sebagian pekerjaan borongan dari perusahaan lain atau perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh.
Kelima, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 19/PUU-IX/2011 yang menyatakan
Pasal 164 ayat (3) UU Ketenagakerjaan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang frasa “perusahaan tutup” tidak dimaknai “perusahaan tutup permanen atau perusahaan tutup tidak untuk sementara waktu” (hal. 59).
Pekerja/buruh dapat mengajukan permohonan pemutusan hubungan kerja kepada lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial dalam hal pengusaha tidak membayar upah tepat pada waktu yang telah ditentukan selama 3 (tiga) bulan berturut-turut atau lebih, meskipun pengusaha membayar upah secara tepat waktu sesudah itu
pembayaran upah pekerja/buruh yang terhutang didahulukan atas semua jenis kreditur termasuk atas tagihan kreditur separatis, tagihan hak negara, kantor lelang, dan badan umum yang dibentuk Pemerintah, sedangkan pembayaran hak-hak pekerja/buruh lainnya didahulukan atas semua tagihan termasuk tagihan hak negara, kantor lelang, dan badan umum yang dibentuk Pemerintah, kecuali tagihan dari kreditur separatis
Kesembilan,
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 7/PUU-XII/2014 yang menyatakan frasa “demi hukum” dalam
Pasal 59 ayat (7),
Pasal 65 ayat (8), dan
Pasal 66 ayat (4) UU Ketenagakerjaan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai (hal. 53 – 55):
Pekerja/buruh dapat meminta pengesahan nota pemeriksaan pegawai pengawas ketenagakerjaan kepada Pengadilan Negeri setempat dengan syarat:
Telah dilaksanakan perundingan bipartit namun perundingan bipartit tersebut tidak mencapai kesepakatan atau salah satu pihak menolak untuk berunding; dan
Telah dilakukan pemeriksaan oleh pegawai pengawas ketenagakerjaan berdasarkan peraturan perundang-undangan
Kesepuluh,
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 72/PUU-XIII/2015 yang menyatakan bahwa
Penjelasan Pasal 90 ayat (2) UU Ketenagakerjaan sepanjang frasa “tetapi tidak wajib membayar pemenuhan ketentuan upah minimum yang berlaku pada waktu diberikan penangguhan” bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat (hal. 40).
Kesebelas,
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 13/PUU-XV/2017 yang menyatakan frasa “kecuali telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama” dalam
Pasal 153 ayat (1) huruf f UU Ketenagakerjaan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat (hal. 52).
Jadi, putusan MK tidak untuk mengubah isi pasal atau ayat dalam undang-undang, termasuk UU Ketenagakerjaan, tetapi memberikan tafsir atas isi ketentuan pasal atau ayat dalam undang-undang yang diajukan pengujiannya terhadap UUD 1945 tersebut.
Guna mempermudah pembaca dan pengguna Pusat Data Hukumonline, Hukumonline menyajikan peraturan konsolidasi untuk UU Ketenagakerjaan berupa naskah yang rapi, komprehensif, terkini, beserta putusan-putusan MK yang mengujinya dalam format yang nyaman dan mudah digunakan. Peraturan konsolidasi
hanya dapat diakses oleh Pelanggan Professional Hukumonline.com, klik
di sini untuk berlangganan.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata-mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat
Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan
Konsultan Mitra Justika.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar hukum:
Putusan: