Belum lama ini, beberapa bank digital berencana membuat layanan pinjaman secara langsung melalui platform mereka. Pertanyaan saya:
Bagaimana skema pinjaman di bank digital dan bagaimana peraturannya?
Apa bedanya pinjaman bank digital dengan pinjaman online legal lainnya (seperti P2P lending)?
Bagaimana dengan pinjaman untuk orang asing di Indonesia? Apakah orang asing bisa jadi debitur bank di Indonesia?
Daftar Isi
INTISARI JAWABAN
Layanan pinjaman secara daring (online) yang ditawarkan oleh bank digital memiliki skema yang sama dengan kredit yang ditawarkan bank umum. Sehingga, layanan pinjaman bank digital tunduk pada ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai perbankan. Sementara itu, perbedaan antara kredit bank dan P2P lending terletak pada asal dana, dan kelembagaan penyelenggara.
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.
ULASAN LENGKAP
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul sama yang ditulisoleh Aisha Adelia, S.H. dan dipublikasikan pada Kamis, 18 Agustus 2022.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
Layanan Pinjaman oleh Bank Digital
Sebelum membahas mengenai layanan pinjaman yang ditawarkan oleh bank digital, kita perlu mengetahui bagaimana pengaturan mengenai bank digital, dan apa yang membedakan bank digital dari bank pada umumnya.
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Bank digital adalah Bank Berbadan Hukum Indonesia (“BHI”) yang menyediakan dan menjalankan kegiatan usaha terutama melalui saluran elektronik, tanpa kantor fisik selain kantor pusat atau menggunakan kantor fisik terbatas.[1]
Karakteristik yang dapat disimpulkan dari definisi tersebut adalah bank digital menyediakan dan menjalankan kegiatan usahanya:
lebih banyak melalui saluran elektronik; dan
tidak menggunakan kantor fisik selain kantor pusat, atau menggunakan kantor fisik terbatas.
Kemudian, Bank BHI yang beroperasi sebagai bank digital harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:[2]
memiliki model bisnis yang menggunakan teknologi yang inovatif dan aman dalam melayani kebutuhan nasabah;
memiliki kemampuan untuk mengelola model bisnis perbankan digital yang pruden dan berkesinambungan;
memiliki manajemen risiko secara memadai;
memenuhi aspek tata kelola, termasuk pemenuhan direksi yang mempunyai kompetensi di bidang teknologi informasi dan kompetensi lain, sesuai dengan ketentuan Otoritas Jasa Keuangan (“OJK”) mengenai penilaian kemampuan dan kepatutan bagi pihak utama lembaga jasa keuangan;
menjalankan perlindungan terhadap keamanan data nasabah; dan
memberikan upaya yang kontributif terhadap pengembangan ekosistem keuangan digital dan/atau inklusi keuangan.
Persyaratan di atas cenderung fokus pada penggunaan teknologi informasi yang menjadi media penyelenggaraan usaha bank digital. Dengan kata lain, persyaratan ini adalah persyaratan tambahan bagi bank umum yang hendak beroperasi sebagai bank digital, dengan tujuan untuk mengakomodasi penggunaan teknologi informasi tersebut. Kemudian sebagai informasi, dikutip dari laman OJK tentang Ringkasan POJK Bank Umum, pengaturan dalam POJK Bank Umum diberlakukan bagi bank umum konvensional, salah satunya adalah BHI.
Secara umum, tidak terdapat perbedaan yang mendasar antara bank digital dan bank umum, khususnya mengenai produk atau layanan yang ditawarkan. Pasal 30 POJK Bank Umum juga mengatur bahwa:
Bank BHI yang beroperasi sebagai Bank Digital wajib memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan yang diberlakukan untuk Bank BHI.
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa perbedaan antara bank digital dan bank umum beradapadatatanan kelembagaan, bukan kegiatan usaha atau produk yang ditawarkan.
Namun, untuk menjawab pertanyaan terkait layanan pinjaman yang ditawarkan oleh bank digital, kami akan mengacu pada ketentuan mengenai layanan pinjaman oleh bank umum. Berikut ulasannya.
Pengertian dan Dasar Hukum Kredit
Dalam Pasal 14 angka 1 UU 4/2023, layanan pinjaman disebut sebagai kredit, yang memiliki definisi sebagai berikut:
Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.
Berdasarkan pengertian di atas, kredit merupakan layanan pinjam-meminjam atau utang-piutang, dengan bank sebagai kreditor dan nasabah sebagai debiturnya.
Kredit juga merupakan kegiatan usaha bank yang utama, sebagaimana dijelaskan dalam definisi bank, yaitu badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau pembiayaan dan/atau bentuk lainnya, dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat.[3]
Dengan demikian menurut hemat kami, layanan pinjaman yang ditawarkan oleh bank digital sebenarnya berbentuk kredit, yang selama ini telah ditawarkan oleh bank umum. Lalu, tidak terdapat perbedaan di antara keduanya, kecuali bahwa layanan pinjaman yang ditawarkan oleh bank digital dilakukan secara daring (online).
Layanan Pinjaman oleh P2P Lending
Lalu, apa perbedaan antara layanan kredit bank digital dengan pinjaman online (“pinjol”) atau peer-to-peer (“P2P”) lending? Untuk memudahkan penjelasan lebih lanjut sekaligus menjawab pertanyaan Anda yang kedua, kami memuat tabel perbedaan sebagai berikut.
Memberikan kredit dari dana yang disimpan oleh masyarakat padanya.
Tidak memiliki dana dalam transaksi LPBBTI.
3
Penyelenggara/Kelembagaan
Bank digital adalah bank umum yang tunduk pada ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai perbankan.
Lembaga jasa keuangan lainnya, seperti pegadaian, lembaga penjaminan, dan sebagainya.
Layanan P2P lending diatur dalam POJK LPBBTI. Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi (“LPBBTI”) adalah penyelenggaraan layanan jasa keuangan yang mempertemukan pemberi dana dengan penerima dana, untuk melakukan pendanaan konvensional atau berdasarkan prinsip syariah, secara langsung melalui sistem elektronik dengan menggunakan internet.[4]
Kemudian, LPBBTI ditawarkan oleh penyelenggara LPBBTI, yaitu badan hukum Indonesia yang menyediakan, mengelola, dan mengoperasikan LPBBTI baik secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah.[5]
Dalam hal ini, penyelenggara LPBBTI hanya berfungsi sebagai perantara antara pemberi dana dan penerima dana, dan memberikan wadah bagi mereka untuk melakukan transaksi pendanaan, yang memiliki definisi sebagai berikut:[6]
Pendanaan adalah penyaluran dana dari pemberi dana kepada penerima dana dengan suatu janji yang akan dibayarkan atau dikembalikan sesuai dengan jangka waktu tertentu dalam transaksi LPBBTI.
Berbeda dengan bank yang memberikan kredit dari dana yang disimpan oleh masyarakat padanya, penyelenggara LPBBTI seperti pinjol tidak memiliki dana dalam transaksi LPBBTI. Karena pada dasarnya, dana didapatkan dari pemberi dana, selain itu penyelenggara LPBBTI hanya dapat menghimpun dana selama 2 hari kerja pada escrow account, sebelum menyalurkan dana kepada penerima dana.[7] Dana ini juga tidak diperhitungkan sebagai aset penyelenggara LPBBTI.[8] Sebagai informasi, escrow account adalah rekening giro di bank atas nama penyelenggara yang merupakan titipan dan digunakan untuk tujuan tertentu yaitu penerimaan dan pengeluaran dana dari dan kepada pengguna.[9]
Lebih lanjut, secara kelembagaan, bank dan penyelenggara LPBBTI berbeda. Penyelenggara LPBBTI termasuk lembaga jasa keuangan lainnya, seperti pegadaian, lembaga penjaminan, lembaga pembiayaan ekspor Indonesia, dan sebagainya.[10] Sementara itu, seperti yang telah dijelaskan, bank digital merupakan bank umum, yang tunduk pada ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai perbankan.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa layanan pinjaman secara daring yang ditawarkan oleh bank digital memiliki skema yang sama dengan kredit yang ditawarkan oleh bank pada umumnya. Oleh karena itu, layanan ini tunduk pada ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai perbankan.
Sementara, layanan P2P lending ditawarkan oleh penyelenggara LPBBTI, yang berfungsi sebagai perantara antara pemberi dana dan penerima dana. Dana berasal dari pemberi dana, dan penyelenggara LPBBTI hanya membantu menyalurkan dana kepada penerima dana. Secara kelembagaan, penyelenggara LPBBTI merupakan lembaga jasa keuangan lainnya, bukan bank.
Aturan Hukum Pemberian Kredit kepada Bukan Penduduk
Menjawab pertanyaan Anda yang terakhir, orang asing yang Anda maksud kami asumsikan sebagai bukan penduduk, yaitu orang, badan hukum, atau badan lainnya, yang tidak berdomisili di Indonesia atau berdomisili di Indonesia kurang dari 1 tahun, termasuk perwakilan dan staf diplomatik negara lain di Indonesia.[11]
Lebih lanjut, pada dasarnya menurut Pasal 17 ayat (1) huruf d PBI 24/7/2022, bank dilarang melakukan transaksi berupa pemberian cerukan serta kredit dan/atau pembiayaan dalam rupiah atau valuta asing kepada bukan penduduk. Walau demikian, terdapat pengecualian atas larangan terhadap pemberian kredit, yaitu pemberian kredit atau pembiayaan kepada bukan penduduk dengan persyaratan kegiatan ekonomi tertentu di Indonesia, sebagaimana diatur dalam Pasal 17 ayat (2) huruf c PBI 24/7/2022. Penjelasan selengkapnya dapat Anda baca pada artikel Bolehkah WNA Menjadi Debitur Bank di Indonesia?.
Perkaya riset hukum Anda dengan analisis hukum terbaru dwibahasa, serta koleksi terjemahan peraturan yang terintegrasi dalam Hukumonline Pro, pelajari lebih lanjut di sini.