Bagaimana kedudukan seorang direksi bilamana dalam pelaksanaan Perseroan Terbatas dia mengalami sakit jasmani seperti sakit stroke? Masih kah bisa dikatakan bahwa direksi tersebut berwenang atas pekerjaannya di Perseroan Terbatas? Terima kasih dan mohon bantuannya.
Daftar Isi
INTISARI JAWABAN
ULASAN LENGKAP
Dalam hal seorang direksi mengalami sakit jasmani, harus dilihat kembali pengaturan pada Anggaran Dasar Perseroan tersebut. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 107UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas(“UUPT”) yang mengatur bahwa dalam anggaran dasar diatur ketentuan mengenai:
b.tata cara pengisian jabatan anggota Direksi yang lowong; dan
c.pihak yang berwenang menjalankan pengurusan dan mewakili Perseroan dalam hal seluruh anggota Direksi berhalangan atau diberhentikan untuk sementara.
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Pada Perseroan Terbatas, ada kalanya direksi tidak hanya dijabat oleh satu orang saja. Sehingga apabila ada direksi yang berhalangan (misal: sakit), perseroan tersebut masih dapat berjalan. Namun, bila ternyata dalam perseroan itu posisi direksi hanya dijabat oleh satu orang saja, kemudian direksi tersebut sakit, tentu akan menimbulkan persoalan. Oleh karena itu, UUPT menentukan bahwa hal ini harus diatur dalam anggaran dasar (“AD”) yaitu mengenai siapa pihak yang berwenang menjalankan pengurusan dan mewakili perseroan dalam hal seluruh anggota Direksi berhalangan.
Demikian menurut M. Yahya Harahap sebagaimana kami sarikandari buku “Hukum Perseroan Terbatas” (hal. 435). Menurutnya, untuk mengatasi kevakuman atau kekosongan jabatan jika direksi berhalangan secara temporer/sementara atau permanen, perseroan harus mengantisipasinya dalam AD dengan jalan mengatur ketentuan, siapa atau pihak mana ataupun organ mana yang berwenang bertindak menjalankan pengurusan perseroan sesuai dengan yang ditentukan Pasal 92 ayat (1) UUPT serta siapa yang berwenang mewakili perseroan ke dalam dan keluar sesuai dengan ketentuan Pasal 98 ayat [1] UUPT.
Lebih lanjut, Yahya menyatakan bahwa perintah atau anjuran Pasal 107 UUPT tersebut, wajib dengan cermat diperhatikan Notaris yang diminta menyusun Akta Pendirian dan AD Perseroan. Begitu juga Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, seyogyanya memperhatikannya. Jika sekiranya pada saat permintaan pengesahan AD, tidak menemukan aturan tentang hal itu, sebaiknya dianjurkan untuk memperbaikinya.
Dengan demikian, pada saat direksi berhalangan sementara atau permanen, kewenangannya diberikan kepada siapa yang disebutkan dalam AD perseroan.