KlinikBerita
New
Hukumonline Stream
Data PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Aturan Cuti Melahirkan bagi Pekerja dengan Persalinan Prematur

Share
Ketenagakerjaan

Aturan Cuti Melahirkan bagi Pekerja dengan Persalinan Prematur

Aturan Cuti Melahirkan bagi Pekerja dengan Persalinan Prematur
Claudia Bhara Pradita, S.H., M.I.Kom.Lembaga Bantuan Hukum Mawar Saron

Bacaan 10 Menit

Article Klinik

PERTANYAAN

Menurut UU Ketenagakerjaan, pekerja wanita berhak atas cuti bersalin 1,5 bulan sebelum melahirkan dan 1,5 bulan setelah melahirkan menurut perhitungan dokter kandungan atau bidan. Sedangkan, pekerja wanita berhak mendapat istirahat selama 1,5 bulan setelah keguguran kandungan. Persoalan yang kami hadapi saat ini yaitu salah seorang rekan kerja wanita kami mengalami kelahiran prematur (2,5 bulan lebih awal dari perhitungan dokter kandungan). Pertanyaannya, bagaimana seharusnya melihat kasus seperti ini? Apakah ini dianggap bersalin atau keguguran kandungan? Sebab perusahaan tempat kami bekerja menerapkan aturan sebagaimana diatur dalam UU Ketenagakerjaan (1,5 bulan istirahat setelah keguguran), sedangkan pada kenyataannya bayi kembar rekan kami ini masih hidup di inkubator. Demikian kami mohon informasinya. Terima kasih.

Daftar Isi

    INTISARI JAWABAN

    Persalinan prematur atau persalinan kurang bulan adalah persalinan yang terjadi antara usia kehamilan 28 minggu sampai <37 minggu. Sementara, keguguran atau abortus spontan merupakan kejadian berhentinya kehamilan pada usia kehamilan <20 minggu dan terjadi secara alamiah.

    Terhadap pekerja/buruh perempuan yang melahirkan secara prematur tetap berhak atas cuti melahirkan selama 3 bulan secara akumulatif dan bukan diberikan cuti keguguran.

    Lantas, langkah hukum apa yang dapat dilakukan jika pekerja perempuan tak dapat cuti melahirkan karena persalinan prematur?

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

    KLINIK TERKAIT

    Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul Perhitungan Hak Cuti Melahirkan Prematur yang dibuat oleh Diana Kusumasari, S.H., M.H., dan pertama kali dipublikasikan pada Kamis, 31 Maret 2011.

    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata ā€“ mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

    Melahirkan Prematur, Termasuk Keguguran atau Dianggap Bersalin?

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

    Untuk menjawab pertanyaan Anda apakah kelahiran prematur dianggap bersalin atau keguguran kandungan, perlu diketahui terlebih dahulu mengenai apa itu keguguran dan persalinan prematur.

    Keguguran atau abortus spontan merupakan abortus yang terjadi secara alamiah tanpa intervensi luar (buatan) untuk mengakhiri kehamilan. Abortus sendiri adalah kejadian berhentinya kehamilan sebelum janin dapat hidup di luar kandungan pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu atau dengan berat janin kurang dari 500 gram.[1]

    Sementara, persalinan prematur atau persalinan kurang bulan menurut WHO adalah persalinan yang terjadi antara usia kehamilan 28 minggu sampai kurang dari 37 minggu (259 hari).[2]

    Dari pengertian di atas, jika dihitung usia kehamilan rekan kerja Anda yang melahirkan 2,5 bulan dari perkiraan dokter maka usia kehamilannya telah lebih dari 20 minggu dan kurang dari 37 minggu. Dengan demikian, peristiwa tersebut merupakan persalinan, bukan keguguran, terutama bayi tersebut setelah dilahirkan tetap hidup walaupun masih dalam inkubator. Sehingga tidak dapat dikategorikan sebagai keguguran.

    Aturan Cuti Melahirkan bagi Pekerja yang Melahirkan Prematur

    Pekerja yang melahirkan prematur berhak mendapatkan cuti melahirkan setidaknya selama 3 bulan. Hal tersebut diatur dalam Pasal 82 ayat (1) UU Ketenagakerjaan yang berbunyi:

    Pekerja/buruh perempuan berhak memperoleh istirahat selama 1,5 (satu setengah) bulan sebelum saatnya melahirkan anak dan 1,5 (satu setengah) bulan sesudah melahirkan menurut perhitungan dokter kandungan atau bidan.

    Lamanya cuti melahirkan tersebut dapat diperpanjang berdasarkan surat keterangan dokter kandungan atau bidan, baik sebelum maupun setelah melahirkan.[3]

    Meskipun kelahiran prematur terjadi lebih awal dari perhitungan dokter kandungan, tidak dengan sendirinya menghapus hak rekan Anda atas cuti melahirkan yang secara akumulatif adalah 3 bulan.

    Selanjutnya, terkait dengan pernyataan Anda bahwa perusahaan memberikan cuti keguguran terhadap rekan Anda yang melahirkan prematur, dapat kami sampaikan bahwa aturan tersebut hanya dapat diterapkan kepada pekerja/buruh perempuan yang mengalami keguguran. Artinya, perusahaan tidak dapat memberikan hak cuti keguguran yaitu 1,5 bulan kepada rekan Anda, karena peristiwa yang rekan Anda alami adalah persalinan, bukan keguguran.

    Baca juga: Aturan Cuti Haid, Cuti Melahirkan, dan Cuti Keguguran

    Langkah Hukum Pekerja Perempuan Jika Tak Dapat Cuti Melahirkan

    Apabila perusahaan tetap menerapkan aturan pemberian cuti keguguran terhadap pekerja perempuan yang melahirkan secara prematur, maka peraturan perusahaan tersebut melanggar Pasal 82 ayat (1) UU Ketenagakerjaan. Ketentuan dalam peraturan perusahaan pada dasarnya tidak boleh bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Apabila peraturan perusahaan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, maka yang berlaku adalah ketentuan peraturan perundang-undangan.[4]

    Selanjutnya, rekan Anda dapat melakukan upaya penyelesaian secara bipartit yaitu rekan Anda mengajukan keberatan atau perundingan kepada perusahaan secara musyawarah mufakat.[5] Apabila upaya tersebut gagal, dapat dilanjutkan dengan upaya tripartit, yakni upaya penyelesaian dengan melibatkan mediator dari Dinas Ketenagakerjaan.[6] Jika upaya tripartit tidak membuahkan hasil, maka pihak-pihak dapat mengajukan gugatan perselisihan hak kepada Pengadilan Hubungan Industrial.

    Selengkapnya mengenai mekanisme penyelesaian perselisihan antara pekerja dan pengusaha dapat Anda baca dalam artikel 3 Mekanisme Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.

    Demikian jawaban dari kami tentang aturan cuti melahirkan prematur, semoga bermanfaat.

    DASAR HUKUM

    Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;
    Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial
    Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang tentang Cipta Kerja Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja
    Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023

    REFERENSI

    1. Ike Sri Wahyuni, Farida Kartini, dan Abkar Raden. Dampak Kejadian Pasca Abortus Spontan pada Ibu Hamil. Jurnal Kesehatan, Vol. 13 No. 1 (2022);
    2. Sriyana Herman dan Hermanto Tri Joewono. Buku Acuan Persalinan Kurang Bulan (Prematur). Kendari: Yayasan Avicenna Kendari, 2020.

    [1] Ike Sri Wahyuni, Farida Kartini, dan Abkar Raden, Dampak Kejadian Pasca Abortus Spontan pada Ibu Hamil, Jurnal Kesehatan, Vol. 13 No. 1 (2022), hal. 91 ā€“ 92

    [2] Sriyana Herman dan Hermanto Tri Joewono, Buku Acuan Persalinan Kurang Bulan (Prematur), Kendari: Yayasan Avicenna Kendari, 2020, hal. 20

    [3] Penjelasan Pasal 82 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (ā€œUU Ketenagakerjaanā€)

    [4] Pasal 111 ayat (2) UU Ketenagakerjaan dan penjelasannya.

    [5] Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (ā€œUU PPHIā€)

    [6] Pasal 8 UU PPHI

    TAGS

    Punya masalah hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Powered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Semua

    TIPS HUKUM

    Lihat Semua
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda