Saya ingin menanyakan, apakah seorang pegawai perempuan bisa mendapatkan cuti haid dan cuti melahirkan? Jika bisa, cuti melahirkan dan cuti haid berapa hari lamanya? Apakah aturan cuti haid UU Cipta Kerja atau masuk apa? Terima kasih.
DAFTAR ISI
INTISARI JAWABAN
Cuti khusus yang diberikan bagi karyawan perempuan antara lain adalah cuti haid, cuti melahirkan, dan cuti keguguran kandungan. Bagaimana bunyi aturan dan berapa lama cuti khusus yang diberikan tersebut?
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.
ULASAN LENGKAP
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran kedua dari artikel dengan judul Cuti Khusus Perempuan yang dibuat oleh Shanti Rachmadsyah, S.H. dan pertama kali dipublikasikan pada Kamis, 29 Juli 2010, yang pertama kali dimutakhirkan pada Kamis, 11 Agustus 2022.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Cuti Haid
Aturan cuti haid dan cuti melahirkan sebagaimana Anda tanyakan sebenarnya telah diakomodir dalam UU Ketenagakerjaan sebagai cuti khusus bagi karyawan perempuan.
Terkait cuti haid, ketentuan Pasal 81 ayat (1) UU Ketenagakerjaan menyebutkan aturan cuti haid bagi karyawan perempuan sebagai berikut:
Pekerja/buruh perempuan yang dalam masa haid merasakan sakit dan memberitahukan kepada pengusaha, tidak wajib bekerja pada hari pertama dan kedua pada waktu haid.
Lalu, menjawab pertanyaan, cuti haid berapa hari, kami sampaikan bahwa jawabnya adalah dapat diberikan selama 2 hari, yaitu hari pertama dan kedua saja. Meski demikian, pelaksanaan cuti haid diatur lebih lanjut dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.[1]
Kemudian menjawab pertanyaan, apakah saat cuti haid tidak digaji? Kami sampaikan hal itu tidak benar. Pasalnya, ketentuan Pasal 93 ayat (1) huruf b UU Ketenagakerjaan menyebutkan pengusaha wajib membayar upah bagi karyawan perempuan yang sakit pada hari pertama dan kedua masa haidnya sehingga tidak bisa melakukan pekerjaan. Dengan demikian, cuti haid adalah cuti berbayar, dan karyawan perempuan yang cuti haid tetap digaji.
Pekerja/buruh perempuan berhak memperoleh istirahat selama 1,5 bulan sebelum saatnya melahirkan anak dan 1,5 bulan sesudah melahirkan menurut perhitungan dokter kandungan atau
Merujuk pasal tersebut, dapat dikatakan bahwa lamanya cuti melahirkan 3 bulan, yaitu total dari (1,5 bulan) sebelum dan (1,5 bulan) sesudah melahirkan. Namun, lamanya istirahat dapat diperpanjang berdasarkan surat keterangan dokter kandungan atau bidan, baik sebelum maupun sesudah melahirkan.[2]
Tidak hanya cuti melahirkan, karyawan perempuan yang mengalami keguguran kandungan juga berhak memperoleh cuti keguguran sebagaimana diatur dalam Pasal 82 ayat (2) UU Ketenagakerjaan yang menerangkan:
Pekerja/buruh perempuan yang mengalami keguguran kandungan berhak memperoleh istirahat 1,5 bulan atau sesuai dengan surat keterangan dokter kandungan atau bidan.
Lalu timbul pertanyaan kembali, apakah cuti melahirkan digaji? Iya, setiap karyawan perempuan yang menggunakan hak cuti melahirkan dan cuti keguguran tetap berhak mendapatkan upah penuh.[3]
Demikian jawaban dari kami tentang cuti haid, cuti melahirkan dan cuti keguguran, semoga bermanfaat.