Apa bunyi Pasal 6 dan 7 KUHP baru? Apakah Pasal 6 dan 7 KUHP baru mengatur tentang asas universal? Jika benar, apa itu asas universal?
Daftar Isi
INTISARI JAWABAN
Asas universal adalah asas/prinsip dimana setiap negara memiliki yurisdiksi untuk mengadili pelaku kejahatan internasional yang dilakukan di mana pun, tanpa memperhatikan kebangsaan pelaku maupun korban.
Dalam KUHP lama, asas universal tercermin dalam Pasal 4 angka 2 dan 4. Sedangkan dalam UU 1/2023 tentang KUHP baru, asas universal secara eksplisit diatur dalam Pasal 6 dan Pasal 7. Bagaimana bunyi dasar hukum selengkapnya?
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.
ULASAN LENGKAP
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama dan UU 1/2023 tentang KUHP yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 2023.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
Apa itu Asas Universal?
Prinsip atau asas universal pada dasarnya dikenal di dalam hukum internasional. Berdasarkan prinsip ini, setiap negara memiliki yurisdiksi untuk mengadili pelaku kejahatan internasional yang dilakukan di mana pun, tanpa memperhatikan kebangsaan pelaku maupun korban.[1]
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Kemudian, menurut Sefriani dalam bukunya yang berjudul Hukum Internasional: Suatu Pengantar (hal. 244), alasan munculnya prinsip ini adalah bahwa pelaku dianggap orang yang sangat kejam, musuh segala umat manusia, dan jangan sampai ada tempat untuk pelaku meloloskan diri dari hukuman, sehingga tuntutan yang dilakukan oleh sesuatu negara terhadap pelaku adalah atas nama seluruh masyarakat internasional.
Adapun contoh kejahatan yang dianggap sebagai musuh seluruh umat manusia (hostis humani generis) adalah perdagangan budak, pembajakan di laut, perdagangan gelap narkotika dan bahan psikotropika, kejahatan genosida, kejahatan perang, pembajakan pesawat udara, atau kejahatan penerbangan.[2]
Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia diterapkan bagi setiap orang yang melakukan di luar Indonesia:
suatu kejahatan mengenai mata uang atau uang kertas yang dikeluarkan oleh negara atau bank, ataupun mengenai meterai yang dikeluarkan dan merek yang digunakan oleh Pemerintah Indonesia;
salah satu kejahatan yang tersebut dalam pasal-pasal 438, 444 sampai dengan 446 tentang pembajakan laut dan pasal 447 tentang penyerahan kendaraan air kepada kekuasaan bajak laut dan pasal 479 huruf j tentang penguasaan pesawat udara secara melawan hukum, pasal 479 huruf l, m, n, dan o tentang kejahatan yang mengancam keselamatan penerbangan sipil.
Isi Pasal 6 dan 7 UU 1/2023
Sedangkan dalam UU 1/2023 tentang KUHP baru yang berlaku 3 tahun sejak tanggal diundangkan,[3] yaitu tahun 2026, asas universal secara eksplisit diatur dalam Pasal 6 dan Pasal 7 sebagai berikut:
Pasal 6
Ketentuan pidana dalam Undang-Undang berlaku bagi Setiap Orang yang berada di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang melakukan Tindak Pidana menurut hukum internasional yang telah ditetapkan sebagai Tindak Pidana dalam Undang-Undang.
Pasal 7
Ketentuan pidana dalam Undang-Undang berlaku bagi Setiap Orang yang melakukan Tindak Pidana di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang penuntutannya diambil alih oleh Pemerintah Indonesia atas dasar suatu perjanjian internasional yang memberikan kewenangan kepada Pemerintah Indonesia untuk melakukan penuntutan pidana.
Selanjutnya, berdasarkan Penjelasan Pasal 6 UU 1/2023, ketentuan ini mengandung asas universal yang melindungi kepentingan hukum Indonesia dan/atau kepentingan hukum negara lain. Landasan pengaturan asas ini terdapat dalam konvensi internasional yang telah disahkan oleh Indonesia, misalnya:
konvensi internasional mengenai uang palsu (UU 6/1981 tentang pengesahan International Convention for the Suppression of Counterfeiting Currency and Protocol, Geneve 1929);
konvensi internasional mengenai laut bebas dan hukum laut yang di dalamnya mengatur tindak pidana pembajakan laut (UU 17/1985 tentang pengesahan UNCLOS 1982);
konvensi internasional mengenai kejahatan penerbangan dan kejahatan terhadap sarana atau prasarana penerbangan (UU 2/1976 tentang pengesahan Tokyo Convention 1963, Hague Convention 1970, Montreal Convention 1971); atau
konvensi internasional mengenai pemberantasan peredaran gelap narkotika dan psikotropika (UU 7/1997 tentang pengesahan UN Convention Against Illicit Traffic In Narcotic Drugs And Psychotropic Substances, 1988)
Adapun menurut Penjelasan Pasal 7 UU 1/2023, ketentuan ini dimaksudkan untuk mengantisipasi perkembangan adanya perjanjian antara Indonesia dan negara lain yang memungkinkan warga negara dari negara lain tersebut penuntutannya diambil alih dan diadili oleh Indonesia karena melakukan tindak pidana tertentu yang diatur dalam perjanjian tersebut.