Apakah Penerima Surat Tilang Otomatis Jadi Tersangka?
Bacaan 4 Menit
PERTANYAAN
Ketika seseorang kena tilang oleh Polisi, lalu apakah orang tersebut otomatis jadi tersangka?
Pro
Pusat Data
Koleksi peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan yang sistematis serta terintegrasi
Solusi
Wawasan Hukum
Klinik
Tanya jawab gratis tentang berbagai isu hukum
Berita
Informasi dan berita terkini seputar perkembangan hukum di Indonesia
Jurnal
Koleksi artikel dan jurnal hukum yang kredibel untuk referensi penelitian Anda
Event
Informasi mengenai seminar, diskusi, dan pelatihan tentang berbagai isu hukum terkini
Klinik
Berita
Login
Pro
Layanan premium berupa analisis hukum dwibahasa, pusat data peraturan dan putusan pengadilan, serta artikel premium.
Solusi
Solusi kebutuhan dan permasalahan hukum Anda melalui pemanfaatan teknologi.
Wawasan Hukum
Layanan edukasi dan informasi hukum tepercaya sesuai dengan perkembangan hukum di Indonesia.
Catalog Product
Ada Pertanyaan? Hubungi Kami
Bacaan 4 Menit
Ketika seseorang kena tilang oleh Polisi, lalu apakah orang tersebut otomatis jadi tersangka?
Istilah yang tepat bagi orang yang melakukan pelanggaran lalu lintas setelah diundangkannya UU LLAJ adalah pelanggar. Â Penjelasan lebih lengkap silakan baca ulasan di bawah ini. |
Peraturan perundang-undangan mengenai pelanggaran lalu lintas (selanjutnya disebut dengan tilang) mengenal beberapa istilah untuk menyebut orang yang melakukan pelanggaran lalu lintas. Di antaranya adalah tersangka, terdakwa, terpidana, dan pelanggar. Tentu ini bukan persoalan istilah semata melainkan juga status yang memiliki implikasi hukum tertentu.
Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP), tidak ditemukan istilah tersangka bagi orang yang melakukan pelanggaran lalu lintas melainkan terdakwa dan terpidana. Salah satu contoh adalah Pasal 213 KUHAP yang menyatakan bahwa terdakwadapat menunjuk seorang dengan surat untuk mewakilinya di sidang. Begitu juga dengan Pasal 214 ayat (2) KUHAP yang menyatakan bahwa dalam hal putusan diucapkan di luar hadirnya terdakwa, surat amar putusan segera disampaikan kepada terpidana.
Hal itu disebabkan KUHAP yang tidak secara jelas menggolongkan pelanggaran lalu lintas sebagai tindak pidana atau pelanggaran. Dalam BAB XVI KUHAP dinyatakan bahwa perkara yang diperiksa menurut acara pemeriksaan cepat adalah tindak pidana ringan dan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan lalu lintas.
Serupa juga terlihat dalam beberapa pengaturan lebih lanjut dari KUHAP mengenai penindakan pelanggaran lalu lintas. Dalam Lampiran Kesepakatan Bersama tertanggal 19 Juni 1993 antara Ketua Mahkamah Agung, Menteri Kehakiman, Jaksa Agung, dan Kepala Kepolisian tentang Tata Cara Penyelesaian Perkara Pelanggaran Lalu Lintas Jalan Tertentu dikenal dua istilah yaitu tersangka dan/atau pelanggar. Misalnya, terkait warna dan peruntukan lembar surat tilang, warna merah diperuntukan bagi pelanggar/tersangka.
Lampiran Surat Keputusan Kapolri Nomor SKEP/443/IV/1998 (SKEP 1998) tentang Buku Petunjuk Teknis Tentang Penggunaan Blanko Tilang juga mengenal dua istilah yaitu pelanggar dan terdakwa. Sebagai contoh, dalam bagian Pendahuluan bagian Umum dinyatakan bahwa tilang merupakan alat utama yang dipergunakan dalam penindakan bagi pelanggar, dan seterusnya.
Kemudian SKEP 1998 menyatakan bahwa terdakwa adalah seseorang yang telah melakukan pelanggaran lalu lintas jalan tertentu dan telah mendapat tindakan dari penyidik untuk diajukan ke sidang pengadilan.
Perbedaan peristilahan ini lalu diluruskan oleh Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ). Dimana UU LLAJ hanya mengenal istilah pelanggar bagi orang yang melakukan pelanggaran lalu lintas. Misalnya, Pasal 267 ayat (2) UU LLAJ yang menyatakan acara pemeriksaan cepat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan tanpa kehadiran pelanggar.
Begitupun untuk pelanggar yang telah atau menempuh jalur persidangan, istilah yang digunakan adalah tetap pelanggar bukan terpidana sebagaimana KUHAP. Sebagai contoh, Pasal 268 ayat (1) UU LLAJ yang menyatakan bahwa dalam hal putusan pengadilan menetapkan pidana denda lebih kecil daripada uang yang dititipkan, sisa uang harus diberitahukan kepada pelanggar untuk diambil.
Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2012 tentang Tata Cara Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan dan Penindakan Pelanggaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (PP 80/2012) juga tidak mengenal istilah tersangka untuk orang yang melakukan pelanggaran lalu lintas. Sebagai contoh, Pasal 25 ayat (2) huruf a PP 80/2012 menyatakan bahwa blangko tilang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit berisi kolom mengenai: a. identitas pelanggardan kendaraan bermotor yang digunakan.
Dengan demikian, istilah yang tepat bagi orang yang melakukan pelanggaran lalu lintas setelah diundangkannya UU LLAJ adalah pelanggar.
Demikian jawaban dari saya. Semoga bermanfaat.
  Â
KLINIK TERBARU
Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!
Butuh lebih banyak artikel?