Beberapa saat yang lalu istri saya secara diam-diam direkam oleh seseorang. Kemudian video tersebut disebarkan oleh oknum pengacara di media sosial dan dibuat viral dengan berbagai narasi yang mengatakan bahwa istri saya maling. Bahkan parahnya, ia juga mengatai istri saya “wanita booking-an” dan dilecehkan secara seksual oleh berbagai warganet. Sekedar info, istri saya tidak melakukan pelanggaran hukum apapun, tetapi ternyata ada aturan internal di grup komunitas yang diikuti pengacara itu yang ternyata tidak suka dengan tindakan istri saya, itulah yang dijadikan alasan mereka mem-viralkan istri saya. Berbagai pihak sudah mengingatkan pengacara tersebut, sayangnya dia malah menantang tanpa rasa bersalah sama sekali. Bahkan di grup komunitas, dia dengan berani menulis dengan kata-kata menantang saya. Sebagai suami, saya tidak terima istri saya dilecehkan, tetapi oknum pengacara ini merasa mengerti hukum sehingga membenarkan tindakannya. Lalu apa yang bisa saya lakukan untuk mendapatkan keadilan bagi istri saya? Di sisi lain, advokat tersebut merasa kebal hukum dan dilindungi hak imunitas. Terima kasih.
DAFTAR ISI
INTISARI JAWABAN
Seorang advokat memang memiliki hak imunitas atau kekebalan hukum menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat (“UU Advokat”). Akan tetapi kami meluruskan bahwa kebal hukum yang dimiliki advokat adalah kebal hukum saat dia menjalankan tugas profesinya dengan iktikad baik untuk kepentingan pembelaan klien di dalam maupun di luar sidang pengadilan, bukan kebal hukum dalam arti bebas dari tuntutan pidana yang ia lakukan. Advokat yang melakukan tindak pidana, tetap dapat dikenai tindakan, baik oleh Dewan Kehormatan maupun dituntut di muka pengadilan.
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda klik ulasan di bawah ini.
ULASAN LENGKAP
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Istilah Pengacara dan Advokat
Menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat(“UU Advokat”), advokat merupakan orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan UU Advokat.
Pengacara merupakan sebutan lain yang banyak digunakan bagi profesi advokat. Kesamaan antara keduanya dapat Anda simak dalam definisi advokat yang tercantum dalam Kode Etik Advokat Indonesia(“KEAI”). Pasal 1 huruf a KEAI berbunyi:
Advokat adalah orang yang berpraktek memberi jasa hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan undang-undang yang berlaku, baik sebagai Advokat, Pengacara, Penasehat Hukum, Pengacara praktek ataupun sebagai konsultan hukum.
Dengan demikian, jelas bahwa pengacara merupakan suatu profesi yang juga tunduk pada UU Advokat dan KEAI. Guna menyeragamkan peristilahan dengan UU Advokat, maka kami akan menggunakan istilah advokat dalam jawaban ini.
Advokat Kebal Hukum?
Advokat bebas dalam menjalankan tugas profesinya untuk membela perkara yang menjadi tanggung jawabnya dengan tetap berpegang pada kode etik profesi dan peraturan perundang-undangan.[1]Ketentuan ini mengatur mengenai kekebalan Advokat dalam menjalankan tugas profesinya untuk kepentingan kliennya di luar sidang pengadilan dan dalam mendampingi kliennya pada dengar pendapat di lembaga perwakilan rakyat.[2]
Di sisi lain, dalam Pasal 16 UU Advokat juga menyebutkan:
Advokat tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana dalam menjalankan tugas profesinya dengan iktikad baik untuk kepentingan pembelaan Klien dalam sidang pengadilan.
Mahkamah Konstitusi melalui Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 26/PUU-XI/2013memberi catatan bahwa Pasal 16 UU Advokat di atas bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai bahwa “Advokat tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana dalam menjalankan tugas profesinya dengan iktikad baik untuk kepentingan pembelaan klien di dalam maupun di luar sidang pengadilan”.
Lebih lanjut, yang dimaksud dengan “iktikad baik” adalah menjalankan tugas profesi demi tegaknya keadilan berdasarkan hukum untuk membela kepentingan kliennya. Sementara “sidang pengadilan” adalah sidang pengadilan dalam setiap tingkat pengadilan di semua lingkungan peradilan.[3]
Mengutip artikel yang berjudul Benarkah Pengacara itu Kebal Hukum?, Luhut M.P Pangaribuan, menjelaskan bahwa jika ada dugaan tindak pidana yang dilakukan oleh seorang advokat, maka hak imunitas atau kekebalan hukum advokat itu tidak berlaku, misalnya dengan cara-cara melanggar hukum. Dengan demikian, menurut hemat kami, kekebalan hukum bagi advokat tidak berlaku dalam setiap situasi sebagaimana yang Anda khawatirkan.
Penghinaan dan/atau Pencemaran Nama Baik oleh Advokat
Di dalam pertanyaan, Anda tidak menyebutkan dengan jelas mengenai jenis video apa yang direkam oleh advokat tersebut serta “aturan internal di grup komunitas”. Untuk menyederhakankannya, kami akan berfokus pada narasi video yang telah tersebar dan bersifat menghina dan/atau mencemarkan nama baik istri Anda.
Menurut hemat kami, tindakan yang dilakukan advokat dalam kasus Anda boleh jadi telah melanggar sejumlah ketentuan dalam UU Advokat dan KEAI. KEAI mengatur bahwa advokat harus senantiasa menjunjung tinggi profesi advokat sebagai profesi terhormat (officium nobile). Selain itu, advokat dalam menjalankan profesinya harus bersikap sopan terhadap semua pihak namun wajib mempertahankan hak dan martabat advokat.[4]
Setiap Orang dengan sengaja, dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.
Setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik dipidana dengan pidana penjara paling lama empat tahun dan/atau denda paling banyak Rp750 juta.[5]
Tindakan Terhadap Advokat
Advokat yang melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan dan atau perbuatan tercela dapat dikenai tindakan.[6] Jenis tindakan yang dikenakan terhadap advokat dapat berupa teguran lisan, teguran tertulis, pemberhentian sementara dari profesinya selama tiga sampai 12 bulan, dan pemberhentian tetap dari profesinya.[7]
Pengaduan terhadap advokat sebagai teradu yang dianggap melanggar KEAI harus disampaikan secara tertulis disertai dengan alasan-alasannya kepada Dewan Kehormatan Cabang/Daerah atau kepada Dewan Pimpinan Cabang/Daerah atau Dewan Pimpinan Pusat dimana teradu menjadi anggota.[8]
Sebagaimana diuraikan oleh Juliandy Tasdo Marbun dalam artikel Prosedur Pemanggilan Advokat yang Diduga Melanggar Hukum, proses pemeriksaan maupun sanksi yang dilakukan oleh Dewan Kehormatan, tidak serta merta menghapus tindak pidana yang dilakukan oleh pengacara tersebut. Oleh karena itu, advokat tetap dapat dituntut secara pidana atas tindak pidana yang dilakukannya.
Sebagai kesimpulan, kami meluruskan bahwa kebal hukum yang dimiliki advokat adalah kebal hukum saat dia menjalankan tugas profesinya dengan iktikad baik untuk kepentingan pembelaan klien di dalam maupun di luar sidang pengadilan, bukan kebal hukum dalam arti bebas dari tuntutan pidana yang ia lakukan. Advokat yang melakukan tindak pidana, tetap dapat dikenai tindakan, baik oleh Dewan Kehormatan maupun dituntut di muka pengadilan.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik