KlinikBerita
New
Hukumonline Stream
Data PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Apa Perbedaan Alat Bukti dan Barang Bukti?

Share
Pidana

Apa Perbedaan Alat Bukti dan Barang Bukti?

Apa Perbedaan Alat Bukti dan Barang Bukti?
Nafiatul Munawaroh, S.H., M.HSi Pokrol

Bacaan 10 Menit

Apa Perbedaan Alat Bukti dan Barang Bukti?

PERTANYAAN

Mohon penjelasannya, apa perbedaan alat bukti dan barang bukti dalam hukum pidana?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Dalam perkara pidana, sering kita temukan istilah alat bukti dan barang bukti. Meski saling terkait, namun terdapat perbedaan alat bukti dan barang bukti dalam hukum pidana.

    Secara definisi, alat bukti yang sah adalah alat-alat yang ada hubungannya dengan suatu tindak pidana, di mana alat-alat tersebut dapat digunakan sebagai bahan pembuktian, guna menimbulkan keyakinan bagi hakim, atas kebenaran adanya suatu tindak pidana yang telah dilakukan oleh terdakwa.

    Sementara, pengertian barang bukti adalah benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud yang telah dilakukan penyitaan oleh penyidik untuk keperluan pemeriksaan dalam tingkat penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan.

    Selain itu, apa perbedaan alat bukti dan barang bukti lainnya?

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

     

    KLINIK TERKAIT

    Mencuri Barang dengan Kunci Duplikat, Ini Sanksinya

    Mencuri Barang dengan Kunci Duplikat, Ini Sanksinya

    Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul Apa Perbedaan Alat Bukti dengan Barang Bukti? yang dibuat oleh Dr. Flora Dianti, S.H., M.H. dan pertama kali dipublikasikan pada 10 November 2011.

    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

     

    Alat Bukti

    Menurut R. Atang Ranomiharjo sebagaimana dikutip Andi Sofyan dan Abd. Asis dalam buku Hukum Acara Pidana: Suatu Pengantar (hal. 231), alat-alat bukti (yang sah) adalah alat-alat yang ada hubungannya dengan suatu tindak pidana, di mana alat-alat tersebut dapat digunakan sebagai bahan pembuktian, guna menimbulkan keyakinan bagi hakim, atas kebenaran adanya suatu tindak pidana yang telah dilakukan oleh terdakwa.

    Adapun, alat bukti yang sah berdasarkan Pasal 184 ayat (1) KUHAP adalah keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa.

    Dalam sistem pembuktian hukum acara pidana yang menganut stelsel negatief wettelijk, maka hanya alat-alat bukti yang sah menurut undang-undang yang dapat dipergunakan untuk pembuktian.[1]

    Lebih lanjut, menurut Andi Sofyan dan Abd. Asis, menurut sistem HIR, baik dalam acara perdata maupun acara pidana, hakim terikat pada alat-alat bukti yang sah, yang berarti bahwa hakim hanya boleh mengambil keputusan berdasarkan alat-alat bukti yang ditentukan oleh undang-undang saja.[2]

    Dengan demikian, maka alat bukti di luar dari ketentuan tersebut, tidak dapat digunakan sebagai alat bukti yang sah.

     

    Barang Bukti

    KUHAP memang tidak menyebutkan secara jelas tentang apa yang dimaksud dengan barang bukti. Namun dalam Pasal 39 ayat (1) KUHAP disebutkan mengenai apa-apa saja yang dapat dikenakan penyitaan, yaitu:

    1. benda atau tagihan tersangka atau terdakwa yang seluruh atau sebagian diduga diperoleh dari tindakan pidana atau sebagai hasil dari tindak pidana;
    2. benda yang telah dipergunakan secara langsung untuk melakukan tindak pidana atau untuk mempersiapkannya;
    3. benda yang digunakan untuk menghalang-halangi penyelidikan tindak pidana;
    4. benda yang khusus dibuat atau diperuntukkan melakukan tindak pidana;
    5. benda lain yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana yang dilakukan.

    Benda-benda yang dapat disita seperti yang disebutkan dalam Pasal 39 ayat (1) KUHAP dapat disebut sebagai barang bukti.[3]

    Kemudian definisi barang bukti secara tegas dapat ditemukan di dalam Pasal 1 angka 5 Perkapolri 8/2014. Barang bukti adalah benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud yang telah dilakukan penyitaan oleh penyidik untuk keperluan pemeriksaan dalam tingkat penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan.

    Selain itu, Andi Hamzah mendefinisikan barang bukti (real evidence) dalam perkara pidana adalah objek materiel yang meliputi tetapi tidak terbatas pada peluru, pisau, senjata api, perhiasan, televisi, dan lain-lain. Benda-benda tersebut berwujud. Barang bukti ini biasa disebut bukti yang berbicara untuk diri sendiri dan dipandang paling bernilai dibanding bukti yang lain. Barang bukti atau real evidence ini tidak termasuk alat bukti menurut hukum acara pidana Indonesia, karena barang bukti berupa objek materiel ini baru bernilai jika diidentifikasi oleh saksi atau terdakwa.[4]

    Dengan demikian, ciri-ciri benda yang dapat menjadi barang bukti adalah sebagai berikut:

    1. merupakan objek materiel;
    2. berbicara untuk diri sendiri;
    3. sarana pembuktian yang paling bernilai dibandingkan sarana pembuktian lainnya;
    4. harus diidentifikasi dengan keterangan saksi dan keterangan terdakwa.

    Lebih lanjut, Penjelasan Pasal 42 HIR menyebutkan barang-barang yang perlu dirampas (barang bukti) antara lain:

    1. Barang-barang yang menjadi sasaran tindak pidana (corpora delicti);
    2. Barang-barang yang terjadi sebagai hasil dari tindak pidana (corpora delicti);
    3. Barang-barang yang dipergunakan untuk melakukan tindak pidana (instrumenta delicti);
    4. Barang-barang yang pada umumnya dapat dipergunakan untuk memberatkan atau meringankan kesalahan terdakwa (corpora delicti).

    Adapun, menurut Andi Sofyan dan Abd. Asis, barang-barang yang dapat digunakan sebagai bukti, dapat dibagi menjadi:[5]

    1. barang yang merupakan objek peristiwa pidana;
    2. barang yang merupakan produk peristiwa pidana;
    3. barang yang digunakan sebagai alat pelaksanaan peristiwa pidana;
    4. barang-barang yang terkait di dalam peristiwa pidana.

    Dr. Flora Dianti, S.H., M.H. penulis sebelumnya menyimpulkan dari berbagai pendapat ahli hukum mengenai apa yang disebut sebagai barang bukti adalah:

    1. Barang yang dipergunakan untuk melakukan tindak pidana;
    2. Barang yang dipergunakan untuk membantu melakukan suatu tindak pidana;
    3. Benda yang menjadi tujuan dari dilakukannya suatu tindak pidana;
    4. Benda yang dihasilkan dari suatu tindak pidana;
    5. Benda tersebut dapat memberikan suatu keterangan bagi penyelidikan tindak pidana tersebut, baik berupa gambar ataupun berupa rekaman suara;
    6. Barang bukti yang merupakan penunjang alat bukti mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam suatu perkara pidana. Tetapi kehadiran suatu barang bukti tidak mutlak dalam suatu perkara pidana, karena ada beberapa tindak pidana yang dalam proses pembuktiannya tidak memerlukan barang bukti.

    Adapun, fungsi barang bukti dalam perkara pidana adalah sebagai berikut:

    1. Menguatkan kedudukan alat bukti yang sah;
    2. Mencari dan menemukan kebenaran materiel atas perkara sidang yang ditangani;
    3. Setelah barang bukti menjadi penunjang alat bukti yang sah, maka barang bukti tersebut dapat menguatkan keyakinan hakim.

     

    Perbedaan Barang Bukti dan Alat Bukti

    Berdasarkan uraian di atas, menjawab pertanyaan Anda mengenai perbedaan alat dan barang bukti dapat kami uraikan sebagai berikut:

     

    Alat Bukti

    Barang Bukti

    Pengertian

    Alat-alat yang ada hubungannya dengan suatu tindak pidana, di mana alat-alat tersebut dapat digunakan sebagai bahan pembuktian, guna menimbulkan keyakinan bagi hakim, atas kebenaran adanya suatu tindak pidana yang telah dilakukan oleh terdakwa.

     

    Benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud yang telah dilakukan penyitaan oleh penyidik untuk keperluan pemeriksaan dalam tingkat penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan.

    Dasar Hukum

    Pasal 184 ayat (1) KUHAP

    Pasal 39 ayat (1) KUHAP, Pasal 42 HIR serta penjelasannya, dan Pasal 1 angka 5 Perkapolri 8/2014.

     

    Jenis

    • keterangan saksi
    • keterangan ahli
    • surat
    • petunjuk
    • keterangan terdakwa

     

    Barang yang:

    • digunakan untuk melakukan tindak pidana;
    • digunakan untuk membantu melakukan tindak pidana;
    • menjadi tujuan dilakukannya suatu tindak pidana;
    • dihasilkan/diperoleh dari suatu tindak pidana;
    • dijadikan penunjang alat bukti;
    • menghalang-halangi penyelidikan tindak pidana;
    • mempunyai hubungan langsung suatu tindak pidana.

    Contoh: peluru, pisau, senjata api, perhiasan, televisi, dan lain-lain.

     

    Fungsi

    Sebagai bahan pembuktian, untuk menimbulkan keyakinan bagi hakim, atas kebenaran adanya suatu tindak pidana yang telah dilakukan oleh terdakwa.

    Menguatkan kedudukan alat bukti yang sah.

     

    Perkaya riset hukum Anda dengan analisis hukum terbaru dwibahasa, serta koleksi terjemahan peraturan yang terintegrasi dalam Hukumonline Pro, pelajari lebih lanjut di sini.

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

     

    DASAR HUKUM

    Herzien Inlandsch Reglement
    Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana
    Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pengelolaan Barang Bukti di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia
    Peraturan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pengelolaan Barang Bukti di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia

    REFERENSI

    1. Andi Hamzah. Hukum Acara Pidana Indonesia. Edisi Kedua, Cetakan ke-9. Jakarta: Sinar Grafika, 2015;
    2. Andi Sofyan dan Abd Asis. Hukum Acara Pidana: Suatu Pengantar. Cetakan ke-3. Jakarta: Kencana, 2015;
    3. Martiman Prodjohamidjojo. Sistem Pembuktian dan Alat-alat Bukti. Jakarta: Ghalia Indonesia, 1983.

    [1] Martiman Prodjohamidjojo. Sistem Pembuktian dan Alat-alat Bukti. Jakarta: Ghalia Indonesia, 1983, hal. 19

    [2] Andi Sofyan dan Abd Asis. Hukum Acara Pidana: Suatu Pengantar. Cetakan ke-3. Jakarta: Kencana, 2015, hal. 237

    [3] Lihat Penjelasan Pasal 46 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana

    [4] Andi Hamzah. Hukum Acara Pidana Indonesia. Edisi Kedua, Cetakan ke-9. Jakarta: Sinar Grafika, 2015, hal. 258 – 259

    [5] Andi Sofyan dan Abd Asis. Hukum Acara Pidana: Suatu Pengantar. Cetakan ke-3. Jakarta: Kencana, 2015, hal. 266

    Tags

    alat bukti
    barang bukti

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Powered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Cara Upload Terjemahan Novel Agar Tak Langgar Hak Cipta

    20 Okt 2022
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    dot
    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda di sini!