Juncto biasanya disingkat dengan ‘jo’. Sedangkan junctis disingkat menjadi ‘jis’. Meski terdengar serupa, tapi penggunaan juncto dan junctis sedikit berbeda. Apa yang membedakannya?
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.
Pro
Pusat Data
Koleksi peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan yang sistematis serta terintegrasi
Solusi
Wawasan Hukum
Klinik
Tanya jawab gratis tentang berbagai isu hukum
Berita
Informasi dan berita terkini seputar perkembangan hukum di Indonesia
Jurnal
Koleksi artikel dan jurnal hukum yang kredibel untuk referensi penelitian Anda
Event
Informasi mengenai seminar, diskusi, dan pelatihan tentang berbagai isu hukum terkini
Klinik
Berita
Login
Pro
Layanan premium berupa analisis hukum dwibahasa, pusat data peraturan dan putusan pengadilan, serta artikel premium.
Solusi
Solusi kebutuhan dan permasalahan hukum Anda melalui pemanfaatan teknologi.
Wawasan Hukum
Layanan edukasi dan informasi hukum tepercaya sesuai dengan perkembangan hukum di Indonesia.
Catalog Product
Ada Pertanyaan? Hubungi Kami
Bacaan 10 Menit
Apa itu juncto dan junctis? Bagaimana penggunaan juncto dalam pasal?
Juncto biasanya disingkat dengan ‘jo’. Sedangkan junctis disingkat menjadi ‘jis’. Meski terdengar serupa, tapi penggunaan juncto dan junctis sedikit berbeda. Apa yang membedakannya?
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul Apa Arti Jo dan Jis? yang dibuat oleh oleh Diana Kusumasari, S.H., M.H. dan pertama kali dipublikasikan pada 16 Mei 2011.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
Apa itu juncto dan junctis? Berikut akan kami jelaskan satu persatu. Istilah ‘jo’ merupakan kependekan dari kata ‘juncto’. Menurut buku berjudul Kamus Hukum yang ditulis oleh JCT Simorangkir, Rudy T Erwin dan JT Prasetyo, jo artinya dalam hukum adalah juncto, bertalian dengan, dan berhubungan dengan.
Guna mempermudah pemahaman Anda, kami berikan contoh juncto:
Pasal 28 ayat (1) jo. Pasal 45A ayat (1) UU 1/2024
Penggunaan juncto dalam pasal di atas artinya, jika seseorang melanggar rumusan tindak pidana yang diatur dalam Pasal 28 ayat (1) UU 1/2024, ia dijerat pidana sebagaimana disebutkan dalam Pasal 45A ayat (1) UU 1/2024, yakni:
Setiap Orang yang dengan sengaja mendistribusikan dan/atau mentransmisikan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang berisi pemberitahuan bohong atau informasi menyesatkan yang mengakibatkan kerugian materiel bagi konsumen dalam Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) dipidana denganpidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Atau contoh juncto dalam penggunaan pasal yang menunjukkan dua rumusan tindak pidana:
Pasal 340 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP
Adapun arti penggunaan juncto dalam pasal tersebut adalah seseorang telah melakukan pembunuhan berencana yang dilakukan secara bersama-bersama dengan orang lain.
Di sisi lain, juncto juga dapat digunakan untuk kedua peraturan perundang-undangan yang berbeda. Misalnya:
Pasal 117 UU Ketenagakerjaan jo. Pasal 1 angka 3 UU PPHI
Artinya, jika terjadi perselisihan karena tidak adanya kesesuaian pendapat saat membuat perjanjian kerja bersama, maka dapat diselesaikan melalui penyelesaian perselisihan kepentingan.
Kemudian menjawab pertanyaan selanjutnya, apa itu jis dalam pasal? Jis merupakan kependekan dari kata ‘junctis’. Menurut buku Kamus Hukum:Arab, Belanda, Inggris, Italia, Latin, Perancis, Spanyol, Yunani, arti ‘jis’ ini merupakan bentuk jamak dari ‘jo’, sehingga memiliki arti yang sama dengan juncto namun sedikit berbeda dalam penggunaannya.
Contoh penggunaan junctis:
Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 dan Pasal 10 ayat (1) huruf d UU MK jis. Pasal 29 ayat (1) huruf d UU 48/2009
Artinya, pada prinsipnya kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum telah diatur secara konstitusional dalam Pasal 24C ayat (1) UUD 1945, yang kemudian diatur lebih lanjut ke dalam Pasal 10 ayat (1) UU MK serta ditegaskan kembali ke dalam Pasal 29 ayat (1) huruf d UU 48/2009.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
Referensi:
Butuh lebih banyak artikel?