Logo hukumonline
KlinikBerita
New
Hukumonline Stream
Data PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Apa itu Gross Split dan Cost Recovery dalam Kontrak Migas?

Share
Bisnis

Apa itu Gross Split dan Cost Recovery dalam Kontrak Migas?

Apa itu  <i>Gross Split</i>  dan <i>Cost Recovery</i> dalam Kontrak Migas?
Muhammad Raihan Nugraha, S.H.Si Pokrol

Bacaan 9 Menit

Article Klinik

PERTANYAAN

Mana yang lebih menguntungkan perusahaan minyak dan gas bumi saat akan eksplorasi dan eksploitasi di Indonesia, skema product sharing contract atau gross split? Adakah bentuk kontrak lain selain dua kontrak tersebut?

Daftar Isi

    INTISARI JAWABAN

    Kontrak kerja sama dalam eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas bumi dapat berupa kontrak bagi hasil (product sharing contract atau cost recovery). Kemudian dikenal pula skema gross split yang dipandang lebih menguntungkan karena sudah tidak menggunakan mekanisme First Tranche Petroleum (FTP) dan lebih efisien.

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

    Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul Memahami Cost Recovery dan Gross Split dalam Kontrak Migas yang dibuat oleh Dr. Rio Christiawan, S.H., M. Hum., M.Kn. dan pertama kali dipublikasikan pada 15 Februari 2021.

    KLINIK TERKAIT

    Bolehkah Kegiatan Usaha Hulu dan Hilir Migas Secara Bersamaan?

    06 Sep, 2024

    Bolehkah Kegiatan Usaha Hulu dan Hilir Migas Secara Bersamaan?

    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

    Eksplorasi dan Eksploitasi Minyak dan Gas Bumi

    Payung hukum eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam seperti minyak dan gas bumi di dalam konstitusi adalah dalam Pasal 33 ayat (2) UUD 1945yang berbunyi:

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

    Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.

    Selain itu, Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 menyatakan:

    Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

    Berdasarkan amanat di atas, terbitlah UU 22/2001 yang dalam konsiderans menimbang menyebutkan pembangunan nasional harus diarahkan kepada terwujudnya kesejahteraan rakyat dengan melakukan reformasi di segala bidang kehidupan berbangsa dan bernegara berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.[1]

    Adapun, kegiatan usaha minyak dan gas bumi sendiri terdiri atas kegiatan usaha hulu dan hilir. Mengenai kegiatan usaha hulu, berdasarkan Pasal 40 angka 3 Perppu Cipta Kerja yang mengubah ketentuan Pasal 5 ayat (2) UU 22/2001, kegiatan usaha hulu terdiri dari:

    1. Eksplorasi

    Kegiatan yang bertujuan memperoleh informasi mengenai kondisi geologi untuk menemukan dan memperoleh perkiraan cadangan minyak dan gas bumi di wilayah kerja yang ditentukan.[2]

    1. Eksploitasi

    Rangkaian kegiatan yang bertujuan untuk menghasilkan minyak dan gas bumi dari wilayah kerja yang ditentukan, yang terdiri atas pengeboran dan penyelesaian sumur, pembangunan sarana pengangkutan, penyimpanan, dan pengolahan untuk pemisahan dan pemurnian minyak dan gas bumi di lapangan serta kegiatan lain yang mendukungnya.[3]

    Perlu Anda ketahui, investor pertambangan minyak dan gas bumi disebut dengan kontraktor kontrak kerja sama, yaitu badan usaha atau bentuk usaha tetap yang diberikan wewenang untuk melaksanakan eksplorasi dan eksploitasi pada suatu wilayah kerja berdasarkan kontrak kerja sama dengan satuan kerja khusus pelaksana kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi (“SKK Migas”).[4]

    Cost Recovery

    Menjawab pertanyaan Anda, perlu diketahui terlebih dahulu apa itu kontrak kerja sama. Kontrak kerja sama adalah kontrak bagi hasil atau bentuk kerja sama lain dalam kegiatan eksplorasi dan eksploitasi yang lebih menguntungkan negara dan hasilnya dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.[5]

    Menurut Dr. Rio Christiawan, S.H., M. Hum., M.Kn., penulis sebelumnya, product sharing contract atau cost recovery adalah jenis kontrak bagi hasil berdasarkan konstruksi pekerjaannya dapat dianalogikan bahwa terdapat kontrak kerja antara negara sebagai pemegang sumber daya alam dengan pihak kontraktor sebagai investor.

    Lebih lanjut, Rio menjelaskan bahwa pihak kontraktor dalam melaksanakan kegiatan memperoleh imbalan hasil produksi dari lapangan minyak dan gas yang masih belum pasti atau tidak dapat diukur hasilnya, dan apabila menghasilkan akan terjadi pembagian pendapatan yang diterima oleh si pelaksana dengan negara berdasarkan asas konsensualisme dalam perjanjian.

    Penjabaran lebih lanjut mengenai ketentuan kontrak kerja sama tercantum dalam PP 35/2004dan perubahannya.

    Sebelum skema gross split sebagaimana Anda sebutkan dibentuk, ada dua bentuk kontrak antara lain:

    1. Kontrak bagi hasiladalah suatu bentuk kontrak kerja sama dalam kegiatan usaha hulu (eksplorasi dan eksploitasi) berdasarkan prinsip pembagian hasil produksi.[6]
    2. Kontrak jasaadalah suatu bentuk kontrak kerja sama untuk pelaksanaan eksploitasi minyak dan gas bumi berdasarkan prinsip pemberian imbalan jasa atas produksi yang dihasilkan.[7]

    Nugroho Eko Priamoko dalam buku Kontrak Bagi Hasil Migas Aspek Hukum dan Posisi Berimbang Para Pihak (hal. 58) menerangkan kontrak bagi hasil tersebut dibangun berdasarkan prinsip-prinsip yang merupakan implementasi dari filosofis pengusaha minyak dan gas bumi. 

    Adapun prinsip-prinsip kontrak bagi hasil menurut Rio Christiawan adalah:

    1. Sistem pembagian berdasarkan hasil produksi;
    2. Kewenangan manajemen ada pada Pertamina;
    3. Semua peralatan, sarana dan fasilitas yang dibeli dan dibangun untuk operasi menjadi milik Pertamina;
    4. Pembagian produk sampingan berbeda dengan pembagian produksi utama;
    5. Pertamina memegang kewenangan menentukan pengembalian biaya operasi;
    6. Kontraktor menanggung resiko kerugian biaya operasi;
    7. Kepemilikan atas mineral tetap di tangan negara hingga titik penyerahan.

    Gross Split

    Menyambung pertanyaan Anda, sejatinya UU 22/2001 membuka pintu bagi bentuk kontrak lain selain sistem production sharing contract atau cost recovery. Mengingat, frasa kontrak bagi hasil atau bentuk kerja sama lain memberi peluang bentuk skema baru dalam pengelolaan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi dengan tetap memperhatikan prinsip yang lebih menguntungkan negara dan hasilnya dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

    Aturan inilah yang mendorong pemerintah membentuk format baru yang disesuaikan dengan perkembangan iklim investasi sektor hulu minyak dan gas bumi di Indonesia. Pasal 1 angka 18 Permen ESDM 13/2024 menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan kontrak bagi hasil gross split adalah suatu bentuk kontrak bagi hasil dalam kegiatan usaha hulu berdasarkan prinsip pembagian gross produksi tanpa disertai mekanisme pengembalian biaya operasi.

    Kontrak bagi hasil gross split ini menggunakan metode bagi hasil pembagian gross produksi dengan mekanisme:[8]

    1. untuk ketentuan-ketentuan pokok pengusahaan minyak dan gas bumi konvensional, menggunakan bagi hasil awal (base split) yang disesuaikan berdasarkan komponen variable dan komponen progresif; dan
    2. untuk ketentuan-ketentuan pokok pengusahaan minyak dan gas bumi non konvensional, menggunakan bagi hasil awal (base split) yang disesuaikan berdasarkan komponen variabel tetap minyak dan gas bumi non konvensional.

    Skema gross split dipandang lebih menguntungkan karena sudah tidak menggunakan mekanisme First Tranche Petroleum (FTP), merupakan sejumlah tertentu minyak mentah dan/atau gas bumi yang diproduksi dari suatu wilayah kerja dalam satu tahun kalender, sebelum dikurangi pengembalian biaya operasi dan penanganan produksi (own use).[9]

    Dengan model gross split ini, Rio Christiawan berpendapat bahwa produksi yang diukur setelah keluar dari titik penyerahan (custody transfer) akan langsung dihitung pembagian untuk pemerintah dan kontraktor, tanpa dikurangi dengan biaya-biaya operasi kegiatan hulu migas yang telah dikeluarkan oleh kontraktor seperti halnya dalam production sharing contract atau cost recovery. Biaya-biaya yang telah dikeluarkan kontraktor menjadi beban dan tanggung jawabnya sendiri.

    Sebagai kompensasi tidak adanya penggantian biaya operasi oleh negara, dalam skema gross split kontraktor diberikan kepastian penerimaan bagi hasil yang ditentukan di awal kontrak yang dinamakan base split.

    Kepastian pembagian hasil di awal ini dimaksudkan agar kontraktor lebih efektif dan efisien dalam realisasi biaya operasi yang dikeluarkan untuk melaksanakan eksplorasi dan eksploitasi.

    Sebagai informasi, berdasarkan Pasal 28 Permen ESDM 13/2024, kontraktor kontrak bagi hasil gross split dapat mengajukan permohonan perubahan bentuk dan ketentuan-ketentuan pokok kontrak kerja samanya menjadi kontrak bagi hasil dengan mekanisme pengembalian biaya operasi. Hal ini berarti, kontraktor yang menggunakan skema gross split dapat mengubah skemanya menjadi cost recovery.

    Secara konseptual, skema gross split bertujuan untuk memotong rantai birokrasi. Harapannya skema gross split akan mendorong efisiensi sehingga usaha eksplorasi dan eksploitasi akan lebih cepat atau tepat waktu, tepat anggaran, dan mencapai target kinerja.

    Perkaya riset hukum Anda dengan analisis hukum terbaru dwibahasa, serta koleksi terjemahan peraturan yang terintegrasi dalam Hukumonline Pro, pelajari lebih lanjut di sini.

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

    Dasar Hukum

    1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945;
    2. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi;
    3. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja;
    4. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang;
    5. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak Bumi;
    6. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak Bumi;
    7. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak Bumi;
    8. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2010 tentang Biaya Operasi yang Dapat Dikembalikan dan Perlakuan Pajak Penghasilan di Bidang Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi;
    9. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2010 tentang Biaya Operasi yang Dapat Dikembalikan dan Perlakuan Pajak Penghasilan di Bidang Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi;
    10. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 2 Tahun 2022 tentang Organisasi dan Tata Kerja Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi;
    11. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 13 Tahun 2024 tentang Kontrak Bagi Hasil Gross Split.

    Referensi:

    Nugroho Eko Priamoko. Kontrak Bagi Hasil Migas Aspek Hukum dan Posisi Berimbang Para Pihak. Yogyakarta: Genta Publishing, 2017.

    [1] Huruf a Konsiderans Menimbang Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (“UU 22/2001”)

    [2] Pasal 40 angka 1 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (“Perppu Cipta Kerja”) yang mengubah Pasal 1 angka 8 UU 22/2001

    [3] Pasal 40 angka 1 Perppu Cipta Kerja yang mengubah Pasal 1 angka 9 UU 22/2001

    [4] Pasal 1 angka 9 Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 2 Tahun 2022 tentang Organisasi Dan Tata Kerja Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak Dan Gas Bumi (“Permen ESDM 2/2022”)

    [5] Pasal 40 angka 1 Perppu Cipta Kerja yang mengubah Pasal 1 angka 19 UU 22/2001

    [6] Pasal 1 angka 4 Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (“PP 55/2009”) 

    [7] Pasal 1 angka 5 PP 55/2009

    [8] Pasal 4 Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 13 Tahun 2024 tentang Kontrak Bagi Hasil Gross Split

    [9] Pasal 1 angka 6 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2010 tentang Biaya Operasi yang Dapat Dikembalikan dan Perlakuan Pajak Penghasilan di Bidang Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi

    TAGS

    Punya masalah hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Powered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Semua

    TIPS HUKUM

    Lihat Semua
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?