KlinikBerita
New
Hukumonline Stream
Data PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Anggota DPRD Tak Sengaja Tembak Mati Warga, Ini Jerat Hukumnya

Share
Pidana

Anggota DPRD Tak Sengaja Tembak Mati Warga, Ini Jerat Hukumnya

Anggota DPRD Tak Sengaja Tembak Mati Warga, Ini Jerat Hukumnya
Muhammad Raihan Nugraha, S.H.Si Pokrol

Bacaan 10 Menit

Article Klinik

PERTANYAAN

Baru-baru ini, ramai diberitakan seorang anggota DPRD Lampung Tengah tembak warga hingga tewas. Menurut berita yang beredar, kronologinya terdapat kegiatan adat dalam resepsi pernikahan untuk menyambut keluarga besan. Anggota DPRD Lampung Tengah hadir sebagai warga yang ditokohkan, untuk melepaskan tembakan sambutan. Namun, senjata api yang digunakan oleh pelaku malah mengarah ke seorang warga di lokasi resepsi pernikahan. Selain itu, senjata api yang digunakan adalah senjata api ilegal, dan polisi sudah sita senjata api ilegal anggota DPRD tersebut.

Dalam kasus anggota DPRD tembak warga hingga tewas, pasal apa yang dapat menjerat pelaku? Apakah perbuatan anggota DPRD tersebut termasuk kelalaian? Jika ya, apa itu kelalaian dalam hukum pidana? Apakah anggota DPRD dapat diberhentikan dari jabatannya? Serta apakah anggota DPRD tersebut dapat dihukum karena kepemilikan senjata api ilegal?

Daftar Isi

    INTISARI JAWABAN

    Perbuatan anggota DPRD kabupaten/kota yang tidak sengaja menembak warga hingga tewas dapat dijerat dengan Pasal 359 KUHP lama atau Pasal 477 ayat (3) UU 1/2023 tentang KUHP baru yang mengatur tentang kelalaian yang mengakibatkan kematian.

    Lantas, karena kelalaiannya, apakah anggota DPRD kabupaten/kota tersebut berpotensi untuk diberhentikan dari jabatannya?

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

    Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama dan UU 1/2023 tentang KUHP yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 2023.

    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

    Pasal Kelalaian yang Mengakibatkan Kematian

    Menjawab pertanyaan Anda, menurut hemat kami, perbuatan anggota DPRD yang tidak sengaja tembak warga di resepsi pernikahan, termasuk kelalaian yang mengakibatkan kematian.

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

    Tindak pidana kelalaian yang menyebabkan kematian telah diatur dalam Pasal 359 KUHP lama yang saat artikel ini diterbitkan masih berlaku, dan Pasal 474 ayat (3) UU 1/2023 tentang KUHP baru yang berlaku 3 tahun sejak tanggal diundangkan,[1] yaitu pada tahun 2026, yang berbunyi:

    Pasal 359 KUHPPasal 474 ayat (3) UU 1/2023
    Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain mati, diancam dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana kurungan paling lama 1 tahun.Setiap orang yang karena kealpaannya mengakibatkan matinya orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak kategori V, yaitu sebesar Rp500 juta.[2]

    Kemudian, sebagaimana dijelaskan dalam artikel Pasal 359 KUHP tentang Kelalaian yang Menyebabkan Kematian, unsur-unsur Pasal 359 KUHP adalah:

    1. barang siapa;
    2. karena kesalahannya/kealpaannya;
    3. menyebabkan orang lain meninggal dunia/mati.

    Lebih lanjut, disarikan dari artikel Pasal Kelalaian yang Mengakibatkan Kematian dalam KUHP dan UU 1/2023, R.Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal demi Pasal (hal.248), menjelaskan bahwa mati orang pada Pasal 359 KUHP tidak dimaksud sama sekali oleh terdakwa, akan tetapi kematian tersebut hanya merupakan akibat dari pada kurang hati-hati atau lalainya terdakwa (delik culpa).

    Sebagai contoh, seorang sopir menjalankan kendaraan mobilnya terlalu kencang, sehingga menabrak orang sampai mati, atau seorang berburu melihat sosok hitam-hitam dalam tumbuh-tumbuhan, dikira babi rusa terus ditembak mati, tetapi ternyata sosok yang dikira babi itu adalah manusia, atau orang main-main dengan senjata api, karena kurang hati-hati meletus dan mengenai orang lain sehingga mati dan sebagainya. Sedangkan, yang dimaksud dengan “karena kesalahannya” adalah kurang hati-hati, lalai lupa, amat kurang perhatian.

    Adapun, jika kematian ternyata dikehendaki pelaku, maka pasal yang dapat dikenakan adalah Pasal 338 atau 340 KUHP dan Pasal 458 UU 1/2023 atau Pasal 459 UU 1/2023. Penjelasan mengenai kematian yang dikehendaki pelaku, dapat Anda baca dalam Bunyi Pasal 338 KUHP tentang Pembunuhan dan Unsur Pasalnya dan Pasal 340 KUHP: Pembunuhan Berencana dan Unsurnya.

    Apa itu Kealpaan dalam Hukum Pidana?

    Menjawab pertanyaan Anda mengenai apa itu kealpaan dalam hukum pidana? Pada dasarnya, kealpaan, kelalaian, atau ketidaksengajaan dikenal dengan istilah culpa dalam hukum pidana.[3] Kealpaan merujuk pada ketidaksengajaan atau ketidakhati-hatian dalam melakukan suatu tindakan. Dalam hal ini, pelaku tidak bermaksud melanggar hukum, tetapi karena kurang berhati-hati atau tidak memperhitungkan konsekuensi tindakannya, ia dapat dianggap bertanggung jawab secara hukum.[4]

    Penjelasan selengkapnya mengenai culpa, dapat Anda simak dalam Kelalaian yang Merugikan Orang Lain Menurut Hukum Pidana.

    Berdasarkan penjelasan di atas, jika memenuhi unsur-unsur Pasal 359 KUHP atau Pasal 474 ayat (3) UU 1/2023, maka anggota DPRD yang tidak sengaja menembak warga sampai tewas, berpotensi dijerat pasal kelalaian yang menyebabkan kematian. Hal ini karena anggota DPRD tersebut tidak bermaksud melanggar hukum, tetapi karena kurang berhati-hati dalam menggunakan senjata api di resepsi pernikahan, ia dianggap bertanggung jawab secara hukum.

    Kepemilikan Senjata Api Ilegal

    Selain anggota DPRD tersebut berpotensi dikenakan sanksi pidana berdsarkan KUHP atau UU 1/2023, menurut hemat kami, ia juga berpotensi dikenakan sanksi pidana berdasarkan Pasal 1 ayat (1) UU Darurat sebagai berikut:

    Barang siapa yang tanpa hak memasukkan ke Indonesia, membuat, menerima, mencoba memperoleh, menyerahkan atau mencoba menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai persediaan padanya atau mempunyai dalam miliknya, menyimpan, mengangkut, menyembunyikan, mempergunakan, atau mengeluarkan dari indonesia sesuatu senjata api, amunisi atau sesuatu bahan peledak, dihukum dengan hukuman mati atau hukuman penjara seumur hidup atau hukuman penjara sementara setinggi-tingginya dua puluh tahun.

    Dari bunyi pasal tersebut, dapat disimpulkan bahwa jika anggota DPRD terbukti mempunyai senjata api ilegal, ia dapat dijerat dengan hukuman mati atau hukuman penjara seumur hidup atau hukuman penjara setinggi-tingginya 20 tahun.

    Lantas, apakah anggota DPRD tersebut dapat diberhentikan?

    Pemberhentian Anggota DPRD

    Berdasarkan informasi yang Anda berikan, anggota DPRD yang tidak sengaja tembak warga merupakan anggota DPRD Kabupaten/Kota Lampung Tengah. Adapun alasan pemberhentian anggota DPRD kabupaten/kota dapat ditemukan pada UU MD3 dan perubahannya.

    Pada Pasal 405 ayat (1) UU MD3 diatur bahwa anggota DPRD kabupaten/kota berhenti antarwaktu karena:

    1. meninggal dunia;
    2. mengundurkan diri; atau
    3. diberhentikan.

    Kemudian, dalam hal anggota DPRD kabupaten/kota diberhentikan antarwaktu, alasannya adalah apabila:[5]

    1. tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap sebagai anggota DPRD kabupaten/kota selama 3 bulan berturut-turut tanpa keterangan apa pun;
    2. melanggar sumpah/janji jabatan dan kode etik DPRD kabupaten/kota;
    3. dinyatakan bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana dengan ancaman pidana penjara paling singkat 5 tahun;
    4. tidak menghadiri rapat paripurna dan/atau rapat alat kelengkapan DPRD kabupaten/kota yang menjadi tugas dan kewajibannya sebanyak 6 kali berturut-turut tanpa alasan yang sah;
    5. diusulkan oleh partai politiknya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
    6. tidak lagi memenuhi syarat sebagai calon anggota DPRD kabupaten/kota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pemilihan umum;
    7. melanggar ketentuan larangan sebagaimana diatur dalam undang-undang ini;
    8. diberhentikan sebagai anggota partai politik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; atau
    9. menjadi anggota partai politik lain.

    Selain itu, anggota DPRD kabupaten/kota juga dapat diberhentikan secara sementara jika:[6]

    1. menjadi terdakwa dalam perkara tindak pidana umum yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 tahun; atau
    2. menjadi terdakwa dalam perkara tindak pidana khusus.

    Sehingga, jika anggota DPRD kabupaten/kota dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, maka anggota DPRD kabupaten/kota yang bersangkutan diberhentikan.[7] Sedangkan, jika tidak terbukti melakukan tindak pidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, maka anggota DPRD kabupaten/kota yang bersangkutan diaktifkan kembali.[8]

    Berdasarkan uraian di atas, kami berpendapat bahwa anggota DPRD kabupaten/kota berpotensi diberhentikan jika melakukan tindak pidana, secara khusus penggunaan senjata api ilegal sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (1) UU Darurat. Hal ini dikarenakan ancaman pidana penjara untuk tindak pidana kelalaian yang menyebabkan kematian dalam KUHP dan UU 1/2023 paling lama hanya 5 tahun. Sedangkan penggunaan senjata api ilegal dalam UU Darurat ancaman pidana penjaranya setinggi-tingginya 20 tahun.

    Sebagaimana telah kami jelaskan, untuk diberhentikan karena tindak pidana, anggota DPRD kabupaten/kota harus dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 tahun berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

    Untuk memperjelas pemahaman Anda, Fabian Fadhly Jambak, dosen hukum tata negara Fakultas Hukum Universitas Islam Bandung juga berpendapat bahwa dalam interpretasi pasal dalam UU MD3 maupun analisis kasus konkret tindak pidana kelalaian yang menyebabkan kematian, tidak ada dasar hukum yang memadai untuk memberhentikan antarwaktu atau sementara anggota DPRD berdasarkan ancaman pidana maksimal 5 tahun yang diatur dalam Pasal 359 KUHP atau UU 1/2023. Hal ini menunjukkan bahwa legislator perlu mengambil pendekatan yang berhati-hati dalam mengatur konsekuensi hukum untuk kasus tindak pidana kelalaian yang berbeda dengan tindak pidana lain yang dianggap lebih serius.

    Contoh Kasus

    Sebagai contoh kasus perbuatan kelalaian yang menyebabkan kematian, dalam Putusan PN No. 137/Pid.B/2016/PN.Pts, terdakwa berniat untuk berburu binatang jenis babi dengan menggunakan senjata api di pinggiran sungai. Setelah berjalan menyusuri sungai, terdakwa melihat rumput atau dahan bergerak serta melihat sosok hitam seperti kepala binatang jenis babi sedang mencari makan. Tanpa memastikan terlebih dahulu sasaran yang menjadi target, korban langsung menembak target dengan senapan. Setelah menembak, terdakwa mendekati target dan melihat seorang manusia yang telah tertembak pada bagian dada sebelah kanan (hal. 3). Lalu, korban tewas akibat luka tembak (hal. 4).

    Atas perbuatannya tersebut, terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana “karena kealpaannya menyebabkan matinya orang lain” dan dipidana berdasarkan Pasal 359 KUHP, dengan hukuman pidana penjara selama 3 bulan 15 hari (hal. 14).

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

    DASAR HUKUM

    Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
    Undang-Undang Darurat Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1951 tentang Mengubah “Ordonnantietijdelikje Bijzondere Strafbepalingen” (STBL. 1948 No. 17) dan Undang-Undang Republik Indonesia Dahulu Nomor 8 Tahun 1948
    Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
    Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
    Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
    Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
    Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2019 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

    REFERENSI

    1. P.A.F. Lamintang dan Franciscus Theojunior Lamintang. Dasar-Dasar Hukum Pidana di Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika, 2014;
    2. R. Soesilo. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. Sukabumi: Politeia, 1991;
    3. Rijan Widowati. Perbandingan Hukum Pidana. Malang: PT. Literasi Nusantara Abadi Grup, 2023.

    PUTUSAN

    Putusan Pengadilan Negeri Putussibau Nomor 137/Pid.B/2016/PN.Pts.

    Catatan:

    Kami telah melakukan wawancara via WhatsApp dengan dosen hukum tata negara Fakultas Hukum Universitas Islam Bandung, Fabian Fadhly Jambak, S.Sy., S.H., M.H. pada Kamis, 11 Juli 2024, pukul 16.00 WIB.


    [1] Pasal 624 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“UU 1/2023”)

    [2] Pasal 79 ayat (1) huruf e UU 1/2023

    [3] P.A.F. Lamintang dan Franciscus Theojunior Lamintang. Dasar-Dasar Hukum Pidana di Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika, 2014, hal. 278

    [4] Rijan Widowati. Perbandingan Hukum Pidana. Malang: PT. Literasi Nusantara Abadi Grup, 2023, hal. 32

    [5] Pasal 405 ayat (2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (“UU MD3”)

    [6] Pasal 412 ayat (1) UU MD3

    [7] Pasal 412 ayat (2) UU MD3

    [8] Pasal 412 ayat (3) UU MD3

    TAGS

    Punya masalah hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Powered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Semua

    TIPS HUKUM

    Lihat Semua
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda