Bagaimana aturan hukum positif Indonesia, apabila kita mengambil buah yang berada di tanah negara. Diduga pohon itu tumbuh sendiri atau ditanam sendiri oleh seseorang. Apakah ketika kita mengambil bisa dikatakan mencuri?
DAFTAR ISI
INTISARI JAWABAN
Mengambil buah yang memang jelas kepemilikannya, termasuk milik negara (misalnya perkebunan negara atau ditanam di tanah negara), dan memang terdapat maksud untuk memiliki buah/barang tersebut tanpa adanya izin dari pemilik barang, maka hal tersebut termasuk tindak pidana pencurian. Lalu, apa jerat pidananya?
Penjelasan selengkapnya dapat Anda simak ulasan di bawah ini.
ULASAN LENGKAP
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul Jerat Pidana Pencurian Buah di Tanah Negara yang dibuat oleh Dr. Flora Dianti, S.H., M.H.dan pertama kali dipublikasikan pada 3 Maret 2020.
Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama dan UU 1/2023 tentang KUHP yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 2023.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalanselengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Untuk menjawab pertanyaan Anda, perlu dipahami terlebih dahulu mengenai tindak pidana pencurian dan macam-macamnya.
Pencurian Biasa
Dalam hukum positif Indonesia, rumusan pasal tentang tindak pidana pencurian biasa diatur dalam Pasal 362 KUHP dan Pasal 476 UU 1/2023 tentang KUHP baru yang berlaku 3 tahun sejak tanggal diundangkan,[1] yaitu pada tahun 2026, yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 362 KUHP
Pasal 476 UU 1/2023
Barang siapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak Rp900 ribu.[2]
Setiap orang yang mengambil suatu barang yang sebagian atau seluruhnya milik orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, dipidana karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak kategori V, yaitu sebesar Rp500 juta.[3]
Berdasarkan rumusan tersebut, maka unsur-unsur tindak pidana pencurian biasa adalah sebagai berikut:
Unsur objektif, yang meliputi unsur-unsur:
mengambil;
suatu barang;
yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain.
Unsur subjektif, yang meliputi unsur-unsur:
dengan maksud;
untuk memiliki barang/benda tersebut untuk dirinya sendiri;
secara melawan hukum.
Selain itu, R. Soesilo pada buku Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal (hal.249), menjelaskan bahwa Pasal 362 KUHP adalah pencurian biasa dan unsur-unsurnya adalah sebagai berikut:
Perbuatan mengambil;
Yang diambil harus sesuatu barang;
Barang itu harus seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain;
Pengambilan itu harus dilakukan dengan maksud untuk memiliki barang itu dengan melawan hukum (melawan hak).
Adapun, dalam KUHP baru, Penjelasan Pasal 476 UU 1/2023 menyatakan bahwa yang dimaksud dengan “mengambil” tidak hanya diartikan secara fisik, tetapi juga meliputi bentuk perbuatan “mengambil” lainnya secara fungsional (nonfisik) mengarah pada maksud “memiliki barang orang lain secara melawan hukum.” Misalnya, pencurian uang dengan cara mentransfer atau menggunakan tenaga Listrik tanpa hak. Yang dimaksud “dimiliki” adalah mempunyai hak atas barang tersebut.
Pencurian Ringan
Selain pencurian biasa, terdapat pula tindak pidana pencurian ringan, yang menurut KUHP lama jika barang yang dicuri nilainya tidak lebih dari Rp2,5 juta atau Rp500 ribu menurut UU 1/2023. Berikut uraiannya:
Pasal 364 KUHP jo. Pasal 1 Perma 2/2012
Pasal 478 UU 1/2023
Perbuatan yang diterangkan dalam Pasal 362 dan Pasal 363 butir 4, begitu pun perbuatan yang diterangkan dalam Pasal 363 butir 5, apabila tidak dilakukan dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya, jika harga barang yang dicuri tidak lebih dari Rp2,5 juta,[4] diancam karena pencurian ringan dengan pidana penjara paling lama 3 bulan atau pidana denda paling banyak Rp250 ribu.[5]
Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 476 dan Pasal 477 ayat (1) huruf f dan huruf g dilakukan tidak dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya, dan harga barang yang dicurinya tidak lebih dari Rp500 ribu, dipidana karena pencurian ringan, dengan pidana denda paling banyak kategori II, yaitu sebesar Rp10 juta.[6]
Berdasarkan Pasal 364 KUHP, menurut R. Soesilo yang dinamakan pencurian ringan yaitu:[7]
Pencurian biasa asal harga barang yang dicuri tidak lebih dari Rp2,5 juta.
Pencurian dilakukan oleh dua orang atau lebih, asal harga barang tidak lebih dari Rp2,5 juta.
Pencurian dengan masuk ke tempat barang yang diambilnya dengan jalan membongkar, memecah dan yang lainnya, jika:
Harga tidak lebih dari Rp2,5 juta.
Tidak dilakukan dalam rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya.
Dengan demikian, menjawab pertanyaan Anda, kami berpendapat bahwa sepanjang buah tersebut memang jelas kepemilikannya, termasuk jika buah itu milik negara misalnya milik perkebunan negara atau ditanam di tanah negara dan memang terdapat maksud untuk memiliki buah/barang tersebut tanpa adanya izin dari pemilik barang, maka hal tersebut termasuk tindak pidana pencurian. Jika buah yang dicuri harganya di bawah Rp2,5 juta menurut KUHP atau Rp500 ribu menurut UU 1/2023, maka termasuk tindak pidana pencurian ringan.
Perkaya riset hukum Anda dengan analisis hukum terbaru dwibahasa, serta koleksi terjemahan peraturan yang terintegrasi dalam Hukumonline Pro, pelajari lebih lanjut di sini.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
DASAR HUKUM
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda Dalam KUHP
REFERENSI
R. Soesilo. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. Sukabumi: Politeia, 1991.