Terdapat suatu kontrak kerja antara individu dengan A (seorang direksi dan pihak yang mewakili perusahaan tersebut). Jika si A sudah tidak bekerja lagi pada perusahaan tersebut apakah kontrak kerjanya masih berlaku?
Daftar Isi
INTISARI JAWABAN
Pada kasus Anda, perjanjian kerja antara individu dengan A (sebagai perwakilan Perseroan Terbatas/ “PT”) adalah kontrak kerja antara individu dengan PT itu sendiri, bukan dengan A sebagai pribadi. Sehingga A yang sudah tidak bekerja pada perusahaan tersebut tidak akan mempengaruhi perjanjian kerja yang telah dibuat.
Lantas, apa dasar hukumnya? Apa saja alasan-alasan yang bisa mengakhiri kontrak kerja?
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.
ULASAN LENGKAP
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul Alasan-Alasan Berakhirnya Perjanjian Kerja yang ditulis oleh Lezetia Tobing, S.H., M.Kn. dan dipublikasikan pertama kali pada Senin, 7 Juli 2014.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalanselengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
Sebelum menjawab pertanyaan Anda, kami berasumsi bahwa perusahaan yang Anda maksud berbentuk Perseroan Terbatas (“PT”). Pengertian dari Perseroan Terbatas adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham atau badan hukum perorangan yang memenuhi kriteria usaha mikro dan kecil sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan mengenai usaha mikro dan kecil.[1]
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Berbicara mengenai PT, perlu kami jelaskan terlebih dahulu mengenai pertanggungjawaban subjek hukumnya pada ulasan berikut.
Pertanggungjawaban Subjek Hukum
Pada dasarnya, subjek hukum perdata terbagi menjadi dua yaitu orang dan badan hukum.Hal ini berdasarkan pemaparan dari Subekti dalam bukunya Pokok-Pokok Hukum Perdata (hal. 21) yang mengatakan bahwa di samping orang, badan-badan atau perkumpulan-perkumpulan juga memiliki hak dan melakukan perbuatan hukum seperti seorang manusia. Badan-badan atau perkumpulan-perkumpulan itu mempunyai kekayaan sendiri, ikut serta dalam lalu lintas hukum dengan perantara pengurusnya, dapat digugat, dan dapat juga menggugat di muka hakim.
Maka dari itu, sebagaimana layaknya subjek hukum, sebuah badan hukum mempunyai kewenangan melakukan perbuatan hukum seperti halnya orang. Mengingat wujudnya adalah badan atau lembaga, maka dalam mekanisme pelaksanaannya badan hukum bertindak dengan perantara pengurus-pengurusnya.[2]
Lebih lanjut, sebuah PT dijalankan oleh sebuah Organ Perseroan yakni Rapat Umum Pemegang Saham (“RUPS”), Direksi, dan Dewan Komisaris.[3] Direksi mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan.[4] Lalu, mengutip artikel Sejauh Mana Wewenang Direksi Asing dalam PT PMA?,kewenangan direksi untuk mewakili perseroan ini tidak terbatas dan tidak bersyarat, kecuali ditentukan lain dalam undang-undang, anggaran dasar, atau keputusan RUPS.[5]
Berdasarkan penjelasan di atas, kesimpulannya, A sebagai wakil dari perusahaan (PT) bertindak untuk dan atas nama PT. Hal tersebut dikarenakan PT sebagai badan hukum tidak dapat mengikatkan dirinya sendiri dengan pihak lain tanpa perantara dari pengurus-pengurusnya.
Maka menjawab pertanyaan Anda, kontrak kerja/perjanjian kerja antara individu dengan A (sebagai perwakilan PT) adalah kontrak kerja antara individu dengan PT itu sendiri, bukan dengan A sebagai pribadi. Adapun jika si A sudah tidak bekerja lagi pada perusahaan tersebut, hal itu tidak akan mempengaruhi kontrak kerja yang telah dibuat.
Lantas, apa saja alasan berakhirnya perjanjian kerja?
Alasan Berakhirnya Perjanjian Kerja
Perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak.[6] Pada dasarnya, berakhirnya perjanjian kerja antara pekerja dan pelaku usaha dapat disebabkan oleh beberapa faktor sebagaimana diatur dalam Pasal 81 angka 16 Perppu Cipta Kerja yang mengubah Pasal 61 ayat (1) UU Ketenagakerjaan yaitu:
pekerja meninggal dunia
berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja;
selesainya suatu pekerjaan tertentu;
adanya putusan pengadilan dan/atau putusan lembaga penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap; atau
adanya keadaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama yang dapat menyebabkan berakhirnya Hubungan Kerja.
Adapun keadaan atau kejadian tertentu yang dimaksud di atas seperti bencana alam, kerusuhan sosial, atau gangguan keamanan.[7]
Kemudian, perlu diketahui bahwa suatu perjanjian kerja tidak dapat berakhir karena meninggalnya pengusaha atau beralihnya hak atas perusahaan akibat penjualan, pewarisan, atau hibah.[8] Jika terjadi pengalihan perusahaan, hak-hak pekerja menjadi tanggung jawab pengusaha baru, kecuali ditentukan lain dalam perjanjian pengalihan yang tidak mengurangi hak-hak pekerja.[9]
Lebih lanjut, jika pengusaha meninggal dunia, ahli waris pengusaha dapat mengakhiri perjanjian kerja setelah merundingkan dengan pekerja.[10] Namun, jika yang meninggal dunia adalah pekerja, ahli waris pekerja berhak mendapatkan hak-haknya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan atau hak-hak yang telah diatur dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama.[11]
Selanjutnya, penting untuk diketahui bahwa kontrak kerja tidak dapat ditarik kembali dan/atau diubah, kecuali atas persetujuan para pihak, sebagaimana diatur dalam Pasal 55 UU Ketenagakerjaan.
Namun, selain alasan yang diatur dalam Pasal 81 angka 16 Perppu Cipta Kerja yang mengubah Pasal 61 ayat (1) UU Ketenagakerjaan, terdapat alasan lain yang berdampak pada berakhirnya perjanjian kerja karena Pemutusan Hubungan Kerja (“PHK”). PHK adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja/buruh dan pengusaha.[12] Alasan-alasan tersebut adalah:
Pekerja mengundurkan diri atas kemauan sendiri (resign);[13]
Pekerja mangkir selama 5 hari kerja atau lebih berturut-turut tanpa keterangan secara tertulis yang dilengkapi dengan bukti yang sah dan telah dipanggil oleh pengusaha 2 kali secara patut dan tertulis;[14]
Pekerja tidak dapat melakukan pekerjaan selama 6 bulan akibat ditahan pihak yang berwajib karena diduga melakukan tindak pidana;[15]
Pekerja mengalami sakit berkepanjangan atau cacat akibat kecelakaan kerja dan tidak dapat melakukan pekerjaannya setelah melampaui batas 12 bulan;[16]
Andari Yurikosari. Ambivalensi Status dan Kedudukan PPPK Berdasarkan UU-ASN dan UU Ketenagakerjaan di Indonesia (Studi Tentang Kedudukan Pegawai Honorer Pada Instansi Pemerintah Pasca Diberlakukannya UU-ASN). Jurnal Civil Service, Vol. 1, No. 2, November 2016;
Subekti. Pokok-Pokok Hukum Perdata. Cetakan Kedua Puluh. Jakarta : PT Intermasa, 2003.
[2] Andari Yurikosari. Ambivalensi Status dan Kedudukan PPPK Berdasarkan UU-ASN dan UU Ketenagakerjaan di Indonesia (Studi Tentang Kedudukan Pegawai Honorer Pada Instansi Pemerintah Pasca Diberlakukannya UU-ASN). Jurnal Civil Service, Vol. 1, No. 2, November 2016, hal. 16.
[3] Pasal 109 angka 1 Perppu Cipta Kerja yang mengubah Pasal 1 angka 2 UU PT.