KlinikBerita
New
Hukumonline Stream
Data PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Akibat Hukum Adanya Probation Sebelum Jadi Pegawai Kontrak

Share
Ketenagakerjaan

Akibat Hukum Adanya Probation Sebelum Jadi Pegawai Kontrak

Akibat Hukum Adanya <i>Probation</i> Sebelum Jadi Pegawai Kontrak
Muhammad Raihan Nugraha, S.H.Si Pokrol

Bacaan 10 Menit

Akibat Hukum Adanya <i>Probation</i> Sebelum Jadi Pegawai Kontrak

PERTANYAAN

Saya adalah karyawan kontrak (PKWT berdasarkan jangka waktu), saya sudah melewati masa percobaan selama 3 bulan, kemudian lanjut ke kontrak pertama selama 1 tahun, dan diperpanjang ke kontrak ke-2 selama 1 tahun. Setelah beres kontrak ke-2, saya mengikuti test untuk calon pegawai, tapi hampir 5 bulan setelah test tersebut belum ada kepastian, saya mau menanyakan apa yang harus saya lakukan?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Pada dasarnya, terdapat dua jenis perjanjian kerja, yaitu Perjanjian Kerja untuk Waktu Tertentu (“PKWT”) dan Perjanjian Kerja untuk Waktu Tidak Tertentu (“PKWTT”).

     

    Kemudian, masa percobaan kerja/ probation hanya dapat disyaratkan pada karyawan tetap/PKWTT saja, atau dalam kata lain tidak ada masa percobaan kerja untuk karyawan kontrak/PKWT.

    Lantas, apa akibat hukum adanya masa percobaan kerja sebelum jadi karyawan kontrak?

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

    Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul sama yang dibuat oleh Dimas Hutomo, S.H. dan dipublikasikan pertama kali pada 13 Desember 2018.

    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

    Jenis Perjanjian Kerja

    Untuk menjawab pertanyaan Anda, kami akan merujuk pada ketentuan yang terdapat pada  UU Ketenagakerjaan sebagaimana diperbaharui oleh UU Cipta Kerja. Selain itu, perlu Anda ketahui bahwa perjanjian kerja terdapat dua jenis, yaitu:[1]

    1. Perjanjian Kerja untuk Waktu Tertentu (“PKWT”); dan
    2. Perjanjian Kerja untuk Waktu Tidak Tertentu (“PKWTT”).

    PKWT didasarkan atas jangka waktu atau selesainya suatu pekerjaan tertentu, yang ditentukan berdasarkan perjanjian kerja.[2] Dalam praktik, pekerja PKWT sering disebut juga dengan pekerja/karyawan kontrak. Sementara PKWTT dikenal dengan perjanjian untuk karyawan tetap, sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 1 angka 11 PP 35/2021.

    Masa Percobaan Kerja untuk Karyawan PKWT, Adakah?

    Selanjutnya, penting untuk mengetahui terlebih dahulu mengenai ketentuan masa percobaan atau probation yang terdapat pada UU Ketenagakerjaan dan perubahannya. Pada dasarnya, masa percobaan kerja hanya dapat disyaratkan pada PKWTT saja[3], atau dalam kata lain tidak ada masa percobaan kerja atau probation untuk karyawan kontrak.

    Bagi karyawan PKWTT, masa percobaan kerja paling lama 3 bulan.[4] Lalu, dalam masa percobaan ini, pengusaha dilarang membayar upah di bawah upah minimum yang berlaku.[5]

    Sebagai informasi, syarat masa percobaan kerja harus dicantumkan dalam perjanjian kerja. Apabila perjanjian kerja dilakukan secara lisan, maka syarat masa percobaan harus diberitahukan kepada pekerja yang bersangkutan dan dicantumkan dalam surat pengangkatan. Dalam hal tidak dicantumkan dalam perjanjian kerja atau dalam surat pengangkatan, maka ketentuan masa percobaan kerja dianggap tidak ada.[6]

    Adapun apabila PKWT mensyaratkan adanya masa percobaan, maka masa percobaan yang disyaratkan tersebut batal demi hukum dan masa kerja tetap dihitung, sebagaimana diatur dalam Pasal 81 ayat (14) Perppu Cipta Kerja yang mengubah Pasal 58 ayat (2) UU Ketenagakerjaan.

    Dalam kasus Anda, menurut hemat kami istilah batal demi hukum artinya status masa percobaannya yang batal demi hukum, namun masa kerja tersebut dianggap menjadi sebuah awal dibuatnya PKWT. Itu artinya, PKWT pertama Anda adalah selama 3 bulan.

    Hal senada juga disampaikan oleh Mantan Hakim Ad-Hoc Pengadilan Hubungan Industrial di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat periode 2006-2016, Juanda Pangaribuan, batal demi hukum itu artinya masa percobaan dianggap tidak pernah ada, sehingga PKWT tetap berjalan tanpa masa percobaan. Apabila PKWT dibuat 1 tahun, tapi ada masa percobaan untuk 3 bulan, maka percobaan batal demi hukum yang berakibat PKWT 1 tahun tetap dihitung. Begitu juga jika 3 bulan percobaan sebelum PKWT, maka percobaan itu batal demi hukum dan masa 3 bulan tersebut dianggap sebagai PKWT (bukan percobaan).

    Baca juga: Apakah Karyawan Kontrak Ada Masa Percobaan?

    Ketentuan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu

    Kemudian mengenai ketentuan perpanjangan PKWT, pengaturannya dapat ditemukan pada Pasal 81 angka 15 Perppu Cipta Kerja yang mengubah Pasal 59 UU Ketenagakerjaan, yang berbunyi:

    1. Perjanjian kerja waktu tertentu hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu, yaitu sebagai berikut:
      1. pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya;
      2. pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama;
      3. pekerjaan yang bersifat musiman;
      4. pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan; atau
      5. pekerjaan yang jenis dan sifat atau kegiatannya bersifat tidak tetap.
    2. Perjanjian kerja waktu tertentu tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap.
    3. Perjanjian kerja waktu tertentu yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) demi hukum menjadi perjanjian kerja waktu tidak tertentu.
    4. Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaan, jangka waktu, dan batas waktu perpanjangan perjanjian kerja waktu tertentu diatur dalam Peraturan Pemerintah.

    Adapun peraturan pemerintah yang mengatur mengenai PKWT adalah PP 35/2021. Pada dasarnya, PKWT berdasarkan jangka waktu dapat dibuat untuk paling lama 5 tahun.[7] Dalam hal jangka waktu PKWT akan berakhir dan pekerjaan yang dilaksanakan belum selesai dapat dilakukan perpanjangan PKWT dengan jangka waktu sesuai kesepakatan antara pengusaha dengan pekerja/buruh, dengan ketentuan jangka waktu keseluruhan PKWT beserta perpanjangannya tidak lebih dari 5 tahun.[8]

    Sementara untuk PKWT berdasarkan selesainya suatu pekerjaan tertentu, didasarkan atas kesepakatan para pihak yang dituangkan dalam perjanjian kerja.[9] Dalam hal pekerjaan tertentu yang diperjanjikan dalam PKWT dapat diselesaikan lebih cepat dari lamanya waktu yang disepakati, maka PKWT putus demi hukum
    pada saat selesainya pekerjaan.[10] Namun jika pekerjaan tertentu yang diperjanjikan dalam PKWT belum dapat diselesaikan sesuai lamanya waktu yang disepakati, maka jangka waktu PKWT dilakukan perpanjangan sampai batas waktu tertentu hingga selesainya pekerjaan.[11]

    Merujuk pada pertanyaan Anda, berikut kami ilustrasikan PKWT Anda:

    Masa Percobaan (3 bulan) + PKWT I (1 tahun) + PKWT III (diperpanjang 1 tahun)

    Seharusnya, berdasarkan Pasal 81 angka 15 Perppu Cipta Kerja yang mengubah Pasal 59 UU Ketenagakerjaan jo. Pasal 8 PP 35/2021, PKWT Anda sebagai berikut:

    PKWT I (3 bulan) + PKWT II (diperpanjang 1 tahun) + PKWT III (diperpanjang 1 tahun)

    Langkah Hukum yang Dapat Dilakukan

    Apa langkah hukum yang dapat Anda lakukan terkait dengan kasus yang Anda alami ini?

    Sebagai langkah awal, Anda dapat meminta hak yang Anda miliki (meminta kejelasan status perjanjian kerja atau ditetapkan menjadi karyawan tetap) kepada pengusaha secara kekeluargaan atau yang dikenal dengan perundingan secara bipartit secara musyawarah untuk mencapai mufakat, yang diatur pada Pasal 3 ayat (1) UU PPHI. Jangka waktu bipartit harus diselesaikan paling lama 30 hari sejak diadakannya perundingan bipartit. Apabila salah satu pihak menolak untuk berunding, atau tidak sepakat maka perundingan bipartit dianggap gagal.[12]

    Jika perundingan bipartit gagal, dilanjutkan perundingan tripartit yaitu mediasi. Dalam hal mediasi gagal, salah satu pihak dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial.[13]

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

    Dasar Hukum:

    1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;
    2. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial;
    3. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang;
    4. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta kerja;
    5. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja.

    Catatan:

    Kami telah melakukan wawancara dengan Juanda Pangaribuan via pesan singkat pada 12 Desember 2018 pukul 15.46 WIB.


    [1] Pasal 81 angka 12 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (“Perppu Cipta Kerja”) yang mengubah Pasal 56 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan”)

    [2] Pasal 81 angka 12  Perppu Cipta Kerja yang mengubah Pasal 56 ayat (2) dan (3) UU Ketenagakerjaan

    [3] Pasal 81 angka 14 Perppu Cipta Kerja yang mengubah Pasal 58 ayat (1) UU Ketenagakerjaan

    [4] Pasal 60 ayat (1) UU Ketenagakerjaan

    [5] Pasal 60 ayat (2) UU Ketenagakerjaan

    [6] Penjelasan Pasal 60 ayat (1) UU Ketenagakerjaan

    [7] Pasal 8 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja (“35/2021”)

    [8] Pasal 8 ayat (2) PP 35/2021

    [9] Pasal 9 ayat (1) PP 35/2021

    [10] Pasal 9 ayat (3) PP 35/2021

    [11] Pasal 9 ayat (4) PP 35/2021

    [12] Pasal 3 ayat (2) dan (3) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (“UU PPHI”)

    [13] Lihat Pasal 1 angka 2, Pasal 3 ayat (1) dan (2), Penjelasan Umum angka 6 dan 7 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial

    Tags

    ketenagakerjaan
    pkwt

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Powered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Tips Terhindar dari Penipuan Mobil Skema Segitiga

    24 Jul 2024
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    dot
    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda di sini!