Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Ketentuan umum mengenai perjanjian kerja dan syarat-syaratnya diatur dalam
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan”). Perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak.
[1] Perjanjian itu bisa lisan dan bisa tertulis.
[2] Jika perjanjian dibuat secara lisan, perjanjian itu tetap sah, tetapi tidak boleh bertentangan dengan UU Ketenagakerjaan.
Berkaitan dengan
libur,
Kamus Besar Bahasa Indonesia Kemendikbud Daring mengartikannya sebagai bebas dari bekerja atau masuk sekolah. Berarti di sini ada hal yang harus dibedakan, yaitu waktunya bekerja dan waktunya tidak bekerja atau libur.
Waktu Kerja
Ketentuan UU Ketenagakerjaan sendiri telah secara tegas mengatur tentang waktu kerja. Pasal 77 ayat (1) dan (2) UU Ketenagakerjaan menjelaskan:
Setiap pengusaha wajib melaksanakan ketentuan waktu kerja.
Waktu kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi:
7 (tujuh) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu; atau
8 (delapan) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu.
Sementara itu, jika pengusaha mempekerjakan karyawannya melebihi waktu kerja di atas, maka berlakulah Pasal 78 UU Ketenagakerjaan yang berbunyi:
Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh melebihi waktu kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 ayat (2) harus memenuhi syarat:
ada persetujuan pekerja/buruh yang bersangkutan; dan
waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling banyak 3 (tiga) jam dalam 1 (satu) hari dan 14 (empat belas) jam dalam 1 (satu) minggu.
Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh melebihi waktu kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib membayar upah kerja lembur.
Ketentuan waktu kerja lembur sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b tidak berlaku bagi sektor usaha atau pekerjaan tertentu.
Ketentuan mengenai waktu kerja lembur dan upah kerja lembur sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Keputusan Menteri.
Pasal 85 UU Ketenagakerjaan juga menjelaskan:
Pekerja/buruh tidak wajib bekerja pada hari-hari libur resmi.
Pengusaha dapat mempekerjakan pekerja/buruh untuk bekerja pada hari-hari libur resmi apabila jenis dan sifat pekerjaan tersebut harus dilaksanakan atau dijalankan secara terus menerus atau pada keadaan lain berdasarkan kesepakatan antara pekerja/buruh dengan pengusaha.
Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh yang melakukan pekerjaan pada hari libur resmi sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) wajib membayar upah kerja lembur.
Ketentuan mengenai jenis dan sifat pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur dengan Keputusan Menteri.
Ketiga pasal tersebut sangat jelas menyatakan bahwa libur sebagai hak pekerja. Jika pekerja bekerja di luar jam kerja, termasuk melakukan perjalanan dinas, pekerja diberikan hak lembur.
Hak yang Diterima Pekerja
Namun sesuai dengan hakikatnya, bekerja itu didasarkan pada perjanjian. Jenis usaha tertentu mengharuskan pekerjanya bekerja di hari libur. Lebih lanjut, perusahaan-perusahaan yang mempekerjakan pekerjanya di hari libur memberikan kompensasi dengan memberi hak libur di hari biasa.
Misalnya perusahaan di dunia hiburan dan rekreasi, di mana masa ramai pengunjung jatuh pada hari Jumat, Sabtu, dan Minggu. Akibatnya, perusahaan mewajibkan seluruh pekerja masuk pada hari-hari ramai tersebut, walaupun bertepatan dengan hari libur.
Mereka kemudian mengatur jadwal libur para pekerjanya pada hari lain, misalnya pada hari Senin atau Selasa. Selain diberikan libur pada hari biasa, para pekerja juga mendapatkan insentif berupa uang makan dan uang transport.
Kami sarankan Anda agar segera berunding dengan perusahaan mengenai permasalahan Anda. Anda bisa merundingkan penambahan insentif yang didapat sebagai hasil perjalanan dinas, adanya uang saku atau naiknya uang saku, uang perjalanan dinas, atau diberikannya uang lembur.
Kesimpulan
Bekerja didasarkan pada suatu perjanjian, sementara libur di hari “libur resmi” adalah hak pekerja. Jika jenis usaha perusahaan Anda bekerja karena kebutuhannya mengharuskan pekerja bekerja di hari libur resmi, maka tidak menjadi masalah. Tetapi harus bisa disepakati dan diatur agar hari liburnya menjadi hari lain atau bentuk hak lain, seperti insentif hasil pekerjaan, hak lembur, dan tunjangan-tunjangan lain yang sesuai .
Dasar Hukum:
Referensi:
[1] Pasal 1 angka 14 UU Ketenagakerjaan
[2] Pasal 51 ayat (1) UU Ketenagakerjaan