KlinikBerita
New
Hukumonline Stream
Data PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Adakah Perbedaan antara Pidana Bersyarat dan Pidana Percobaan?

Share
Pidana

Adakah Perbedaan antara Pidana Bersyarat dan Pidana Percobaan?

Adakah Perbedaan antara Pidana Bersyarat dan Pidana Percobaan?
Cindy Nataline Cristina, S.H.Lembaga Bantuan Hukum Mawar Saron

Bacaan 10 Menit

Article Klinik

PERTANYAAN

Apakah pidana bersyarat itu sama dengan pidana percobaan? Saya mau bertanya, dimanakah letak perbedaannya? Terima kasih.

Daftar Isi

    INTISARI JAWABAN

    Pidana bersyarat adalah pidana yang memungkinkan terpidana tidak menjalankan hukumannya berdasarkan putusan hakim, dengan syarat si terpidana tersebut dikenakan hukuman kurungan atau pidana penjara paling lama satu tahun.

    Istilah lain yang menggambarkan terpidana tidak menjalankan hukumannya juga dikenal dengan pidana percobaan atau hukuman masa percobaan. Lantas, apakah pidana bersyarat itu sama dengan pidana percobaan?

    lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

    Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul Adakah Perbedaan Antara Pidana Bersyarat dan Pidana Percobaan? yang dibuat oleh Tri Jata Ayu Pramesti, S.H. dan pertama kali dipublikasikan pada 23 Februari 2015.

    KLINIK TERKAIT

    Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama dan UU 1/2023 tentang KUHP yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 2023.

    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

    Apakah Pidana Bersyarat Itu Sama dengan Pidana Percobaan?

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

    Menjawab pertanyaan Anda, mari kita simak ketentuan Pasal 14a KUHP lama yang masih berlaku saat ini, sebagai berikut:

    1. Apabila hakim menjatuhkan pidana paling lama satu tahun atau pidana kurungan, tidak termasuk pidana kurungan pengganti maka dalam putusannya hakim dapat memerintahkan pula bahwa pidana tidak usah dijalani, kecuali jika di kemudian hari ada putusan hakim yang menentukan lain, disebabkan karena terpidana melakukan suatu tindak pidana sebelum masa percobaan yang ditentukan dalam perintah tersebut di atas habis, atau karena terpidana selama masa percobaan tidak memenuhi syarat khusus yang mungkin ditentukan lain dalam perintah itu.
    2. Hakim juga mempunyai kewenangan seperti di atas, kecuali dalam perkara-perkara mengenai penghasilan dan persewaan negara apabila menjatuhkan pidana denda, tetapi harus ternyata kepadanya bahwa pidana denda atau perampasan yang mungkin diperintahkan pula akan sangat memberatkan terpidana. Dalam menerapkan ayat ini, kejahatan dan pelanggaran candu hanya dianggap sebagai perkara mengenai penghasilan negara, jika terhadap kejahatan dan pelanggaran itu ditentukan bahwa dalam hal dijatuhkan pidana denda, tidak diterapkan ketentuan pasal 30 ayat 2.
    3. Jika hakim tidak menentukan lain, maka perintah mengenai pidana pokok juga mengenai pidana tambahan.
    4. Perintah tidak diberikan, kecuali hakim setelah menyelidiki dengan cermat berkeyakinan bahwa dapat diadakan pengawasan yang cukup untuk dipenuhinya syarat umum, bahwa terpidana tidak akan melakukan tindak pidana, dan syarat-syarat khusus jika sekiranya ditetapkan.
    5. Perintah tersebut dalam ayat 1 harus disertai hal-hal atau keadaan- keadaan yang menjadi alasan perintah itu.

    Wirjono Prodjodikoro dalam bukunya Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia (hal. 183 – 184) menjelaskan mengenai pidana bersyarat (penghukuman bersyarat) dalam Pasal 14a KUHP, bahwa apabila seseorang dihukum penjara selama-lamanya satu tahun atau kurungan, maka hakim dapat menentukan bahwa hukuman itu tidak dijalankan. Kecuali, kemudian ditentukan lain oleh hakim, apabila si terhukum dalam tenggat waktu percobaan melakukan tindak pidana lagi atau tidak memenuhi syarat tertentu, misalnya tidak membayar ganti kerugian kepada si korban dalam waktu tertentu.

    Dengan demikian, dapat diketahui bahwa pidana bersyarat adalah pidana yang memungkinkan terpidana tidak menjalankan hukumannya berdasarkan putusan hakim, dengan syarat si terpidana tersebut dikenakan hukuman kurungan atau pidana penjara paling lama satu tahun.

    Namun, pidana bersyarat itu dikecualikan jika misalnya si terpidana melakukan tindak pidana lagi atau tidak memenuhi syarat tertentu selama masa percobaan itu.

    Lebih lanjut, disarikan dari artikel Hukuman Masa Percobaan, arti dari hukuman masa percobaan adalah terpidana diputus untuk menjalani hukumannya namun tidak dikurung di lembaga pemasyarakatan, melainkan di daerah sendiri untuk diawasi. Apabila terpidana melanggar ketentuan pada masa percobaan, maka akan dikirim ke lembaga pemasyarakatan tanpa menjalani sidang terlebih dahulu.

    Adapun, masa percobaan bagi kejahatan dan pelanggaran dalam Pasal 492, Pasal 504, Pasal 505, Pasal 506, dan Pasal 536 KUHP paling lama 3 tahun dan pelanggaran lainnya paling lama 2 tahun. Masa percobaan ini tidak dihitung selama terpidana ditahan secara sah.[1]

    Lantas, apakah pidana bersyarat itu sama dengan pidana percobaan? Pada dasarnya, pidana bersyarat sering dipersamakan dengan pidana percobaan karena adanya keterkaitan antara pidana bersyarat dengan masa percobaan selama masa pidana bersyarat dilakukan. Seseorang yang menjalani pidana bersyarat haruslah sejalan dengan syarat-syarat tertentu atau ketentuan yang berlaku selama masa percobaan.

    Apabila masa percobaan tersebut habis, maka berlaku ketentuan Pasal 14f ayat (2) KUHP, yang berbunyi:

    Setelah masa percobaan habis, perintah supaya pidana dijalankan tidak dapat diberikan lagi, kecuali jika sebelum masa percobaan habis, terpidana dituntut karena melakukan tindak pidana di dalam masa percobaan dan penuntutan itu kemudian berakhir dengan pemidanaan yang menjadi tetap. Dalam hal itu, dalam waktu dua bulan setelah pemidanaan menjadi tetap, hakim masih boleh memerintahkan supaya pidananya dijalankan, karena melakukan tindak pidana tadi.

    Pidana Pengawasan dalam KUHP Baru

    Adapun, dalam KUHP baru yaitu Pasal 75 dan Pasal 76 UU 1/2023yang berlaku 3 tahun sejak tanggal diundangkan yaitu tahun 2026,[2] pidana bersyarat atau hukuman masa percobaan disebut dengan pidana pengawasan.

    Pidana pengawasan adalah pembinaan di luar lembaga atau di luar lembaga atau di luar penjara, yang serupa dengan pidana penjara bersyarat dalam KUHP lama. Pidana ini merupakan alternatif dari pidana penjara dan tidak ditujukan untuk tindak pidana yang berat sifatnya.[3]

    Pidana pengawasan dapat dijatuhkan kepada terdakwa yang melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara paling lama 5 tahun.[4] Penjatuhan pidana pengawasan ini sepenuhnya terletak pada pertimbangan hakim dan dijatuhkan kepada orang yang pertama kali melakukan tindak pidana.[5]

    Adapun, pidana pengawasan ini dijatuhkan paling lama sama dengan pidana penjara yang diancamkan yang tidak lebih dari 3 tahun. Dalam putusan pidana pengawasan ditetapkan syarat umum, yaitu terpidana tidak akan melakukan tindak pidana lagi.[6]

    Selain syarat umum, terdapat pula syarat khusus, berupa:[7]

    1. terpidana dalam waktu tertentu yang lebih pendek dari masa pidana pengawasan harus mengganti seluruh atau sebagian kerugian yang timbul akibat tindak pidana yang dilakukan; dan/atau
    2. terpidana harus melakukan atau tidak melakukan sesuatu tanpa mengurangi kemerdekaan beragama, kemerdekaan menganut kepercayaan, dan/atau kemerdekaan berpolitik.

    Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pidana bersyarat disebut juga dengan pidana percobaan atau hukuman masa percobaan. Sedangkan di dalam KUHP baru, pidana bersyarat ini disebut dengan pidana pengawasan.

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

    DASAR HUKUM

    REFERENSI

    Wirjono Prodjodikoro. Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia. PT Refika Aditama, 2003.

    [1] Pasal 14b ayat (1) dan (3) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

    [2] Pasal 624 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“UU 1/2023”)

    [3] Penjelasan Pasal 75 UU 1/2023

    [4] Pasal 75 UU 1/2023

    [5] Penjelasan Pasal 76 ayat (1) UU 1/2023

    [6] Pasal 76 ayat (1) dan (2) UU 1/2023

    [7] Pasal 76 ayat (3) UU 1/2023

    TAGS

    Punya masalah hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Powered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Semua

    TIPS HUKUM

    Lihat Semua
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda