1. Bagaimana akibat hukum pengunggah foto hewan buruan di media sosial, dimana hewan tersebut termasuk hewan yang dilindungi? 2. Apakah bisa dijerat dengan pasal 302 KUHP?
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Lebih lanjut dikatakan dalam Pasal 4 ayat (2) PP 7/1999 yaitu jenis-jenis tumbuhan dan satwa yang dilindungi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a adalah sebagaimana terlampir dalam Peraturan Pemerintah ini. Di dalam lampiran PP 7/1999 disebutkan mengenai jenis satwa/hewan yang dilindungi, antara lain adalah Orang utan, Harimau Jawa, Harimau Sumatera, Badak Jawa, Penyu, dan sebagainya.
Kami kurang mendapatkan informasi dari Anda mengenai foto hewan yang dilindungi yang diunggah ke media sosial tersebut. Apakah hanya berupa foto satwa yang dilindungi saja? Jika hanya berupa foto, maka pada dasarnya pelaku pengunggah tidak dapat dikenakan sanksi pidana oleh karena foto tersebut tidak mengandung muatan-muatan yang dilarang oleh undang-undang, khususnya Pasal 27 Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU ITE”) yang berbunyi:
(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.
(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan perjudian.
(3) Setiap Orang dengan sengaja, dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.
(4) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan pemerasan dan/atau pengancaman
Menjawab pertanyaan Anda, perbuatan mengunggah suatu konten/foto ke media sosial disebut sebagai perbuatan mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik. Jadi, sepanjang foto hewan yang diunggah tersebut tidak mengandung muatan-muatan di atas, maka terhadap pelaku yang mengunggahnya di media sosial tidak dapat dijerat pidana.
2.Selanjutnya kami menjawab pertanyaan Anda lainnya mengenai apakah pelaku yang mengunggah foto hewan yang dilindungi tersebut dapat dikenakan Pasal 302Kitab Undang-Undang Hukum Pidana(“KUHP”). Pasal tersebut berbunyi:
(1)Diancam dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah karena melakukan penganiayaan ringan terhadap hewan
1.barang siapa tanpa tujuan yang patut atau secara melampaui batas, dengan sengaja menyakiti atau melukai hewan atau merugikan kesehatannya;
2.barang siapa tanpa tujuan yang patut atau dengan melampaui batas yang diperlukan untuk mencapai tujuan itu, dengan sengaja tidak memberi makanan yang diperlukan untuk hidup kepada hewan, yang seluruhnya atau sebagian menjadi kepunyaannya dan ada di bawah pengawasannya, atau kepada hewan yang wajib dipeliharanya.
(2).Jika perbuatan itu mengakibatkan sakit lebih dari seminggu, atau cacat atau menderita luka-luka berat lainnya, atau mati, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan, atau pidana denda paling banyak tiga ratus rupiah, karena penganiayaan hewan.
(3).Jika hewan itu milik yang bersalah, maka hewan itu dapat dirampas.
(4).Percobaan melakukan kejahatan tersebut tidak dipidana.”
Menurut R. Soesilo dalam bukunya yang berjudul Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, menjelaskan bahwa yang dimaksud dalam ayat (1) ialah kejahatan penganiayaan enteng pada binatang. Untuk itu harus dibuktikan bahwa:
Sub 1:
a.orang itu sengaja menyakiti, melukai, atau merusakkan kesehatan binatang
b.perbuatan itu dilakukan tidak dengan maksud yang patut atau melewati batas yang diizinkan
Sub 2:
a.sengaja tidak memberi makan atau minum kepada binatang
b.binatang itu sama sekali atau sebagian menjadi kepunyaan orang itu atau di dalam penjagaannya atau harus dipeliharanya
c.perbuatan itu dilakukan tidak dengan maksud yang patut atau melewati batas yang diizinkan
Dari penjelasan R. Soesilo tersebut, dapat kita ketahui bahwa hewan yang dimaksud dalam KUHP adalah hewan secara umum, bukan hewan/satwa yang dilindungi oleh negara. Selain itu, Pasal 302 KUHP juga memberikan hukuman pada orang yang menganiaya hewan. Artinya, mengunggah foto hewan yang dilindungi tidak memiliki keterkaitan dengan Pasal 302 KUHP. Penjelasan lebih lanjut mengenai pasal ini dapat Anda simak dalam artikel Jerat Hukum Penganiaya Binatang.
Akan tetapi, lain halnya apabila hewan yang dilindungi tersebut disiksa/dianiaya, kemudian difoto. Tindakan menyiksa, menganiaya, atau bahkan membunuh hewan yang dilindungi tersebut dapat dipidana. Mengenai larangan perlakuan secara tidak wajar terhadap satwa yang dilindungi terdapat dalam Pasal 21 ayat (2) UU 5/1990 yang berbunyi:
“Setiap orang dilarang untuk
a.menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup;
b.menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan mati;
c.mengeluarkan satwa yang dilindungi dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia;
d.memperniagakan, menyimpan atau memiliki kulit, tubuh atau bagian-bagian lain satwa yang dilindungi atau barang-barang yang dibuat dari bagian-bagian satwa tersebut atau mengeluarkannya dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia;
e.mengambil, merusak, memusnahkan, memperniagakan, menyimpan atau memiliki telur dan/atau sarang satwa yang dilindungi.”
Sanksi pidana bagi orang yang sengaja melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) tersebut adalah dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) [Pasal 40 ayat (2) UU 5/1990].