Sudah ada ikrar wakaf untuk perorangan, dan sekarang mau diubah ke wakaf yayasan. Caranya bagaimana? Terima kasih atas jawabannya.
Daftar Isi
INTISARI JAWABAN
Perubahan nazhir (pihak penerima harta benda wakaf) secara hukum dapat saja dilakukan. Menyambung pertanyaan Anda, apabila yang awalnya nazhir perseorangan akan diubah menjadi nazhir yayasan atau dalam hal ini badan hukum, dapat dilakukan setidaknya melalui 3 alternatif cara, yaitu:
Pengunduran diri nazhir perseorangan;
Atas inisiatif Kantor Urusan Agama (KUA); dan
Atas usulan wakif atau ahli waris wakif.
Namun sebelum mengubahnya, hendaknya diperhatikan persyaratan bagi nazhir badan hukum.
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda klik ulasan di bawah ini.
Berdasarkan pertanyaan Anda, kami asumsikan permasalahan ini adalah mengenai upaya perubahan status wakaf, dari yang awalnya diserahkan kepada nazhir (pihak penerima harta benda wakaf) perseorangan ke nazhir badan hukum.
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Sebelumnya perlu kami jelaskan terlebih dahulu berdasarkan Pasal 9Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf(“UU Wakaf”), nazhir meliputi perseorangan, organisasi, atau badan hukum. Agar badan hukum dapat menjadi nazhir haruslah memenuhi persyaratan:[1]
pengurus badan hukum yang bersangkutan memenuhi persyaratan nazhir perseorangan, yang bisa dilihat pada Pasal 10 ayat (1) UU Wakaf;
badan hukum Indonesia yang dibentuk sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; dan
badan hukum yang bersangkutan bergerak di bidang sosial, pendidikan, kemasyarakatan, dan/atau keagamaan Islam.
badan hukum Indonesia yang bergerak di bidang sosial, pendidikan, kemasyarakatan, dan/atau keagamaan Islam;
pengurus badan hukum harus memenuhi persyaratan nazhir perseorangan;
salah seorang pengurus badan hukum harus berdomisili di kabupaten/kota benda wakaf berada;
memiliki:
salinan akta notaris tentang pendirian dan anggaran dasar badan hukum yang telah disahkan oleh instansi berwenang;
daftar susunan pengurus;
anggaran rumah tangga;
program kerja dalam pengembangan wakaf;
daftar terpisah kekayaan yang berasal dari harta benda wakaf atau yang merupakan kekayaan badan hukum; dan
surat pernyataan bersedia untuk diaudit.
Sementara itu, menyambung pertanyaan Anda, Yayasan berdasarkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasandan perubahannya termasuk dalam kategori badan hukum. Maka pertama-tama, calon nazhir dari yayasan yang Anda maksud harus dipastikan terlebih dahulu memenuhi persyaratan sebagaimana disebut di atas.
Alternatif Cara Ganti Nazhir
Adapun mengenai pertanyaan Anda soal perubahan status nazhir perseorangan ke nazhir yayasan, setidaknya terdapat 3 alternatif cara:
Pengunduran diri nazhir perseorangan. Berdasarkan Pasal 5 ayat (1) PP Wakaf, kedudukan nazhir dalam hal ini perseorangan dapat berhenti jika: meninggal dunia; berhalangan tetap; mengundurkan diri; atau diberhentikan oleh Badan Wakaf Indonesia (“BWI”).
Jika nazhir perseorangan berhenti dari kedudukannya sebagai nazhir, maka nazhir harus melaporkan ke Kantor Urusan Agama (“KUA”) untuk selanjutnya diteruskan kepada BWI paling lambat 30 hari sejak tanggal berhentinya nazhir perseorangan.[2]
Dalam hal tidak ada KUA setempat, maka laporan dapat disampaikan oleh nazhir ke KUA terdekat, Kantor Departemen Agama, atau perwakilan BWI di provinsi/kabupaten/ kota.[3] Selanjutnya, pengganti nazhir tersebut akan ditetapkan oleh BWI.[4]
Atas dasarinisiatif KUA dapat mengusulkan kepada BWI agar dilakukan pemberhentian dan penggantian nazhir jika dalam jangka satu tahun sejak terbitnya Akta Ikrar Wakaf (AIW), nazhir tidak menjalankan tugasnya.[5]
Atasusulan wakif atau ahli waris wakif kepada Kepala KUA dapat mengusulkan agar dilakukan pemberhentian dan penggantian nazhir, yang selanjutnya akan diusulkan kepada BWI.[6]
Sehingga perlu digarisbawahi, pemberhentian dan penggantian nazhir adalah kewenangan BWI, baik di pusat, provinsi maupun kabupaten/kota sebagai perwakilan. Sebagai contoh, jika harta benda wakaf Anda berupa tanah, untuk klasifikasi luasan tanah wakaf di atas 20.000 meter2 menjadi kewenangan BWI pusat. Tapi jika luasan tanah wakafnya antara 1.000 sampai dengan 20.000 meter2, maka menjadi kewenangan BWI provinsi. Sedangkan jika luasan tanah wakafnya kurang dari 1.000 meter2, maka menjadi kewenangan BWI kabupaten/kota.[7]
Disarikan dari laman yang sama, KUA sendiri hanya menerbitkan surat pengantar permohonan pergantian nazhir yang ditujukan kepada BWI. Surat pengantar tersebut harus menyebutkan alasan penggantian dan pemberhentian nazhir sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Selanjutnya masih bersumber dari laman yang sama, setelah surat keputusan BWI tentang penggantian dan pemberhentian nazhir terbit, lalu nazhir harus mengurus surat pengesahan nazhir yang baru di KUA setempat agar dicatatkan kembali sebagai nazhir yang baru yang sah mengelola wakaf.