Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi membuat batas privasi makin tipis. Berbagai data-data pribadi semakin mudah tersebar. Sayangnya belum ada payung hukum yang memadai mengatur soal perlindungan data pribadi di Indonesia.
“Pengaturan yang tersebar di berbagai undang-undang belum sepenuhnya mengacu prinsip-prinsip perlindungan data pribadi,” kata Wahyudi Djafar, peneliti ELSAM (Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat) kepada hukumonline, Selasa (2/7).
Wahyudi mengatakan bahwa regulasi khusus dalam bentuk undang-undang tentang perlindungan data pribadi sangat diperlukan. “Agar lebih ada kepastian perlindungan data pribadi warga negara,” tambahnya.
Saling berbagi nama lengkap, alamat surel, nomor kontak, akun media sosial, bahkan nomor rekening sering terjadi dalam pergaulan era digital. Layanan aplikasi atau belanja online sering meminta berbagai data penggunanya dengan beragam tujuan. Salah satunya untuk memastikan bahwa identitas penggunan layanan benar-benar nyata.
Namun, tidak ada jaminan bahwa data-data pribadi tersebut aman dari penyalahgunaan. Nomor kontak yang tersebar bisa menjadi target sasaran penipuan lewat telepon. Nomor rekening bank pun bisa menjadi sasaran peretasan. Apalagi alamat rumah yang bisa menjadi target perampokan.
UUD 1945 menjamin perlindungan atas diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat dan harta benda yang di bawah kekuasaannya sebagai hak asasi. Bahkan, jaminan atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu pun dinyatakan sebagai hak asasi.
Donny B.U., Tenaga Ahli Menteri Komunikasi dan Informatika bidang Literasi Digital dan Tata Kelola Internet menyebutkan bahwa saat ini substansi perlindungan data pribadi tersebar setidaknya di 32 undang-undang. Masing-masing pun saling tumpah tindih karena tidak terintegrasi dalam konsep besar perlindungan data pribadi.