UU No. 39 Tahun 2004 Terkesan ‘Memfasilitasi’ Perdagangan Orang
Berita

UU No. 39 Tahun 2004 Terkesan ‘Memfasilitasi’ Perdagangan Orang

Sejumlah korban perdagangan orang di luar negeri dikirim melalui perusahaan pengerah jasa tenaga kerja.

DNY
Bacaan 2 Menit
Sejumlah lembaga dan aktivis mendorong percepatan revisi <br> UU No 39 Tahun 2004. Foto: Sgp
Sejumlah lembaga dan aktivis mendorong percepatan revisi <br> UU No 39 Tahun 2004. Foto: Sgp

Kalangan aktivis perburuhan mendesak agar Undang-Undang No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja ke Luar Negeri (UU PPTKLN) segera direvisi. Jaringan Advokasi Revisi Undang-Undang ini menilai revisi sebagai kebutuhan untuk menutupi kelemahan mendasar yang ditemukan selama ini. Menurut Sri palupi, aktivisi Jaringan berpendapat, UU PPTKLN belum mampu memberikan perlindungan kepada tenaga kerja Indonesia di luar negeri (TKI).

 

Buktinya, aksi kekerasan dan tindakan yang merugikan TKI terus terjadi. Sebagian malah meregang nyawa, kembali ke Indonesia tinggal nama dan kerangka. Berdasarkan catatan Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI), dalam dua tahun terakhir kasus penganiayaan terhadap TKI di luar negeri meningkat 39%. Kasus kekerasan seksual terhadap TKI meningkat 33%, sedangkan kasus kecelakaan kerja yang menimpa TKI meningkat 61%, dan kasus TKI yang dikirim ke luar negeri dalam kondisi sakit meningkat 107%.

 

Bagi SBMI, data selama dua tahun terakhir itu menunjukan lembaga-lembga yang dibentuk oleh UU 39 Tahun 2004 tidak mampu memberikan perlindungan kepada TKI. “Meskipun Pemerintah sudah melakukan banyak hal terkait dengan perlindungan TKI terutama yang di luar negeri nyatanya tidak berdampak pada perkembangan kasus-kasus,” terang Palupi.

 

Masalah-masalah itu tidak hanya dialami TKI yang tak punya dokumen legal, tetapi juga TKI resmi. Kenyataannya, kematian TKI di Malaysia misalnya, 87% adalah TKI legal. Selain itu, data perdagangan orang tahun 2005 sampai 2009 menunjukan bahwa 67% kasus perdagangan orang, korbannya dikirim secara resmi oleh perusahaan jasa pengerah tenaga kerja (PJTKI).

 

Palupi menilai, konstruksi Undang-Undang PPTKLN bukan hanya tidak mampu melindungi TKI, tetapi juga memfasiltasi terjadinya perdagangan orang. “Ada masalah besar dalam sistim manajemen migrasi tenaga kerja, yang disadari atau tidak itu memfasilitasi perdagangan orang,” ungkapnya.

 

Masalah utamanya, menurut Palupi, UU No. 39 Tahun 2004 menempatkan dan memperlakukan TKI sebagai komoditas. Hasilnya, materi muatan UU tersebut didominasi urusan bisnis penempatan TKI. “Undang-Udang ini sendiri lahir dari opsi pemerintah yang condong lebih memilih pada kepentingan PJTKI,” tukasnya.

Tags: