Wisudawan Terbaik Itu Pun Jadi Hakim
Fokus

Wisudawan Terbaik Itu Pun Jadi Hakim

Erven Langgeng Kaseh adalah wisudawan terbaik Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI) pada wisuda semester genap tahun 2002. Prestasi akademik Erven pantaslah mendapat acungan jempol. Nilai Indeks Prestasi (IP)-nya di atas 3,3 (skala 4) atau Sangat Memuaskan (SM), tertinggi dibandingkan wisudawan lain dari fakultasnya. Ia justru memilih karier sebagai hakim.

MTA/APr
Bacaan 2 Menit

Departemen Kehakiman dan HAM bukannya tidak menyadari hal ini. Buktinya, telah banyak diklat yang digelar untuk meningkatkan kualitas SDM hakim. Anggaran yang disediakan untuk melatih sekian ratus orang setiap tahunnya tentu tidak sedikit.

Kadafi melihat hal ini sebagai sebuah inefisiensi. Inefisiensi tersebut merupakan akibat turunan dari kurangnya kualitas lembaga pendidikan hukum. "Materi dalam pendidikan dan latihan (diklat)  hakim, tujuh puluh lima persen memuat materi-materi hukum dasar yang seharusnya sudah didapat di fakultas hukum," jelas Kadafi. 

Jika kelemahan SDM calon hakim tersebut dapat ditutup oleh kinerja lembaga pendidikan hukum yang ada, maka dapat menghasilkan SDM yang baik. Sementara pendidikan dan latihan (diklat) yang digelar Departeman Kehakiman dan HAM dapat untuk memberikan materi-materi yang bersifat advanced.

Lemahnya kinerja lembaga pendidikan hukum diperparah dengan semakin menjamurnya  fakultas hukum. Tiap perguruan tinggi hampir semuanya memiliki fakultas hukum. Hingga saat ini, tercatat terdapat 390 fakultas hukum tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Dari jumlah itu, 27 di antaranya ada di universitas negeri dan sisanya terbagi dalam 9 kopertis.

Menurut Kadafi, menjamurnya fakultas hukum tersebut harus disikapi oleh Mahkamah Agung. "Mahkamah Agung sebaiknya membuat akreditasi internal terhadap fakultas hukum yang ada," ungkapnya. Sistem akreditasi ini penting untuk memastikan  gelar kesarjanaan seseorang bukan hanya formalitas belaka. Gelar sarjana hukum juga harus membuktikan kemampuan adanya pemahaman hukum yang memadai.

Sistem desentralisasi

Dalam bentuk yang lain, ternyata Departemen Kehakiman sudah melakukan akreditasi terhadap fakultas hukum yang ada. Bentuknya adalah desentralisasi rekruitmen calon hakim. Melalui sistem ini, lulusan fakultas hukum yang ingin menjadi hakim dapat mendaftar melalui almamaternya. Tentunya, tidak semua fakultas hukum mendapat fasilitas ini. Hanya fakultas-fakultas hukum yang  terakreditasi yang mendapat penawaran program ini.

Fasilitas sistem ini diberikan hanya kepada 19 fakultas hukum. Tetapi, tidak jelas kriteria apa yang mendasari terpilihnya 19 fakultas hukum tersebut. Meskipun begitu, hal ini disambut positif oleh kalangan kampus. "Ini sistem yang sangat bagus, sangat efisien, untuk membantu mahasiswa dalam mendaftar," ungkap Suparjo.

Tags: