Wisudawan Terbaik Itu Pun Jadi Hakim
Fokus

Wisudawan Terbaik Itu Pun Jadi Hakim

Erven Langgeng Kaseh adalah wisudawan terbaik Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI) pada wisuda semester genap tahun 2002. Prestasi akademik Erven pantaslah mendapat acungan jempol. Nilai Indeks Prestasi (IP)-nya di atas 3,3 (skala 4) atau Sangat Memuaskan (SM), tertinggi dibandingkan wisudawan lain dari fakultasnya. Ia justru memilih karier sebagai hakim.

MTA/APr
Bacaan 2 Menit

Menurut Kadafi, tidak perlu berkecil hati untuk bisa merekrut sumber personalia hakim yang baik. "Harapan untuk meningkatkan jabatan hakim di mata mahasiswa masih ada," cetus Kadafi. Sebenarnya, minat mahasiswa untuk menjadi hakim ada, tapi masih terganjal beberapa kendala.

Kadafi mengungkapkan faktor-faktor yang mempengaruhi minimnya minat mahasiwa untuk menjadi hakim. Faktor pertama justru bukan terletak pada jabatan hakim itu sendiri. "Faktor utama adalah pada persepsi tentang praktek KKN yang harus dijalani pada proses rekruitmen hakim," jelas Kadafi.

Sudah bukan rahasia lagi, proses seleksi hakim kerap dikeluhkan tidak sepenuhnya murni. Mereka yang berotak encer atau berprestasi bagus tidak dijamin lulus ketika mengikuti proses seleksi hakim. Dalam prakteknya, mereka yang ingin lulus banyak yang berurusan dengan orang dalam atau calo. Kalau mau lulus, tentu saja harus menyediakan uang pelicin.

Faktor lain yang cukup mempengaruhi adalah adanya beban moral. Beban moral tersebut, menurut Kadafi, terkait dengan pandangan masyarakat yang agak miring mengenai profesi hakim. Media cetak dan elektronik kerap menanyangkan cerita perselingkuhan hakim dan mafia peradilan.

Belum lagi urusan birokrasi pendaftaran yang kerap berbelit-belit. "Alasan yang paling sering saya dengar adalah karena ribet pendaftarannya. Banyak sekali persyaratannya. Belum lagi masalah ijazah. Mereka yang mendaftar itu kan sebagian mahasiswa yang baru lulus. Ijazahnya baru dalam proses, belum selesai. Dalam proses seleksi administrasi sudah akan gugur," kata Suparjo.

Dari survei LeIP terhadap hakim di lima propinsi, diperoleh data bahwa permasalahan utama yang mengemuka dalam proses rekrutmen hakim, antara lain penentuan klulusan yang tidak jelas dan tidak terbuka, minimnya peminat yang berkualitas, informasi yang kurang terbuka, pelaksana rekruitmen yang tidak kompeten, dan adanya campur tangan pihak luar.

Mutu yang jelek

Secara khusus, Kadafi menyoroti kinerja lembaga pendidikan hukum. Kelemahan sistem pendidikan hukum ini menjadi masalah dasar bagi lembaga peradilan. Lembaga peradilan akan menerima akibat secara langsung karena  personalia yang didapatkan lembaga peradilan belum bisa dijamin kualitasnya oleh lembaga pendidikan hukum yang ada. "Jika personalia yang masuk baik, tentu kinerja lembaga peradilannya juga akan lebih baik," ujar Kadafi.

Tags: