Wewenang Jaksa Mengajukan PK Kembali Dipersoalkan
Berita

Wewenang Jaksa Mengajukan PK Kembali Dipersoalkan

Peninjauan Kembali adalah hak terdakwa atau terpidana sepenuhnya. Dan tampaknya Rancangan KUHAP akan mempertahankan prinsip tersebut.

Ali
Bacaan 2 Menit

 

Mudzakkir berpendapat PK merupakan hak sepenuhnya dari terdakwa atau terpidana. Semestinya, mengacu pada logika hukum dimana yang menuntut yang harus membuktikan, ujarnya. Berarti kalau jaksa gagal membuktikan, maka tidakmungkin dia bisa mengajukan PK, tambahnya.

 

Mudazakkir juga menjelaskan jaksa sudah memiliki kewenangan yang cukup besar untuk membuktikan seorang terdakwa salah atau tidak. Karena dia dari mulai penyelidikan, penyidikan, persidangan sampai tingkat MA untuk membuktikan. Kalau dalam proses itu jaksa gagal, itu merupakan resiko yang menguntungkan terdakwa, jelasnya.

 

Oleh sebab itu, Mudzakkir mengatakan dalam RKUHAP harus ditegaskan kembali, agar penafsiran semua orang sejalan, bahwa jaksa tidak boleh mengajukan PK. Ia mengusulkan penambahan dalam penjelasan  pasal seperti pihak-pihak lain diluar ini (terdakwa atau terpidana) tidak boleh mengajukan PK.

 

Penegasan ini berguna agar memastikan tidak adalagi yang menggunakan penafsiran a contrario atau menggunakan yurisprudensi. Bahkan Mudzakkir menilai penggunaan penafsiran tersebut dalam hukum acara pidana merupakan salah kaprah. Ia menjelaskan hukum acara pidana adalah prosedural justice, artinya proses-proses diakui manakala sesuai dengan prosedur. Di luar prosedur, maka tidak bisa, ujarnya.

 

Menembus kekakuan legalistik

Kembali ke konteks PK Munir, Usman tetap keukeuh jaksa dapat mengajukan PK. Kekakauan atau keterbatasan yang bersifat legalistik itu bisa ditembus kalau memang dilakukan untuk menciptakan keadilan, jelasnya. Dalam sudut pandang inilah, ia mempersilahkan pihak jaksa sbg pemohon peninjauan kembali.

 

Memang ada sebuah dilema, tetapi alasan keadilanlah yang menurut Usman paling utama.  Kita tidak dalam posisi mempersoalkan ketentuan legalistik dari PK, tetapi kita mengukur apakah negara bersungguh-sungguh memberikan keadilan bagi korban, ujarnya.

 

Sementara itu, Yosepha Hera justeru mengkritik tidak konsistennya akrivis HAM seperti Usman Hamid. Ia menjelaskan awal dibolehkan jaksa mengajukan PK berasal kasus Mochtar Pakpahan. Menurut Yosepha Hera PK oleh jaksa pada kasus Mochtar merupakan arogansi kekuasaan pada zaman Orde Baru. Pada waktu itu ditentang habis-habisan oleh para aktivis LSM, ujarnya. Tapi pada kasus PK Munir ini, mereka ibarat menjilat ludah sendiri, tambahnya. 

Halaman Selanjutnya:
Tags: