WALHI: Kebakaran Hutan Bukan Sebuah Force Majeur
Berita

WALHI: Kebakaran Hutan Bukan Sebuah Force Majeur

Kebakaran justru banyak terjadi di Hutan Tanaman Industri dan Sawit.

HRS
Bacaan 2 Menit
WALHI: Kebakaran Hutan Bukan Sebuah Force Majeur
Hukumonline

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) menyatakan bahwa kebakaran hutan bukanlah sebuah force majeur, melainkan sebuah kelalaian sehingga pemerintah harus bertanggung jawab.

Ini adalah salah satu argumen yang digunakan WALHI dalam gugatan yang diajukan terhadap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan sejumlah pejabat negara di daerah di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. “Kebakarannya terjadi terus menerus dan tidak ada upaya antisipasinya,” tutur Kuasa Hukum Walhi Munhur Satyahaprabu kepada hukumonline, Rabu (20/11).

Munhur mengutarakan kebakaran hutan di Indonesia sudah berulangkali terjadi. Ia membuka data bahwa kebakaran hutan atau lahan terbesar pertama di Indonesia terjadi antara 1982-1983. Setelah itu, kebakaran yang terjadi pada 1997-1998 yang terjadi di 23 provinsi yang saat itu ada 27 Propinsi di Indonesia. 

Lalu, kebakaran hutan kembali terjadi pada 2006-2013 di Riau dan Jambi. Akibat kebakaran hutan ini, kerugian yang diderita negara untuk Sumatera saja mencapai kerugian AS$ 7,8 miliar dan wilayah Pulau Kalimantan AS$ 5,8 miliar.

Melihat fenomena mudahnya hutan Indonesia terbakar, lanjut Munhur, Walhi menilai ada kelalaian yang dilakukan para penguasa. Para penguasa dinilaiterkesan sangat lamban dalam menyelesaikan persoalan kebakaran hutan Indonesia. Bahkan, pemerintah menerbitkan kebijakan-kebijakan yang justru mendukung mudahnya hutan Indonesia terbakar.

Salah satu kebijakannya adalah menjadikan hutan primer sebagai Hutan Tanaman Industri (HTI). Dengan alasan mencegah terjadi kekurangan kayu yang dapat membahayakan industri kehutanan, ekspor, dan devisa, dicanangkan suatu program penanaman kayu besar-besaran yang disebut dengan Proyek HTI. Target Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita) V adalah membangun 6 juta hektar HTI. Akibatnya, penebangan hutan secara besar-besaran terjadi.

WALHI menilai proyek HTIini sebagai kebijakan yang keliru. Munhur mencatat 80% kebakaran hutan ditemukan di lokasi kebun kelapa sawit dan HTI. Begitu juga dengan kebakaran yang terjadi di Provinsi Riau pada 2013 lalu.  Data hotspot periode Januari-Mei 2013 menunjukkan jumlah hotspot yang tertangkap satelit NOAA 18, sebanyak 968 titik api. Dari jumlah itu, sebanyak 174 titik di antaranya berada di area perkebunan. Kebakaran tersebut terjadi di kawasan gambut yang dalamnya lebih dari 3 meter dan berada di wilayah kawasan korporasi baik dari wilayah HTI maupun dari wilayah Perkebunan Sawit.

Tags: