Wadah Tunggal Organisasi Advokat untuk Kepentingan Pencari Keadilan
Pojok PERADI

Wadah Tunggal Organisasi Advokat untuk Kepentingan Pencari Keadilan

Mahkamah diminta melihat kembali semua putusan yang pernah dibuatnya terkait frasa “organisasi advokat” bahwa Peradi sebagai satu-satunya organisasi advokat yang mengemban tugas dan kewenangan sesuai UU Advokat.

Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit

 

Saat ditanya faktanya saat ini Peradi bukanlah lagi wadah tunggal, tetapi terpecah menjadi tiga Peradi yakni Peradi Fauzie Yusuf Hasibuan, Peradi Luhut MP Pangaribuan; dan Peradi Juniver Girsang, Otto berdalih bPeradi selama ini hanyalah satu, tetapi pengurusnya saja yang ada tiga.

 

“Jika memang Peradi benar-benar menjadi wadah tunggal, maka saya rasa ketiga Peradi ini nantinya akan berdamai. Sehingga, Peradi menjadi wadah tunggal,” harapnya. (Baca Juga: Cerita Otto Hasibuan Soal Sejarah Peradi Hingga Munas Makassar)

 

Sejak awal singlebar

Ahli Pemohon, Muhammad Arif Setiawan mengingatkan Peradi didirikan oleh 8 organisasi advokat yaitu Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN), Asosiasi Advokat Indonesia (AAI), Ikatan Penasihat Hukum Indonesia (IPHI), Himpunan Advokat dan Pengacara Indonesia (HAPI), Serikat Pengacara Indonesia (SPI), Asosiasi Konsultan Hukum Indonesia (AKHI), Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal (HKHPM) dan Asosiasi Pengacara Syariah Indonesia (APSI), berdasarkan amanat UU Advokat.

 

“Peradi sah menurut hukum untuk menyelenggarakan kewenangan yang diberikan negara. Sehingga, organisasi di luar Peradi bersifat inkonsistusional karena UU Advokat sejak awal memilih sistem singlebar,” kata dia. (Baca Juga: Beragam Pandangan Tolak Peradi Sebagai Wadah Tunggal)

 

Dalam kesempatan ini, ia meminta kepada Mahkamah untuk mengumpulkan dan melihat kembali semua putusan terkait frasa “organisasi advokat” bahwa Peradi sebagai satu-satunya organisasi advokat yang mengemban tugas dan kewenangan sesuai UU Advokat. “Ini untuk menghentikan multitafsir terhadap frasa ‘organisasi advokat’,” harapnya.

 

Sementara Jimmy Maruli menjelaskan keluarnya SK KMA No. 73/KMA/HK.01/IX/2015 disebabkan adanya amanat konstitusi dan regulasi. Ia menyebut Pasal 4 ayat (1) UU Advokat menyebutkan advokat wajib disumpah dalam sidang terbuka Pengadilan Tinggi di wilayah hukumnya dan adanya putusan MK No. 101/PUU-VII/2009 yang memerintahkan PT wajib mengambil sumpah advokat sebelum menjalankan profesinya tanpa mengkaitkan keanggotaan organisasi advokat.

 

“Karena beberapa daerah, tenaga advokat sangat kurang dan banyak advokat yang belum diambil sumpahnya yang berakibat tidak bisa beracara di pengadilan. Sedangkan para pencari keadilan sangat membutuhkan jasa advokat, maka lahirlah SK KMA No. 73/KMA/HK.01/IX/2015.”

Tags:

Berita Terkait