UU Kehutanan Lemah Berantas Kejahatan
Berita

UU Kehutanan Lemah Berantas Kejahatan

Tak menyentuh aktor dan tanggung jawab korporasi sebagai pemicu munculnya kejahatan.

inu
Bacaan 2 Menit


Selain itu, UU Pemberantasan Tipikor juga dapat menjerat individu dan koorporasi. Diatur pula mengenai penyitaan, optimalisasi asset recovery melalui denda dan uang pengganti dan dapat menjerat pihak yang berupaya menghalangi proses pemeriksaan.


Emerson mengungkapkan, pola ini sudah diterapkan oleh Kejaksaan dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). “Sekalipun, belum maksimal baik dari aspek kuantitas maupun kualitas.”


Proses pemberian efek jera bagi korporasi, juga akan sangat efektif apabila dijerat secara komulatif tidak saja dengan UU Pemberantasan Tipikor namun juga dengan UU Pencucian Uang, terutama Pasal  7.


Disebutkan, dalam pasal itu, pidana pokok yang dijatuhkan terhadap korporasi adalah pidana denda paling banyak Rp100 miliar. Selain pidana denda, terhadap korporasi juga dapat dijatuhkan pidana tambahan berupa, pengumuman putusan hakim, pembekuan sebagian atau seluruh kegiatan usaha, pencabutan izin usaha, pembubaran dan/atau pelarangan, serta perampasan aset Korporasi untuk negara, juga pengambilalihan korporasi oleh negara.


Nordin menambahkan, kerugian negara akibat korupsi disektor kehutanan yang terbesar tercatat di Kalimantan Tengah. Upaya perambahan atau pelepasan kawasan hutan tidak saja menimbulkan kerugian ekologis namun juga berdampak pada kerugian keuangan negara. Laporan Kementerian Kehutanan pada Agustus 2011, dugaan korupsi izin pelepasan kawasan hutan di Kalimantan diprediksi merugikan negara hampir Rp321 triliun.


Jika diuraikan, maka di Kalteng sebesar Rp158 triliun. Lebih besar dibandingkan dengan Kaltim yang nilainya diduga mencapai Rp31,5 triliun, Kalbar sebesar Rp121,4 dan Kalsel mencapai Rp9,6 triliun.


Namun, terungkap kegamangan penegak hukum untuk menggunakan undang-undang lain guna menangani kejahatan di sektor kehutanan. Hal itu terungkap, lanjut Nordin, tatkala digelar Focus Group Discussion (FGD) Save Our Borneo dan ICW dan dihadiri oleh unsur Kepolisian, Kejaksaan, Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA), serta beberapa LSM pada 21 Mei 2012.


Sejumlah kendala itu antara lain adanya tumpang tindih aturan sektor SDA yang menyebabkan penegak hukum ragu melakukan upaya hukum. Juga mudahnya pemberian izin usaha perkebunan, pertambangan dan kehutanan di tingkat lokal.

Tags: