UU ITE (Tidak) Ramah Facebook?
Oleh: Amrie Hakim *)

UU ITE (Tidak) Ramah Facebook?

Sesuai UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi & Transaksi Elektronik, maka dengan adanya kesepakatan anda dan saya dengan cara meng-klik menerima [accept] maka segala sesuatu info elektronik yang Anda peroleh baik langsung atau tidak langsung melalui facebook kami, Anda menyetujui bahwa segalanya tidak memiliki pembuktian hukum yang sempurna, namun semata-mata hanya sebagai alat/media untuk membina keakraban belaka.

Bacaan 2 Menit

 

Dengan demikian, di bawah rezim UU ITE, seorang tersangka/terdakwa kelak harus membuktikan, misalnya, bahwa ia tidak mengetahui bahwa informasi atau dokumen elektronik yang terdapat di situs web atau blognya mengandung konten penghinaan atau pencemaran nama baik. Atau bahwa konten yang diduga melanggar Pasal 27 ayat (3) UU ITE itu merupakan informasi yang bersumber dari atau dibuat oleh pihak lain ke dalam situs web/blog yang bersangkutan. Hal yang sama juga dianut peraturan perundang-undangan sejenis di Inggris, Australia dan Selandia Baru.

 

Namun, hal demikian tidak terjadi di Amerika Serikat. Section 230 Communications Decency Act memberikan kekebalan hukum (immunity) bagi penyedia ataupun pengguna layanan komputer interaktif (interactive computer service) yang menyiarkan informasi yang disiarkan/dibuat oleh pihak lain: No provider or user of an interactive computer service shall be treated as the publisher or speaker of any information provided by another information content provider.

 

Kasus MySpace

Dalam Wikipedia diuraikan bahwa sebelum menentukan apakah kekebalan dalam ketentuan Section 230 dapat diterapkan, pada umumnya pengadilan menguji tiga unsur yang terdapat dalam ketentuan tersebut. Terdakwa harus setiap unsur berikut untuk dapat memperoleh kekebalan: (1) Tergugat harus merupakan penyedia atau pengguna dari suatu layanan komputer interaktif; (2) Sebab dari perbuatan yang dipersoalkan oleh penggugat harus memperlakukan tergugat sebagai penyiar atau pembicara dari informasi ofensif tersebut; dan (3) Informasi terkait harus disediakan oleh penyedia konten informasi lainnya, misalnya tergugat harus bukan merupakan penyedia konten informasi dari informasi ofensif tersebut.

 

Salah satu kasus terkenal seputar kekebalan hukum yang dipayungi Section 230 adalah Doe v. MySpace, 474 F.Supp.2d 843 (W.D. Tex. Feb. 13, 2007). Dalam kasus tersebut MySpace, sebuah situs jejaring sosial sejenis Facebook, dinyatakan bebas dari pertanggungjawaban hukum melakukan kelalaian dan kelalaian berat karena gagal membuat langkah-langkah keselamatan untuk mencegah serangan seksual terhadap anak di bawah umur dan kegagalan untuk membuat kebijakan yang berkaitan dengan verifikasi usia.

 

Perbandingan dengan ketentuan Section 230 Communications Decency Act milik AS seperti di atas boleh jadi cukup relevan untuk disampaikan dalam artikel ini. Pasalnya, sejak era Web 2.0 yang dimulai kurang lebih empat tahun silam, hampir seluruh layanan internet yang ada disajikan secara/dengan fitur interaktif. Pengguna internet tidak hanya berhenti sebagai pembaca sebuah konten informasi dalam sebuah situs web/blog, tapi juga ikut membuat/menambah informasi yang disajikan/dibuat oleh penyedia layanan internet. Oleh karena itu, patut dipertanyakan mengapa para penyusun UU ITE tidak mengakomodasi tren di atas ke dalam muatan undang-undang itu.

 

Meski begitu, UU ITE sejauh ini berhasil menancapkan rasa kehati-hatian kepada para pengguna internet dalam arti yang sangat luas (mencakup pula para penyedia layanan internet tanpa kecuali). Apalagi, berdasarkan Pasal 2 ayat (1) UU ITE  keberlakuan undang-undang tersebut menjangkau warga Indonesia dan warga asing yang berada di Indonesia maupun yang berada di luar yurisdiksi (jurisdiction) hukum nasional (kekebalan yang diperoleh MySpace bisa tidak berlaku di hadapan UU ITE).

 

Pasca diundangkannya UU ITE para pengguna internet sepertinya makin menyadari pentingnya membuat pernyataan penyangkalan situs web/blog atau layanan internet lainnya yang mereka kelola, sebagai bagian dari rasa kehati-hatian itu. Sejauh ini belum dapat dibuktikan apakah atau sejauh mana sebuah pernyataan penyangkalan dapat membebaskan seseorang dari jerat Pasal 27 ayat (3) UU ITE di atas. Padahal, ancaman hukuman atas pelanggaran pasal tersebut sangat serius yaitu pidana penjara paling lama enam tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar. Tidak peduli, kita menggunakan internet untuk hal yang serius atau sekadar, katakanlah, ber-Facebook ria.

Halaman Selanjutnya:
Tags: