Usulan Relaksasi Royalti Batubara Dinilai Tidak Tepat
Berita

Usulan Relaksasi Royalti Batubara Dinilai Tidak Tepat

Bertentangan dengan prinsip filosofis dan hukum royalti yang dikenakan atas berpindahnya kepemilikan/penguasaan sebuah komoditas tambang dari tangan negara ke pihak swasta.

Moch. Dani Pratama Huzaini
Bacaan 2 Menit

Berdasarkan data Ditjen Minerba per-5 Juni 2020, realisasi PNBP saat ini mencapai Rp14,55 triliun atau sebesar 40,50 persen dari revisi target Rp35,93 triliun. 

Sebelumnya pemerintah menargetkan PNBP sektor minerba tahun ini bisa mencapai Rp.44,40 triliun dengan asumsi produksi untuk target PNBP tahun ini sebesar 550 juta ton dan Harga Batubara Acuan (HBA) US$90 per-ton dengan kurs Rp14.400 sesuai kesepakatan Badan Anggaran DPR RI.

“Penundaan pembayaraan akan mengganggu cash flow pemerintah. Kalau perusahaan menerima pembayaran di muka, seharusnya pemerintah juga sebaiknya dibayar di muka,” ujar Johnson.

Terkait ini, Maryati menyebutkan bahwa juga perhitungan royalti yang didasarkan pada HPB merupakan langkah untuk mencegah praktik transfer pricing melalui transaksi penjualan kepada perusahaan afiliasi, bahkan ada yang ditengarai melalui perusahaan cangkang.

Menurut Maryati, kondisi saat ini dengan harga yang turun dan permintaan yang juga turun, semestinya penurunan harga dengan menggunakan harga pasar, tidak dilakukan mengingat kebutuhan tersebut pemerintah. 

“Hal ini dalam konteks kontribusi pada kepentingan negara dan masyarakat luas, bukan sekedar kepentingan pebisnis,” tegas Maryati.

Kedua, soal usulan agar pembayaran royalti dilakukan setelah pengapalan/transaksi penjualan, bukan dengan melakukan semacam deposit di awal. Maryati menjelaskan, hal ini bertentangan dengan prinsip filosofis dan hukum royalti yang dikenakan atas berpindahnya kepemilikan/penguasaan sebuah komoditas tambang dari tangan negara ke pihak swasta, dalam hal ini pelaku usaha yang mendapat izin/kontrak.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait