Urgensi Penguatan Aturan Kripto dalam Perlindungan Konsumen
Utama

Urgensi Penguatan Aturan Kripto dalam Perlindungan Konsumen

Penguatan perlindungan konsumen tersebut perlu dilakukan mengingat terdapat potensi tinggi dari aset kripto. Pada aspek ekonomi, aset kripto dapat menjadi instrumen investasi, perdagangan, pembukaan lapangan kerja.

Mochamad Januar Rizki
Bacaan 4 Menit

Di tempat yang sama, perwakilan dari Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dirtipideksus) Mabes Polri Kompol Andika menegaskan kripto tidak dapat diakui sebagai alat pembayaran yang sah. Hanya rupiah yang diakui sebagai alat pembayaran baik berbentuk koin, kertas, dan  digital (transfer).

“Meskipun demikian, keberadaan cryptocurrency tetap diakui keberadaannya bukan sebagai alat pembayaran melainkan sebagai komoditas,” kata Andika.

Dia merujuk pada Pasal 1 angka 1 UU No.7 Tahun 2011 tentang Mata Uang yang menyebutkan, “Mata Uang adalah uang yang dikeluarkan oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Rupiah”. Kemudian, Bank Indonesia (BI) telah menetapkan ketentuan terkait legalitas  penggunaan cryptocurrency sebagai alat pembayaran di Indonesia. Selanjutnya, BI menyatakan tidak bertanggung jawab atas segala risiko yang disebabkan oleh penggunaan atau kepemilikan cryptocurrency.

Perwira menengah polisi itu menerangkan mata uang kripto sering dideskripsikan sebagai mata uang virtual atau mata uang digital dimana tidak memiliki bentuk fisik, berbeda dengan mata uang fiat. Mata uang kripto dapat ditransaksikan untuk melakukan jual-beli suatu barang tanpa perantara bank, sehinga mengurangi rantai transaksi, serta bersifat peer to peer (P2P) dimana sistemnya bekerja tanpa administrator tunggal.

Mekanisme kerja blockchain berawal dari setiap transaksi yang dilakukan oleh seseorang akan tercatat dalam sebuah buku kecil milik masing-masing pengguna atau disebut block. Dalam block, akan tercantum tiga informasi dasar mengenai transaksi yaitu siapa pengirim, siapa penerima, dan jumlah bitcoin yang ditransaksikan.

Dalam setiap transaksi, setiap pengguna (user) akan mendapat dua kunci yaitu kunci pribadi (private key) dan kunci publik (public key). Kunci pribadi bertujuan untuk menuliskan catatan transaksi yang dilakukan oleh seseorang atau pihak pertama dalam block personal, sementara kunci publik digunakan oleh pihak kedua serta seluruh pengguna untuk mencatat transaksi tersebut. Dalam transaksi tersebut, pihak kedua juga akan mendapat  kunci pribadi yang akan menuliskan transaksi di blocknya.

Dengan skema blockchain, setiap block akan memverifikasi informasi yang tercatat di dirinya dengan block lain mengenai transaksi yang baru saja dilakukan. Apabila verifikasi berhasil, ransaksi tersebut akan tercatat  dalam setiap block yang ada dalam jaringan sehingga itu disebut blockchain.

Hal ini berbeda dengan sistem transaksi saat ini yang mengisyaratkan bank sentral dari suatu negara akan mencatat setiap nominal uang yang dikeluarkan dan juga merekam setiap transaksi yang terjadi jika melewati yurisdiksi suatu negara. Pada dasarnya, blockchain memuat informasi mengenai seluruh transaksi bitcoin yang pernah terjadi.

Sistem kerja blockchain ini diklaim oleh para penggunanya membuat bitcoin nyaris tidak bisa dipalsukan karena transaksi hanya bisa diotorisasi apabila terverifikasi oleh seluruh block milik pengguna bitcoin. Sistem blockchain secara otomatis akan menolak apabila ada satu bitcoin yang hendak ditransaksikan secara berulang.

Tags:

Berita Terkait